Kamis, 28 Juli 2011

Lihat Lebih Dekat Part 3

Lihat Lebih Dekat Part 3
~ Sivia Imelda Puri., apa yang kau sembunyikan ~

                Sekarang yang ada dipikiran seorang Alvin Adhika Karisma hanyalah Sivia Imelda Puri seorang. Bukan karena ia mencintainya atau sejenisnya tapi karena rasa penasaran yang begitu besar pada gadis itu. Alvin sangat tau adiknya Acha takkan mungkin berbohong tapi ia juga sangat tau sikap Sivia selama ini. Sikap yang begitu dingin dan sangat tidak bersahabat.

“ Sivia Imelda Puri, apa yang kau sembunyikan.” Alvin terus berpikir tapi sama sekali ia tak menemukan titik terang, ia pun akhirnya tertidur dengan lelapnya.

                Hari ini adalah hari Minggu yang cerah. Semula hari ini akan menjadi hari yang baik bagi Alvin karena hari ini ia berencana pergi bersama ketiga sahabatnya. Tapi semua rencananya itu gagal saat adik kesayangannya merengek-rengek untuk ditemani ke taman karena janji dengan sang guru melukis. Tapi mau bagaimana lagi ia takkan mungkin menolak permintaan adik kecilnya itu. Walau dengan begitu ia akan bertemu dengan sang Putri Es.

                Mobil yang ia kendarai mulai melaju dipadatnya kota Jakarta. Kira-kira butuh sekitar 20 menit untuk sampai ke taman yang dimaksud. Disana sudah terlihat seorang gadis manis yang tengah duduk didepan sebuah kanvas yang masih putih bersih. Kali ini dia lebih terlihat cantik dan manis dengan pakaian casual yang ia kenakan.

“ Kak Sivia…”

Acha terlihat begitu bersemangat memanggil gadis itu, gadis yang selama beberapa hari terakhir ini telah menjadi musuhnya. Gadis yang membuat tidurnya semalam sangat tidak nyenyak. Rasanya cukup heran memnadang gadis itu tersenyum. Apa ?? Sekali lagi ?? Sivia tersenyum !! Tersenyum. Alvin mengedipkan matanya beberapa untuk kembali menatap Sivia, memastikan apa yang ia lihat. Tapi benar !!! Sivia tersenyum !! Omaigott.. Sivia tersenyum.. Dan yang mengherankan senyumnya benar-benar menawan. Senyum yang dulu sempat ia lihat untuk seorang laki-laki di kantin sekolahnya. Senyum tulus yang sangat manis. Dan yang lebih parahnya, senyum yang bisa membuat dirinya tak berhenti memujanya.

“ Kak Alvin jangan diam aja, kemari !!” Acha memanggil Alvin yang terdiam sembari memandang senyum Sivia yang mungkin sangat langka ia pertontonkan di sekolah. Sayang sekali ketika Sivia melihat Alvin ada disana, senyumnya itu langsung memudar dan berubah menjadi raut wajah sinis. Alvin sendiri hanya tersenyum geli melihat perubahan ekspresi Sivia.

                Alvin sesekali memperhatikan Sivia yang sedang mengajari Acha melukis, sebenarnya bukan Acha yang ia perhatikan tapi Sivia. Dan ia sendiri tak tau kenapa ia terus memperhatikan Sivia. Sesekali ia mengabadikan momen-momen berharga itu dengan SLR yang ia bawa. Momen saat Sivia dan Acha tersenyum tapi entah kenapa yang paling banyak ia abadikan adalah foto saat Sivia tersenyum. Senyum yang tak pernah gadis itu tunjukkan selama ini. Alvin sendiri pun tak tau kenapa setiap ia melihat senyum itu, seperti ada yang menggelitiki perutnya. Ada rasa membuncah di dadanya.

“ Manis..” hanya kata-kata itu yang dapat terucap dari mulut Alvin ketika senyum Sivia terlukis tipis dibibirnya.

                Tak lama Sivia pun berhenti melukis dan memilih berjalan-jalan ke sekitar taman. Acha sendiri masih asyik dengan lukisannya sementara Alvin malah tertidur di bangku taman.

“ Jangan tidur disini.” Selain suara itu yang Alvin dapati adalah kaleng Cola dingin yang menempel di dahinya. Alvin pun mendongakkan kepalanya untuk memandang siapa yang memberikan minuman itu. Pandangan matanya jatuh tepat pada Sivia yang kini berada didepannya. Hanya yang ia sayangkan Sivia sama sekali tak memandangnya. Pandangan Sivia tetap lurus ke depan.

“ Kak Sivia, bagaimana lukisan Acha ??” Acha yang berteriak senang sambil melambai-lambaikan tangannya. Sivia pun berjalan mendekat ke arah Acha.
“ Lukisanmu sudah jauh lebih bagus.” Sivia memuji lukisan Acha dengan sepenuh hatinya.
“ Makasih kakak, ini semua juga berkat latihan dari kakak.” Acha berkata seperti itu sambil memamerkan deretan giginya yang putih dan rapi.
“ Kak Sivia, Acha boleh melihat lukisan kakak..” Acha sudah memintanya dengan wajah yang sangat memelas, Sivia hanya membalas dengan senyum serta anggukan. Acha pun bersorak riang. Didorong rasa penasaran, Alvin pun ikut melihat hasil lukisan Sivia.

                Lukisannya benar-benar indah. Seperti hidup. Lukisan yang sebenarnya cukup simple itu begitu menarik perhatian Alvin, Alvin pun sampai memotret lukisan hasil karya Sivia. Entah untuk apa.

“ It’s very beautiful.” Puji tulus dari Alvin, Sivia yang mendengar hanya mendelik sebentar lalu kembali menatap Acha yang masih terkagum-kagum pada lukisannya.


“ Alvinn….” Panggil beberapa orang yang secara tidak sengaja lewat disana. Sedangkan Alvin sendiri pun cukup kaget.


><><><><><><><><><><>< 

“ Oh jadi dia guru lukis adikmu.” Cakka berkata demikian sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.
“ Mungkin kalian memang jodoh ya..” Zahra mengatakan hal itu dengan santainya, ia sama sekali tak menyadari perubahan wajah salah satu sahabatnya, Shilla.
“ Hmmm… Idon’t know and I don’t care.” Alvin berkata seperti itu dengan tenangnya tanpa menyadari ada perubahan dalam hatinya.

><><><><><><><><><><><><>< 

“ Jodoh ya !!”
“ Aku hanya bisa berdoa., semoga mereka bukan jodoh.”
“ Karena jika mereka jodoh aku takkan tau apa yang akan terjadi pada hatiku.” Sambil berkata dalam hatinya, Shilla itu terus menerus menatap wajah tampan Alvin.

><><><><><><><><><><><>< 

“ mungkin memang tak lagi ada kesempatan untukku mendapatkan hatimu.”
“ tapi aku sadar, aku terlalu mencintaimu.”
“ yang ku inginkan sekarang adalah…, agar kau tak terluka.” Laki-laki itu menatap sendu wajah cantik gadis di dekatnya.

><><><><><><><><><><><><>< 

Berjuta perasaan tumbuh diantara mereka
Sejujurnya agak tak wajar jika tak ada perasaan yang tumbuh diantara mereka
Toh mereka sudah bersama dalam jangka waktu lama
Cinta pada pandangan pertama, aku tak percaya
Yang aku yakini..,
Cinta itu ada karena terbiasa

“ Siviaa…” Alvin memandang Sivia hanya untuk menanyakan suatu hal. Tapi tanpa ada rasa peduli Sivia tetap melenggang dengan nyamannya.
“ Aku benar-benar tak tau isi hatinya.” Alvin hanya dapat mengatakan itu dalam pikirannya, rasanya sulit mengungkapkannya.
“ Hei aku memanggil kamu !!” Alvin bebas berteriak tanpa mempedulikan pandangan bingung para siswa-siswi disekitarnya.
“ Kemana Sivia yang ramah.” Teriakan Alvin itu jelas-jelas mengundang perhatian siswa-siswi disekitarnya.
“ Apa Sivia ramah ?”
“ Tak mungkin diakan Putri Es.”
“ Alvin salah orang kali.”
“ Dasar, mana mungkin seorang Putri Es menjelma menjadi Putri Ramah.”
“ Mana mungkin gadis itu ramah, it’s very imposible.” Kasak-kusuk pun terjadi diantara murid-murid yang mendengar teriakan Alvin.
“ Kamu dengar sendiri kan..”Sivia berkata sebentar lalu meninggalkan Alvin. Alvin hanya dapat mengumpat kecil.

 ><><><><><><><><><><><

“ Sivia, sedekat apa kamu sama Alvin ?” Gabriel bertanya langsung pada Sivia saat dia, Sivia, dan Ify sedang makan malam bersama di sebuah cafĂ© yang cukup unik.
“ Aku dan Alvin ??” Sivia bertanya dengan tatapan bingung.
“ Iya, tadi aku dengar Alvin bilang kalau kamu ramah.” Ify ikut menyambung sambil memakan-makanan yang ia pesan.
“ Ohh.., tidak. Aku hanya guru melukis adiknya.” Sivia berkata seperti itu dengan santainya.
“ What…” Gabriel spontan berteriak, teriakan yang sukses membuat makanan yang akan Ify telan salah masuk ke rongga pernafasan, dan alhasil Ify pun tersedak.
“ Uhuuukk… Uhhhuukkk…”
“ Gab, kamu jahat sama aku.” Dengan sedikit mata basah dan tangan yang masih memegangi dada, ify berkata demikian.
“ Maaf, Fy. Lagian kita kan lagi bicara, kamu malah enak-enak makan.” Gabriel berkata seperti itu sambil terkekeh sedang Sivia sudah tertawa keras. Catat ‘Tertawa Keras’.
“ Buset, Vi. Tega banget kamu sama aku.” Ify berkata demikian sambil manyun.
“ Hahahaha…” Gabriel dan Sivia pun malah tertawa melihat ekspresi Ify.
“Jadi Acha itu adik Alvin.” Gabriel berkata lagi, setelah berhasil menghentikan tawanya.
“ What..” Kali ini Ify yang kaget.
“ Lola..” hanya kata-kata itu yang terlontar dari mulut Sivia dan Gabriel sebagai respon kekagetan Ify, sedang Ify hanya dapat mencibir keduanya.
“ Tapi sifat mereka begitu berbeda.” Kata Gabriel yang diikuti anggukan Ify.
“ But it’s the fact.”

><><><><><><><><><>< 

                Sivia kini sudah tiba di rumahnya, mobil Gabriel yang mengantarya pun sudah melaju dan pergi menuju rumah Ify. Sivia terlihat sangat ceria, memang hari-harinya terasa indah jika ia bersama kedua sahabatnya. Karena menurutnya hanya kedua sahabatnya dan kakaknya yang sangat mengerti dirinya. Apabila ia sedang bad mood tak pernah ada kata tanya ‘kenapa’ yang terlontar dari mulut mereka bertiga. Yah., karena mereka sudah saling mengerti.

                Tapi kebahagiaan itu terasa begitu singkat saat ia tiba di dalam rumah. Terlihat jelas, di ruang keluarga kedua orang tuanya asyik bertengkar. Kakaknya sendiri hanya duduk di depan televisi tanpa mempedulikan pertengkaran orang tuanya.

“ Bertengkar aja terus.” Sivia dengan sinis berkata demikian lalu segera naik ke kamarnya.

“ Itu dia anakmu !!”
“ Bukankah sikapnya lebih mirip dengan sikapmu.”

                Rio yang tau adiknya pasti sekarang sedang sangat sedih pun memutuskan untuk pergi ke kamar adiknya.

“ Tuan Fred dan Nyonya Melda, saya mohon ijin pergi ke kamar.” Kata-kata Rio yang sangat ‘sopan’ sukses membuat ke dua orang tuanya bungkam.

><><><><><><><><>< 

“ Sayang, jangan sedih.” Rio kini telah mengelus kepala Sivia.
“ Kakak..” Sivia membalikkan tubuhnya yang terkelungkup tadi, menatap dalam mata Rio, dan memeluk kakaknya dengan erat.
“ Huaaaa….” Sivia hanya dapat menangis hebat di dada Rio. Rio tau adiknya berpura-pura dingin hanya untuk menutupi segala ketakutan dan kegelisahan dalam hatinya.

><><><><><><><><>< 

“ BRUUKKKKK…”

                Hari yang begitu cerah mereka awali dengan wajah tanpa senyuman. Hanya ada tatapan sinis dari orang-orang yang tadi bertabrakan. Ini sangat berbeda dengan wajah orang-orang yang ada disekitar mereka. Walaupun ada yang memang datar tapi lebih banyak yang mengembangkan senyum mereka.

“ Sini..” Laki-laki yang tadi jatuh bersama gadis itu mengulurkan tangannya untuk membantu gadis itu berdiri.
“ Gak usah.” Gadis itu hanya menepis tangan laki-laki itu sambil berdiri.
“ Kalian teman Sivia juga.” Rio berkata demikian dengan semangat, sedangkan Sivia sudah memelototi Rio dengan mata besarnya yang indah.
“ Emm..” Cakka hanya dapat menggaruk kepalanya.
“ Bukan, aku musuhnya.” Dengan santai Alvin berkata itu sambil memandang Rio, dia kan laki-laki yang dulu membuat Sivia tersenyum.
“ Wooww..” Rio hanya terkejut dan kemudian tersenyum kecil.
“ Kalau gitu perkenalkan aku Mario Praditya Putra, kalian boleh panggil aku Kak Rio.”
“ Kenapa aku harus panggil kamu dengan sebutan kak.” Alvin berkata sinis, sahabatnya hanya dapat menepuk jidat sedang rio hanya terkekeh kecil.
“ Karena aku adalah kakak kelasmu sekaligus kakak dari musuhmu.” Rio berkata demikian sambil merangkul pundak Sivia, Alvin hanya terbelalak, sedang Sivia mencibir sang kakak.
“ Kalian begitu berbeda, ternyata Sang Putri Es punya kakak yang begitu ramah.” Alvin berkata demikian sambil menyembunyikan rasa malunya.
“ Kalau begitu boleh aku berkenalan dengan kamu, musuh Sivia dan kalian sahabat musuh Sivia.” Rio berkata demikian sambil tersenyum bijaksana, senyum yang sukses membuat mereka mengangguk.
“ Alvin.” Raut wajahnya tetap datar.
“ Shilla.” Kali ini Shilla mengembangkan senyum yang menawan.
“ Cakka.” Dengan gayanya yang cool dan senyum manisnya.
“ Zahra.” Tetap dengan gayanya yang centil, namun tetap terlihat cantik dan anggun.
“ Boleh kalian memperkenalkan diri.” Zahra meminta sambil memandang seseorang disana.
“ Hahaha.. ayo kalian juga perkenalkan diri kalian.” kata rio bijaksana.
“ Kamu dulu Fy.” Rio berkata sambil menyenggol bahu Ify, Ify hanya tersenyum kecil, senyum yang selama ini jarang ia perlihatkan ketika di sekolah. Senyum yang cukup membuat Shilla, Alvin, Cakka, dan Zahra terkejut.
“ Ternyata bisa tersenyum juga.” batin mereka.
“ Aku Alyssa panggil Ify.” Dengan raut wajah yang datar Ify memperkenalkan dirinya, wajah yang sangat berbeda dari saat ia tersenyum tadi.
“ Aneh..” cibiran itu terlontar saja dari bibir Zahra, Ify hanya dapat memandang Zahra sinis.
“ Aku Gabriel, kalian pasti tau.” Gabriel berkata demikian sambil memamerkan deretan giginya yang rapi.
“ Sudahlah ayo pergi !!” Sivia sudah akan beranjak dari sana saat Rio menahan lengannya.
“ Kau belum memperkenalkan dirimu..” Rio berkata dengan lembut dan sabar kepada adik semata wayangnya.
“ Buat apa lagi kakak, toh mereka tau siapa aku.” Dengan sinis dan dinginnya Sivia berkata itu.
“ Ayolah !!” kali ini Gabriel yang bicara sambil menggenggam tangan Sivia, hal itu sukses membuat salah seorang dari mereka menahan gejolak dari hatinya yang sebenarnya ia sendiri pun tak sadar.
“ Oke !! Sivia Imelda Puri.” Setelah berkata demikian ia langsung berjalan meninggalkan kumpulan orang itu.
“ Dingin banget sih..” omel Shilla dan Zahra walaupun dengan nada yang begitu lirih.
“ Kalau kalian sudah mengenalnya, mungkin kalian akan sayang padanya.” Kata-kata itu telontar saja dari mulut Rio, Gabriel, dan Ify secara bersamaan. Sedang Cakka, Zahra, dan Shilla hanya berkerut tak mengerti, sedang Alvin semakin menahan rasa penasaran dan bingung.

**********

*** The story jus for fun ***
*** Bagi yang mau komentar ke blog ini langsung, fb : m3i_poe3@yahoo.com atau twitter @eimeinar ***

Rabu, 27 Juli 2011

Tentang Menulis

Menulis adalah hal yang sangat menyenangkan bagi saya. Saya baru suka menulis saat duduk di kelas 1 SMP. Sebelumnya saya sama sekali tak tertarik pada hal seperti tulis menulis. Terlalu membosankan menurut saya. Yah tapi itu dulu !!
Pertama kali saya menulis adalah karena saya tertarik membaca surat cinta dari sesorang yang suka sama kakak saya. Dari sana saya mulai terinspirasi untuk menulis. Saya sendiri pun hanya menulis puisi, syair, atau rentetan kalimat tak bermakna dalam sebuah buku harian.
Memang pernah saya berniat mengirimkan sebuah artikel untuk lomba tapi karena dulu saya masih sangat malas menulis saya tak jadi melanjutkan artikel itu. Dari sana saya mulai jarang melakukan aktivitas menulis lagi. Sesekali saya hanya mengungkapkan isi hati saya pada sebuah kertas yang lalu saya buang atau pun saya sobek.
Saya mulai tertarik lagi menulis cerpen saat saya kelas 1 SMA, saat itu saya tidak sengaja membuat web milik anak-anak ICL ( Idola Cilik Lovers ). Sebenarnya saya sudah tertarik dengan idola cilik sejak awal tapi saya baru “NGEH” kalau di web itu banyak cerpen atau cerbung karangan para ICL.
Pertama-tama saya hanya membacanya, saya suka, ada beberapa dari cerita disana yang menarik perhatian saya. Mulai dari sana saya mulai mencoba menulis cerbung atau cerpen. Walaupun tidak pernah saya publish sama sekali. Dan pada saat kelas 2 SMA, sekitar Januari awal tahun 2011 saya beranikan memposting cerbung saya di FB saya. Dari sana saya mendapat respon positif dan itu semakin membuat saya bersemangat untuk menulis. Mulai dari sana saya jadi sering membuat cerbung.
Daftar cerbung  atau cerpen yang pernah saya buat atau sedang saya buat :::
1.      ICIL VS AAB                        ( cerbung di FB )
2.      Idola Cilik Duet                      ( cerbung di FB )
3.      Peri Kecil                                ( cerbung di FB )
4.      A Difficult Love                     ( cerbung di FB )
5.      Di Penghujung                        ( cerpen di FB )
6.      Orang Baru                             ( cerpen di FB )
7.      Lihat Lebih Dekat                   ( cerbung di blog ini )

Dari judul di atas cerbung yang paling buruk atau gagal adalah ICIL VS AAB dan Idola Cilik Duet., masih amatiran sangat !!!

Tapi sampai sekarang pun saya suka menulis. Jadi ayo kita menulis sama-sama !!
Menulis itu Asyik !!
Menulis itu menyenangkan !!


Dengan menulis kamu dapat mengungkapkan apa yang kamu pikirkan !!


LOVE,

Mei

Sabtu, 16 Juli 2011

Lihat Lebih Dekat Part 2

Lihat Lebih Dekat Part 2
~ Putri Es ~

Dalam diammu aku tak tau yang kau pikirkan
Dalam tangismu aku tak tau yang aku rasakan
Dalam tawamu aku tak pernah tau sedihmu
Dalam matamu tersirat jelas sebuah jawaban segalanya
Dan dalam pikiranmu hanya ada aku seorang


“ PLOKK…PLOOKK..PLOOKK..” suara tepukan tangan terdengar sangat jelas saat Sivia, Gabriel, dan Ify memasuki ruang kelasnya. Mungkin tepukan tangan yang berarti ejekan, dan dalangnya pasti Alvin. Tanpa mempedulikan tepukan tangan itu Sivia, Gabriel, dan Ify tetap melenggang melewati murid-murid yang memenuhi pintu.

“ Laki-laki itu manis.” Batin seorang gadis cantik sambil memandangi Gabriel yang menuju ke tempat duduknya.

“ Heii.., mau kemana kamu ?” Alvin kini sudah berada tepat di depan Sivia. Sivia terus berjalan tanpa mempedulikan pertanyaan dari Alvin, Alvin pun yang mundur beberapa langkah karena Sivia dengan cukup keras menabraknya. Tapi apa artinya tenaga seorang gadis dengan tenaga laki-laki.
“ you are crazy  !! Stupid !!” umpat Alvin. Sivia tetap melenggang sampai tangannya digenggam kuat oleh Alvin.
“ Don’t go anywhere.” Alvin bicara tepat ditelinga Sivia, Sivia pun membalikkan badannya dan menatap dingin ke arah Alvin yang tengah menatapnya dengan tatapan sinis.

                Perlahan Sivia menggerakkan tangannya dan menghempaskan genggaman tangan Alvin sampai genggaman tangan itu benar-benar lepas. Setelah itu Sivia kembali melenggang melewati Alvin.

“ Apakah kamu tak tau siapa aku.” Tantang Alvin dengan perkataannya yang lantang namun sama sekali tak ada nada ketegasan disana.
“ Tau kamu !! Gak penting !!” Hanya itu balasan dari Sivia, Sivia pun memilih untuk duduk di tempatnya. Menurutnya tak penting juga menanggapi tingkah konyol Alvin. Aneh menurutnya, laki-laki yang disebut trouble maker bisa bersikap begitu konyol dihadapannya.

                Beda dengan Sivia yang hanya menganggap ini tingkah konyol tapi Alvin menganggap semua ini serius. Buktinya sekarang ia sedang mengepalkan tangannya erat-erat. Ia benar-benar geram dengan tingkah gadis yang dijuluki Putri Es. Ia juga berpikir bagaimana mungkin ia yang dijuluki Trouble Maker kalah telak dengan seorang gadis yang menurutnya ‘gak penting’.

“ Sialan..” Alvin mengumpat kecil sembari mendekat ke arah meja Sivia.
“ Sudahlah..” dua orang menghentikan Alvin tepat saat ia akan menggebrak meja Sivia.
“ Cakka., dan kamu ??” Alvin berpikir sejenak.
“ Kamu Gabriel ketua OSIS Higashi tahun ini kan.” Alvin mulai memastikan.
“ Iya.”
“ Hentikan saja pertengkaran konyol ini.” Andai saja yang berkata seperti itu Gabriel mungkin laki-laki itu akan hadiah pukulan dari Alvin tapi kali ini yang bicara seperti itu adalah Cakka, sahabatnya. Walau sikap Alvin begitu buruk tapi ia sangat menghargai sahabatnya.

“ Stupid !!” umpat Alvin sambil meninggalkan meja Sivia. Sebelum benar-benar pergi menjauh dari meja Sivia ia sempatkan melirik ke arah Sivia, melihat ekspresi gadis itu. Tapi sayangnya yang ia dapatkan hanyalah ekspresi datar, mungkin itu tak bisa disebut ekspresi.

><><><><><><><><><><><><>< 

                Waktu istirahat telah tiba, seperti biasa jika waktu istirahat tujuan utama para murid hanyalah satu, Kantin. Seperti kumpulan siswa-siswi ini mereka tengah asyik berbicara di salah satu meja kantin. Walau begitu terlihat wajah sebal atau marah dari salah satu orang disana.

“ Kamu kenapa ?” Shilla begitu gadis itu dipanggil mulai bertanya perlahan kepada sahabatnya yang mukanya ditekuk berapa.
“ Aku benci banget sama perempuan tadi.” Laki-laki itu menjawab singkat sambil menyeruput sembarangan jus jeruk yang ada dihadapannya.
“ ohh., Putri Es itu ya.” Kata Zahra sambil menatap sekelilingnya, matanya kini berhenti pada sosok laki-laki manis yang tengah menggoda sahabatnya.
“ Itu dia orangnya.” Perkataan dari Zahra itu cukup untuk mengalihkan pandangan ketiga sahabatnya.

                Di tempatnya Alvin terus memandang sinis ke arah Sivia. Rasanya ia sangat ingin membuat perhitungan dengan Sivia, tapi sayang ia perempuan. Begini-begini Alvin sudah berkomitmen untuk tidak melukai seorang wanita. Hal itu punya alasan, alasannya adalah karena ia punya seorang adik perempuan. Maka dari itu ia tak ingin adiknya menaggung akibat perbuatannya atau karma dari perbuatan buruk sang kakak.

“ Heii…” seseorang menyapa Sivia, senyum manis langsung terlukis di bibir Sivia. Entah kenapa senyum itu begitu terlihat manis, setidaknya itulah yang ada dipikiran Alvin sekarang. Senyum yang baru ia lihat pertama kali.
“ Dia siapa ?” tanya Alvin sambil menunjuk laki-laki yang mendatangi Sivia tadi. Cakka, Shilla, dan Zahra heran melihat Alvin bertanya seperti itu. Biasanya Alvin tak pernah peduli dengan orang lain, apalagi orang yang baru saja menjadi lawannya.
“ Kau kenapa ?” Shilla mulai cemas, sebenarnya kecemasan shilla itu sangat tidak beralasan.
“ Hahhh…”
“ Kenapa kamu jadi peduli sama gadis itu.” Sepertinya Cakka dapat mengartikan tatapan bingung Alvin sekaligus pertanyaan Shilla untuk Alvin. Ada yang aneh.
“ I don’t care tapi aku ingin tau saja.” Alvin berkata itu dengan nada yang sangat tegas.
“ Stupid !!” umpat Cakka.
“ Siapa ?” Alvin mulai berlagak bodoh.
“ Alvin Adhika Putra. Apakah kamu kenal ?” Kali ini giliran Cakka yang mulai konyol.
“ Oh tidak, Shilla, Zahra apakah kalian tau nama itu ?” Alvin mulai bertanya konyol pada Shilla dan Zahra.
“ Setauku dia adalah seorang yang aneh.” Zahra berkata demikian sambil melirik ke arah Alvin yang sudah mulai manyun.
“ Kamu salah !! Alvin adalah seorang satpam sekolah.” Kali ini Shilla mulai mengejek Alvin.
“ Hahaha.., kalian semua salah !! Alvin adalah mantan pembatu di rumahku.” Cakka berkata demikian sambil menaikkan turunkan alisnya.

“ ahahahahaha…” tawa Cakka, Shilla, dan Zahra kini sudah tertawa sambil memegangi perutnya yang terguncang, sedang Alvin hanya manyun saja. Mereka sama sekali tak peduli dengan anggapan siswa lain, toh mereka sedang bersama Alvin. Karena memang terkadang Alvin bisa menjadi tameng yang pas untuk mereka bertiga. Tapi bukan berarti mereka memanfaatkan Alvin.

><><><><><><><><><>< 

                Rumah itu terlihat sangat sepi atau mungkin memang sepi. Didalamnya hanya terlihat beberapa pembantu dan dua orang anak-anak yang mungkin tidak bisa dibilang anak-anak lagi karena mereka sudah cukup dewasa.

“ Kak Rio, boleh Via masuk ?” Sivia kini tengah berdiri diambang pintu sembari menunggu persetujuan sang kakak agar diperbolehkan masuk ke kamarnya.
“ Silahkan..” begitu formal kata-kata itu terdengar.

                Sivia berjalan masuk ke dalam kamar itu. Kamar itu begitu besar belum lagi ditambah satu kamar mandi didalamnya. Kamar itu pun terlihat rapi, apalagi dengan nuansa coklat dan putih yang membuatnya lebih berkesan sederhana. Terlihat kakak semata wayangnya sedang tiduran sambil membaca sebuah novel yang entah apa judulnya di atas tempat tidur double bednya.

                Sivia pun ikut tiduran disebelah kakaknya itu. Rio sang kakak hanya memandang Sivia sembari tersenyum tipis. Tak berapa lama Sivia malah mengambil novel yang tengah dibaca sang kakak.

“ Via mau bicara kak.”
“ Jangan baca aja.” Sivia kini mulai merajuk.
“ Mau apa kamu ?”  Rio bertanya sambil menghadapkan tubuhnya ke adik semata wayangnya.
“ Kak, Via mau jadi guru melukis.”
“ Kenapa ?? Emang kamu kekurangan uang.” Rio bertanya sambil mengerutkan keningnya.
“ Tidak, mana mungkin aku kekurangan uang. Dua orang dewasa disini kan sibuk mencari uang tanpa mempedulikan kita.” Sivia berkata seperti itu sambil menatap nanar ke langit-langit kamar kakaknya. Rio hanya dapat memandang adiknya dengan tatapan yang cukup miris.
“ Lalu ?? Alasan ?? Kamu ??”
“ Aku cuma ingin mengajari seorang gadis kecil yang manis melukis.”
“ Kamu sudah tau orangnya ??” tanya Rio dengan nada yang sangat halus namun tersirat tatapan bingung dari dua bola mata indahnya.
“ Sudah, kemarin aku bertemu dengannya.”
“ Terserah kau saja tapi tetap jangan kecapaian.” Tutur rio.
“ Makasih kak.” Sivia berkata seperti itu sembari mengembalikan novel besar milik Rio dan kemudian ia pun kembali ke kamarnya.
“ Kakak akan selalu mendukungmu, setidaknya itu bisa menggantikan dua orang dewasa yang tak pernah ada untuk kita.” Rio mengatakan itu hanya dalam hatinya.

><><><><><><><><><><>< 

“ Halo Putri Es.” Beberapa hari ini entah kenapa rasanya mulut Alvin selalu gatal ingin mengatakan hal itu tiap bertemu Sivia. Walaupun ia sama sekali tak mendapat respon dari Sivia. Sedang sahabat Alvin hanya dibuat bingung dengan tingkah Alvin itu. Kenapa sikap cuek dan dingin Alvin selalu hilang di depan Sivia. Sifat itu malah menjelma menjadi sikap yang cukup kekanak-kanakan dan bisa dibilang ‘aneh’ untuk orang seperti Alvin.

                Kalau boleh jujur ada yang terluka dengan sikap Alvin sekarang. Seorang gadis yang sejak lama menyayanginya. Seorang gadis yang sejak lama menaruh hati padanya. Seorang gadis yang begitu menyayanginya. Seorang gadis yang telah menyerahkan hatinya untuk dia.

“ Kau begitu peduli pada sang Putri Es.” Ucap Shilla pada waktu mereka berkumpul di rumah Cakka.
“ Hmm.., menurutmu begitu ya, tapi aku merasa biasa aja.” Alvin hanya membalasnya dengan singkat sambil memainkan rubik yang ia bawa.
“ Kau suka pada dia ?” Shilla hanya dapat bertanya pelan takut akan melukai hatinya sendiri, ya, dia mencintai Alvin.
“ Jam berapa ini ??” Alvin mulai bertanya pada sahabatnya tanpa menghiraukan pertanyaan Shilla tadi, Shilla hanya dapat menghela nafas panjang sembari menahan buliran air mata yang bersiap menyeruak keluar.
“Jam 4.” Jawab Cakka sambil menatap jam dinding di kamarnya, kemudian ia kembalikan tatapan matanya ke arah Shilla.
“ Oke, aku pamit mau jemput adikku yang belajar melukis.”
“ Take Care Bro !”

><><><><><><><><><><><>< 

Kebetulan itu hanya terjadi sekali
Jika kebetulan terjadi dua kali maka itu namanya keberuntungan
Tapi jika kebetulan itu telah terjadi tiga kali maka itu namanya Takdir
Dan nantinya takdir yang akan menyatukan mereka

“ Kamu…” Walau samar karena jarak yang cukup jauh tapi itu cukup membuat Alvin benar-benar terkaget-kaget melihat Sivia yang kini sedang duduk manis bersama adiknya Acha.
“ Kakak…” Acha yang sangat manis ternyata adalah adik Alvin, dan adik Alvin itu ternyata adalah murid Sivia sang Putri Es. Sivia sendiri pun tak bisa memungkiri rasa kagetnya walau raut wajahnya masih tetap datar.
“ Ayo pulang !!” tanpa keluar dari mobilnya Alvin mengajak Acha pulang. Ini memang pertama kalinya Alvin menjemput Acha karena mmang hari ini sopir Acha sedang tidak masuk kerja karena sakit.

                Sivia sendiri tak menyangka kalau Acha adalah adik Alvin. Acha adalah seorang gadis manis yang berumur 14 tahun atau menginjak kelas 3 SMP. Sifatnya pun begitu baik, sangat berbanding terbalik dengan sang kakak. Memang sih wajah Alvin dan Acha memiliki sedikit persamaan tapi siapapun pasti tak menyangka kalau Alvin memiliki adik semanis dan seramah itu.


><><><><><><><><><>< 

“ Dia tadi siapanya Acha ?” Di dalam mobil Alvin mulai mengajukan pertanyaan kepada Acha.
“ Ohh.. Kak Sivia. Dia itu guru melukisnya Acha.” Tutur Acha.
“ Kamu enak diajar dia ?” Alvin mulai mencari informasi perlahan-lahan.
“ Enak lah, kak Sivia itu ramah, baik hati, pandai, cantik, apalagi kalau melukis ia sangat hebat.” Acha mengucapkan setiap pendapatnya tentang Sivia dengan sangat lancer.
“ Haahhh…”
“ Kenapa kak ?” tanya Acha sambil memandang kakak tersayangnya.
“ Gak papa kok.”
“ Bukannya dia satu sekolah dengan kakak ?? SMA Swasta Higashi ??”
“ Iya, tapi aku tak mengenalnya.” Alvin mengembalikan pandangannya ke arah jalan raya yang sudah cukup lengang.
“ Apakah itu Sivia yang aku kenal. Sivia Sang Putri Es.” Batin Alvin.
“ Tapi kenapa sikapnya bisa begitu berbeda dengan Acha.” Batin Alvin lagi.
“ Apa dia bermuka dua.” Alvin pun hanya bisa bertanya-tanya dalam batinnya sendiri.
“ Fool !!”

***********


*** Cerita ini jus for fun ***
*** Ayo kasih komentar !! Boleh lewat Fb dengan email FB m3i_poe3@yahoo.com atau lewat twitter @eimeinar ***