Rabu, 28 September 2011

Semua Karena Cinta


SEMUA KARENA CINTA

                Dua orang anak manusia itu sedang duduk bersama di salah satu bangku taman yang indah ini. Mereka berdua terlihat sangat mesra walau tak dapat dipungkiri, keduanya menyimpan kesedihan yang dalam. Salah satu dari mereka terlihat bangkit. Gadis dengan kacamata hitam yang melekat di matanya mulai meraba-raba bagian tepi bangku yang baru ia duduki tadi.

                Diambilnya sebuah tongkat pembantu jalan. Saat ia akan berjalan, tangan kokoh laki-laki yang bersamanya tadi menghentikannya. Itu tawaran untuk membantunya.

“ Gab, aku tak ingin merepotkanmu.” kata gadis itu pelan, tangannya berusaha menepis tangan laki-laki yang ia panggil Gab tadi.

“ Tapi aku ingin selalu ada untukmu.” balas laki-laki itu dengan sangat pelan.

“ Selalu ada bukan berarti selalu membantu kan ? Aku tak ingin selalu merepotkanmu.” Gadis itu tersenyum manis, laki-laki itu hanya tersenyum kecut, selalu saja ia kalah jika berbicara dengan gadis dihadapannya ini.

                Sang gadis mulai berjalan sambil menggerakkan tongkatnya ke kanan dan ke kiri. Ia mulai mencari jalan yang tepat agar bisa kembali ke dalam mobil.

“ Sivia tunggu aku.” Laki-laki yang tadinya hanya terdiam itu segera berjalan cepat untuk menyamai langkah kaki gadis yang ia panggil Sivia.

><><><><><><><><>< 

                Mobil kedua orang tadi mulai menembus jalanan Bandung yang masih cukup lengang. Di dalam mobil sekarang hanya tercipta keheningan dan kebisuan di antara mereka. Mereka berdua masih terlarut dalam pikirannya masing-masing.

“ Gabriel, aku mohon jangan terlalu memperlakukanku seperti tadi. Aku tau kalau aku buta tapi aku tak mau terlalu dikasihani. Aku masih bisa melakukan semuanya sendiri.” kata Sivia tegas. Gabriel hanya diam antara setuju dan tidak setuju.

“ Lagian, apakah kamu gak malu karena kamu pacaran sama gadis buta sepertiku. Gadis yang hanya bisa menyusahkanmu saja.” Sivia hanya tertunduk sedih sambil menggerakkan kakinya.

“ Kenapa kamu bilang begitu. Sudah beberapa kali aku bilang kalau aku cinta sama kamu bukan karena kau bisa melihat atau hanya sekedar cantik dari wajahmu. Aku cinta kamu karena hatimu.” ucap Gabriel dengan nada yang sangat serius, Sivia yang mendengarnya hanya tersenyum manis saja. Itu sebabnya ia begitu sayang pada Gabriel.

“ Dan apa kamu lupa kalau kamu buta itu karena aku.” Lanjutnya pedih. Jujur saja Gabriel benar-benar tidak rela dengan kebutaan Sivia. Dan memang seharusnya ia yang buta bukan Sivia.

“ Jangan ungkit masalah itu lagi. Aku melindungimu karena aku mencintaimu.” Tak lama Sivia pun tertidur, perjalanan Bandung Jakarta memang sangat melelahkan.

“ Aku mencintaimu Sivia.” Tatapan Gabriel menerawang jauh ke masa saat ia dan Sivia pertama kali bertemu, sampai mereka jadian, dan sampai musibah itu terjadi.

><><><><><><><><><>< 

** Flashback on **

11  Januari 2010

                Sivia sedari tadi menengok ke kanan dan ke kiri, mungkin sudah sekitar 15 menit ia berkeliling mencari ruang Kepala Sekolah tapi tak juga ketemu. Sampai akhirnya ia meleng dan menabrak seorang laki-laki.

“ BRUKKKK…”

“ Aduhhh…” rintih keduanya. Tidak lama Sivia menatap laki-laki yang ia tabrak. Kesan pertama yang Sivia dapat adalah Tampan.

“ Maaf tadi aku tidak melihat.” Sivia menundukkan kepalanya meminta maaf. Laki-laki itu hanya tersenyum.

“ Tidak apa-apa kok. Kamu tidak kenapa-napa kan ?” tanya laki-laki tampan itu. Kini ia sudah berdiri tegap di depan Sivia yang masih terduduk di lantai.

“ Gak kok. Aku baik-baik saja.” Sivia kemudian berdiri dan membersihkan roknya.

“ Aku baru pertama kali melihatmu. Benarkan ?” tanya laki-laki itu.

“ Benar, aku siswa baru disini salam kenal !” ucap Sivia dengan nada ramahnya, tak lupa ia berkan senyum untuk Gabriel.

“ Oh, kalau begitu perkenalkan namu Gabriel dan aku ketua OSIS disini. Semoga betah yaa.” Gabriel mengulurkan tangannya pada Sivia, dengan hangat Sivia menyambut uluran tangan itu.

“ Aku Sivia, bolehkah aku bertanya dimana ruang Kepsek ?”

“ Di ujung koridor sana.”

“ Terima kasih. Sampai jumpa Gab..”

** Flashback off **

><><><><><><><><><><><

                Gabriel memandang Sivia yang tengah tertidur pulas. Ia melepas salah satu tangannya dari stir mobil untuk mengelus kepala Sivia.

“ Aku janji akan selalu melindungimu.”

“ Selalu..”

><><><><><><><><><><>< 

** Flashback On **

13 Mei 2010

                Sudah beberapa bulan terakhir ini Gabriel menjadi sangat akrab dengan Sivia. Mereka berdua seperti tidak bisa terpisahkan. Tapi mereka berdua masih berstatus sahabat tidak kurang dan belum lebih. Hari ini Gabriel mengajak Sivia ke tempat yang sangat spesial. Tempat dimana ia akan mengungkapkan seluruh isi hatinya.

                Mata Sivia sekarang tertutup rapat oleh kain. Perlahan Gabriel terus menuntunnya berjalan ke suatu tempat.

“ Mau kemana sih kita, Gab.”

“ Tenang saja. Percayalah padaku.”

                Sivia pun diam dan tak banyak protes. Kali ini langkahnya terhenti karena tak merasakan adanya Gabriel yang menuntunnya berjalan.

“ Gab..”

“ Gab…”

“ Gabbb..” karena tak kunjung mendapat balasan, Sivia pun membuka penutup matanya.

                Sivia benar-benar terkejut mendapati dirinya berada di danau kesukaannya dan Gabriel. Pelan ia langkahkan kakinya mendekati danau itu. Langkahnya terhenti saat ia melihat foto dirinya dalam berbagai posisi yang menggantung indah di pohon.

                Mulutnya terkunci rapat, getar aneh merasuk ke seluruh tubuhnya. Pelan telinganya mendengar petikan gitar yang sangat merdu. Dilihatnya Gabriel yang berjalan tepat ke arahnya. Tangan Gabriel terus memetik gitar, pelan ia mulai bernyanyi. Ia menyanyikan lagi kesukaan Sivia Tercipta Untukku.

                Sivia menutup mulutnya, ia benar-benar terharu. Saat Gabriel meletakkan gitarnya di samping pohon, saat itu pula Sivia menghambur ke pelukannya. Gabriel hanya tersenyum tipis. Ia sangat tau kalau Sivia itu suka dengan hal-hal yang berbau romantis.

“ Ada apa sebenarnya ?” Sivia melepaskan pelukannya pada Gabriel dan menatapnya.

“ Aku cinta sama kamu. Maukah kamu jadi pacarku ?” Gabriel menatap Sivia tajam.

                Seandainya bisa Sivia ingin berteriak ‘Aku mau’ dan memeluk Gabriel lagi. Tapi karena rasa malu dan kaget yang masih menyelimuti dirinya ia hanya bisa mengangguk dan tersenyum malu. Tapi respon berbeda sangat ditunjukkan Gabriel. Setelah mendapat anggukan dari Sivia, segera ia gendong Sivia dan memutarnya di udara.

“ Makasihh Sivia…” teriak Gabriel dengan kencangnya, ia masih terus memutar tubuh Sivia di udara.

** FlashBack Off **

><><><><><><><><><>< 

                Gabriel masih serius dengan jalanan yang ia lalui. Matanya sesekali melirik ke arah Sivia. Jika ia ingat dengan kondisi Sivia yang sekarang, hatinya benar-benar sakit. Andai saja Sivia tidak melindunginya, mungkin Sivia tidak akan buta. Tapi dia akan tetap melihat dan ceria.

                Kadang rasa bersalah benar-benar menghinggapinya kalau ia mendegar Sivia menangis dan berucap pada Tuhan dalam doanya. Di depan orang lain Sivia memang terlihat tegar tapi di belakang semua itu, ia sangat rapuh.

                Sivia, kadang bisa setegar batu karang namun juga serapuh kapas.

><><><><><><><><><>< 

** FlashBack On **

                Di lantai dua ini Gabriel sedang asyik berbicara dengan sahabatnya Alvin. Murid lain pun sibuk berbincang-bincang entah membahas soal pelajaran tadi, pacar, ataupun gosip para artis yang sedang beredar. Ada juga yang berdandang di sepanjang koridor lantai dua, lantai dua sekolah ini memang dibatasi oleh kaca, jadi beberapa siswa bisa menggunakannya untuk berdandang. Di ujung tangga lantai dua, terlihat SIvia sedang bersama Ify sahabatnya. Keduanya masih asyik berceloteh ria.

                Sivia yang sudah mulai bosan berbicara terus. Mulai memperhatikan sekelilingnya, matanya kini tertumbu pada Gabriel dan Alvin yang sedang asyik berbincang. Sivia mulai memandang keluar kaca. Matanya tiba-tiba saja terbelalak saat melihat sebuah bola baseball siap menembus kaca besar dibelakang Gabriel. Tanpa pikir panjang Sivia berlari ke arah Gabriel.

                Anak yang lain mulai memperingatkan Gabriel. Tapi reflek Gabriel menoleh ke belakang tepat ke arah kaca dan bola baseball itu.

“ PRAANGGGGGG….”

“ BUKKKK…”

“ AAAAAAA…..” Semua murid berteriak hebat melihat adegan itu.

                Terlihat Gabriel yang tersungkur karena dorongan kuat kuat dari Sivia. Sedang Sivia sendiri sudah menangis keras. Tapi hal ini menjadi sangat menakutkan ketika tangisan Sivia itu bercampur dengan darah dari matanya. Dengan cepat Gabriel membawa Sivia ke Rumah Sakit.

~~~~~~~~~~~

“ Bagaimana dok, kondisi putri saya ?” tanya Pak Jon, ayah Sivia.

“ Maaf, pecahan kaca itu terlalu dalam dan mengakibatkan kebutaan pada anak anda.” Sang dokter hanya menghela nafas panjang.

                Semua yang ada disana merasa tubuhnya lemas tak bertenaga. Terlihat Ibu Linda, ibu dari Sivia yang sudah pingsan. Ify pun menangis tersedu di pelukan Alvin. Gabriel hanya diam, tertunduk, dan menangis tanpa suara.

“ Ini semua kesalahanku..” ucapnya lirih disela isakannya.

“ Salahku…”

** Flashback Off **

><><><><><><><><>< 

“ Aku sayang padamu Vi.” Gabriel mencium lama kening Sivia. Ia kini sudah berada di kamar Sivia. Pelan ia berjalan menjauh dari ranjang Sivia.

“ Gabriel..” panggil Bu Linda saat Gabriel turun dari tangga.

“ Iya tante ada apa ?” tanya Gabriel sopan.

“ Sivia sudah mendapatkan donor kornea.” Ibu Linda terlihat sangat bersemangat dan tersenyum manis, senyum yang benar-benar mirip dengan senyum Sivia.

“ Tante, serius ?” Gabriel juga berubah menjadi sangat bersemangat setelah mendengar berita itu.

“ Iya, sayang. Lusa sudah bisa operasi kalau kondisi Sivia baik.”

><><><><><><><><><>< 

                Beberapa hari setelah operasi Sivia sudah bisa melihat. Dan hari ini adalah aniv ke 1 tahun Gabriel dan Sivia jadian dan hari ini pula hari dimana Sivia keluar dari Rumah Sakit. Sore ini Gabriel berencana akan dinner bersama Sivia.

                Sivia benar-benar terlihat cantik sore ini. Dengan terburu-buru, Sivia turun dari tangga dan berpamitan kepada kedua orang tuanya. Kali ini Gabriel tidak menjemput Sivia, melainkan menunggu Sivia di tempat yang sudah dijanjikan.

                Sivia mengendarai mobilnya dengan sangat hati-hati. Jalanan memang cukup sepi karena hujan deras mengguyur kota Jakarta. Tiba-tiba saja ponsel Sivia bergetar. Dengan hati-hati Sivia mengambil ponselnya dan melihat pesan yang masuk.

From : Gabbbkuu
Gak usah terburu-buru
Hati-hati sayang,
Hujannya deras banget.

                Sivia hanya tersenyum dan kembali melajukan mobilnya. Dilihatnya jam di mobilnya, sudah lebih dari setengah jam dari waktu janjian mereka berdua. Sivia melajukan mobilnya agak cepat, tapi tiba-tiba perasaanny tidak enak. Di depannya tepat ada sebuah truk yang kehilangan kendali. Sivia membanting Stir mobilnya dan…


“ BRRRAAAAAKKKKKKK….”

Aku ingin engkau slalu
Hadir dan temani aku
disetiap langkah
yang meyakiniku
Kau tercipta untukku
Meski waktu akan mampu
Memanggil seluruh ragaku
Ku ingin kau tau
ku slalu milikmu
yang mencintaimu
sepanjang hidupku

**** end ***

*** makasih buat yang udah mau baca ***
*** berikan jejak kalian buat penulis yaa **





Kamis, 22 September 2011

Lihat Lebih Dekat Part 9


Lihat Lebih Dekat Part 9
~ Hubungan Mereka ~


                Rio sedang duduk sambil membaca serius buku yang tebalnya tak terkira itu. Ia sedari tadi benar-benar fokus dengan buku yang ia baca. Ia punya sebuah tujuan dengan membaca buku itu. Di lain pihak seorang gadis cantik berjalan menghampirinya pelan. Di tangannya terlihat sebuah kotak bekal lucu bergambar Hello Kitty. Semakin lama gadis itu semakin dekat dengan Rio yang sedang asyik membaca buku.

“ Kak Rio..” panggil gadis itu pelan, ia pun langsung duduk di sebelah Rio.

“ Ify..” Rio memalingkan wajahnya untuk menatap gadis yang baru saja memanggilnya. Ia pun memberikan senyuman manisnya untuk gadis itu, Ify.

“ Ini..” Ify menyodorkan kotak bekalnya untuk Rio. Rio terdiam sesaat.

“ Makan aja, aku tau kok kalau kakak belum makan kan.” Rio tersenyum senang menatap kotak bekal itu, segera di ambilnya kotak bekal itu dari tangan Ify.

                Rio mulai memakan nasi goreng yang sudah Ify siapkan. Sementara Ify terus memandang buku yang tadi Rio baca.

“ Jantung…” lirihnya pelan, matanya masih tak lepas pada cover buku tebal itu. Rio menghentikan aktivitas makannya sejenak dan menatap Ify dalam. Ify yang ditatap seperti itu hanya menghela nafas panjang.

“ Aku harap jantung buatan itu akan lebih bisa bertahan lama.” ucap Ify lirih, matanya menerawang jauh ke atas langit.

“ Itu harapanmu ??” Rio meletakkan kotak makannya  dan menuntun Ify untuk menatapnya. Ify hanya menggeleng kuat.

“ Gak, yang paling aku harapkan adalah dia segera mendapatkan donor jantung.” Rio menatap Ify penuh arti.

“ Andai saja aku bisa mendonorkan jantungku untuknya.” Rio segera meletakkan jari telunjuknya di bibir Ify setelah Ify selesai berkata begitu.

“ Kalau begitu aku takkan siap kehilanganmu bahkan tak pernah siap.” Rio menggenggam erat tangan Ify, memandang tajam kedua bola mata Ify.

“ Aku akan terus belajar masalah jantung agar bisa selalu merawatnya. Agar dia tetap bisa bertahan sampai nanti.” Rio mengelus pelan kepala Ify, Ify hanya tersenyum tipis.

“ Dan aku harap kau juga kuat dengan segala cobaan yang kamu hadapi.”

“ Jika ada masalah, datanglah padaku ! Aku akan selalu ada untukmu.”

                Rio mulai mengedarkan pandangannya ke sekitar mereka. Sekolah masih cukup sepi apalagi di lapangan, tempat mereka berdua sekarang. Dengan secepat kilat Rio mencium pipi Ify. Ify melongo karena terkejut, perlahan semburat merah mulai memenuhi pipinya.

“ Makasihh fy sarapannya, dan makasih juga bonusnya..” Terlihat Rio memegang pipinya sambil berjalan cepat meninggalkan Ify, Ify sendiri hanya tertunduk malu. Ia benar-benar malu.

“ Kak Riooo….”

><><><><><><><><><><>< 

Gadis itu duduk di tempat paling indah di SMA Swasta Higashi, atap sekolah. Sesekali ia tersenyum riang sambil menggoreskan pensilnya di buku gambar kecilnya. Pelan tapi pasti ia menggambar keadaan sekolah mereka dari atas sana. Mungkin hanya butuh 5 menit untuk menyelesaikan sketsanya. Dan hasilnya benar-benar luar biasa, sangat indah. Tanpa gadis itu sadari, sedari tadi ia dipandangi oleh seorang laki-laki tampan. Bahkan laki-laki itu kini tepat berada di sampingnya.

“ Sketsa buatanmu benar-benar bagus.” ucap laki-laki itu, gadis yang sedari tadi asyik melukis itu terkejut dan segera membalikkan wajahnya ke asal suara.

“ CUP…” pipi Sivia mendarat tepat di bibir Alvin. Yah, jarak mereka sangat dekat jadi saat Sivia memutar wajahnya pipinya sudah berada di bibir Alvin.

                Dengan cepat kedua orang itu menjauhkan wajahnya. Semburat merah mulai memenuhi wajah mereka. Wajah yang sebelumnya berwarna putih bahkan sudah berubah merah.

“ Kenapa kamu ada disini ??” tanya Sivia dingin, ia mulai bisa mengusai perasaannya lagi.

“ Ini kan tempat favoritku. Lagian ini juga sekolahku. Jadi aku bisa dimana saja sesukaku.” Alvin merebahkan tubuhnya disebelah Sivia. Ia memejamkan matanya erat sambil menikmati hembusan angin pagi yang benar-benar menyegarkan.

“ Sekolahmu kau bilang, kamu itu cuma anak pemilik sekolah bukan pemilik sekolah ini.” Sivia bersiap berdiri saat tangan Alvin mencegahnya.

“ Maukah kamu menemaniku sebentar.” tutur Alvin, posisinya kini sudah tidak tidur lagi namun duduk rapat disebelah Sivia.

“ Maaf, aku gak mau.” tolak Sivia tegas, Sivia pun berdiri lalu mengibaskan roknya sebentar. Sivia mulai berjalan meninggalkan Alvin.

“ Heii, Putri Es yang punya senyum indah.” Sivia yang merasa risih dipanggil seperti itu membalikkan badannya dan menatap Alvin tajam.

“ CKREEEKK…” Sivia melongo tak percaya ketika tau bahwa dia baru saja dipotret oleh Alvin.

“ dasar cowok gila !!” umpat Sivia pelan, ia pun menuruni tangga, meninggalkan Alvin sendirian di atap sekolah.

“ Dasar cewek jutek, dingin, tapi cantik.” Alvin tersenyum sambil melihat foto Sivia yang baru saja ia ambil. Foto alami yang benar-benar menawan.

“ Kamu itu benar-benar menarik.”

><><><><><><><><><><>< 

“ Pagi Zahra..” sapa Chris pada Zahra yang sedang asyik melamun di depan kelas.

“ Apasih kamu, pergi sana aku gak suka melihatmu.” Zahra akan beranjak tapi tidak jadi karena Chris menghadangnya.

“ Kenapa kamu ikut benci padaku, bukankah yang harusnya benci padaku itu cuma Alvin.” Zahra terdiam sejenak mendengar penuturan Chris, semua yang dikatakan Chris itu masih terlalu mengambang.

“ Bukan !! Bahkan Alvin pun tak berhak membenciku. Harusnya aku yang benci padanya.” Chris berkata dengan nada yang benar-benar sinis, Zahra tertegun, dalam otaknya ia membenarkan semua perkataan itu tapi jauh di dalam hatinya ia tak setuju dengan semua itu. Hatinya jauh memilih Alvin sebagai pembenaran.

“ Bu..kan..” Agak tersendat Zahra mengucapkannya. Chris hanya tersenyum miring. Ia mendekatkan wajahnya ke wajah Zahra.

“ Kamu takkan bisa menyangkal, begitu juga dengan mereka.” Mulut Chris benar-benar berbicara dengan lancar di telinga Zahra.

“ Karena memang aku yang benar.”

“ Sampai jumpa di kelas Zahra Anindita Putri.” Chris berjalan meninggalkan Zahra yang masih terpaku di tempatnya.

“ Hei Zahra..” Suara bass dari laki-laki itu benar-benar menghentikan kebisuan Zahra. Zahra mendongak dan menatap laki-laki di hadapannya.

“ Gabriel..” lirihnya pelan, Gabriel sendiri hanya tersenyum manis.

“ Panggil Iel aja, biar gak kaku.” Zahra mengangguk mengerti.

“ Ada apa Iel ??” Agak canggung Zahra menyebut nama Iel.

“ Ini..” Gabriel menyodorkan saputangan milik Zahra yang tempo hari ia pinjamkan.

“ Makasih banyak waktu itu udah nolong aku.” tutur Gabriel, Zahra hanya tersenyum manis dan mengangguk.

“ Oh iya tadi kulihat kau bersama Chris. Ada apa ?? Kenapa tadi kau terlihat begitu tegang ??” Gabriel menatap Zahra yang sekarang menunduk.

“ Maaf, kurasa ini bukan urusan kamu.” Zahra agak tersenyum getir sambil mengatakan itu.

“ Sudahlah tak apa.” Gabriel tersenyum, ia benar-benar mengerti kalau ini bukan urusannya.

                Zahra dan Gabriel pun terlibat pembicaraan yang sangat asyik. Zahra sendiri merasa jantungnya terus berdegup kencang setiap kali melihat senyum dari Gabriel. Apakah ini yang namanya cinta ?? Entahlah. Keasyikkan mereka berdua terganggu saat Sivia datang dan membawa Gabriel pergi.

“ Huhh, dasar cewek pengganggu.”  Gerutu Zahra dan berjalan masuk ke dalam kelas.

><><><><><><><><><>< 

“ Kamu tadi bicara apa sama dia ?” Sivia memandang sekelilingnya, sekarang ia sedang berada di taman sekolah bersama Gabriel.

“ Bukan apa-apa kok.” Gabriel tersenyum seraya mencubit pipi Sivia.

“ Iihh., kebiasaan deh Gab.” Sivia menepis pelan tangan Gabriel dari pipinya. Gabriel sendiri hanya tersenyum penuh arti.

“ Siviaaa… Gabrielll..” Laki-laki itu memanggil Sivia dan Gabriel dari ujung lapangan. Tak lama terlihat ia berlari kecil ke arah Gabriel dan Sivia.

“ Sivia, maaf kemarin aku membuat moodmu rusak.” Kata laki-laki itu sekenanya, Sivia sendiri hanya mengangguk.

“ Siv, kamu udah punya pacar ??” tanya laki-laki itu, Sivia dan Gabriel hanya mendelik sebal.

“ Kenapa kau bertanya hal yang seperti itu ?? Tidak adakah pertanyaan lain yang bisa kau lontarkan ??” Agak kesal Sivia berkata itu, laki-laki itu sendiri hanya menggeleng mantap.

“ Huhh, Chriss kau bukan siapa-siapa aku. Kau tak berhak bertanya seperti itu.” Sivia kembali pada nada dinginnya. Chris sendiri hanya tertawa kecil.

“ Aku kan teman sekelasmu, lagian aku suka padamu sejak pandangan pertama.” Chris segera duduk di sebelah Sivia. Dengan cepat Sivia berpindah posisi duduk. Sekarang Gabriel berada di tengah Sivia dan Chris.

“ Love at the first sight.” ucap Chris lagi. Sivia mendelik tajam, Gabriel mulai gelisah.

“ Maaf, aku gak percaya cinta pada pandangan pertama. Cinta itu ada karena terbiasa.” Tutur Sivia secara jelas, Chris hanya tersenyum kecil, Gabriel menarik nafas lega.

“ Itu emang benar, aku cuma ingin Alvin kehilangan cintanya seperti aku kehilangan cintaku.” Chris hanya dapat mengatakan itu dalam hatinya. Ia terus menatap Sivia.

“ Benar-benar perempuan yang bertolak belakang dengan Keke.” ucap Chris lirih, Sivia diam ia tak mendengar gumaman Chris tapi Gabriel mendelik tajam. Ia sadar ada sebuah niat di ucapan Chris tadi.

“ Siv, ayo pergi saja.” Dengan cepat Gabriel menarik tangan Sivia. Sivia hanya pasrah mengikuti Gabriel.

                Chris masih terpaku di tempatnya saat ia melihat Gabriel dan Sivia sudah berjalan cukup jauh.

“ Siv, kamu tadi bilang. Cinta itu ada karena terbiasa, apakah mungkin kau akan cinta padaku ??” tanya Gabriel jujur, Sivia menghentikan langkahnya dan menatap Gabriel tajam.

“ Sahabat dan cinta itu berbeda. Aku sayang padamu tapi tak lebih dari seorang sahabat. Dan aku tak ingin mengecewakanmu karena mungkin waktuku sudah tak lama lagi.” Sivia menatap langit, menatap jauh kesana. Gabriel masih membisu, tapi perlahan tangannya bergerak dan mengelus kepala Sivia.

“ Aku akan memberikan seluruh waktuku untukmu.” Tuturnya pelan, Sivia berbalik menatap Gabriel.

“ Jangan mulai lagi Gab.” Lirih Sivia.

><><><><><><><><>< 

“ Kka, apakah dengan kedatangan Chris peluangku mendapatkan hati Alvin semakin sempit ??” Kini Cakka dan Shilla tengah asyik menikmati jalanan yang masih sepi. Memang sengaja hari ini mereka berangkat sekolah bersama.

“ Jangan pesimis tapi kau juga harus tau. Cinta itu tak harus memiliki.” Cakka menatap gadis yang ia cintai sekilas, kemudian ia kembali fokus ke jalanan.

“ Sama seperti cintaku padamu..” lanjutnya dalam hati.

“ Aku mencintaimu Shill bahkan cintaku lebih dari cintamu pada Alvin.” Cakka tetap terdiam dalam pikirannya, kenapa begitu sulit untuk mengungkapkan isi hatinya.

“ Aku takut, Ia kembali pada bayang-bayang Keke. Aku takut ia kembali mencintai sosok itu lagi.” Tutur Shilla pelan, entah kenapa ia merasa sangat rapuh ketika mengingat kenangan-kenangan pahitnya dulu.

“ Tak mungkin, Keke sekarang bukanlah sesuatu yang nyata.”

“ Yang harus kau waspadai sekarang adalah Putri Es, Sivia Imelda Puri.” Cakka tetap berkonsentrasi pada jalanan, Shilla sendiri hanya tersenyum pahit. Kenapa ia selalu mendapat seorang saingan dalam masalah cinta.

“ Tapi mungkin Alvin belum sadar akan perasaannya pada Sivia.” ucap Cakka lagi, sebenarnya ia merasa sangat berat mengatakan itu. Mungkin karena rasa sayang yang terlalu besar sampai ia mau mengorbankan perasaannya sendiri.

“ Ya, dia itu memang tak peka.” Balas Shilla, matanya kembali menatap ke depan.

><><><><><><><><><><>< 

“ Alvin aku akan menghancurkan cintamu, yang bahkan belum kau sadari sampai saat ini.” Chris hanya menatap foto Alvin dan dirinya dalam ponselnya. Foto mereka berdua itu terlihat begitu dekat dan akrab.

><><><><><><><><><><>< 

“ Tuan Johan Karisma, kami sudah banyak tau tentang gadis itu.”

“ Oke jelaskan padaku tentang dia.”

…………………………………………………

“ Aku mengerti, kalau begitu jangan ganggu hubungan mereka. Aku mengerti kalau dia gadis baik-baik.”

><><><><><><><><><><>< 

“ Hai Putri Es..” Alvin memulai ejekannya lagi. Sivia sendiri tidak memberi respon apa-apa.

“ Senyummu itu manis banget lho.” Goda Alvin lagi, kali ini Sivia tidak tinggal diam. Ia menggebrak keras mejanya.

“ Dasar cowok rese..” Sivia mulai berjalan meninggalkan Alvin tapi tubuh tegap Alvin benar-benar menghalanginya.

“ Aku akan sebarkan foto ini jika kau tak mau mengikuti semua perintahku.” Alvin memperlihatkan foto Sivia yang sedang tersenyum manis. Sivia sendiri tersentak kaget, ia tak menyangka kalau Alvin telah memotretnya diam-diam. Tangan Sivia kini menggenggam kuat.

“ Silahkan saja, Tuan Alvin Adhika Karisma.”

“ Ini sebuah tantangan dari saya !!” Lanjut Sivia sambil tersenyum sinis. Sementara Alvin tersenyum licik.

“ Ini maumu…”

                Dengan cepat Alvin menekan tombol send. Dan kini mungkin semua murid Higashi yang punya ponsel sudah dapat melihat foto itu.

“ You are very stupid !!” Sivia menunjuk tepat di dada Alvin. Tak lama ia berjalan meninggalkan Alvin yang tersenyum licik.

“ And You are the beautiful girl.” teriaknya keras, Sivia melengos sebal. Kini seluruh ruang kelas itu kata cieee.

                Zahra dan Gabriel yang berada di dalam kelas hanya melongo. Shilla sendiri terpaku melihat adegan itu di ambang pintu kelas, Cakka menghela nafas berat sebelah tangannya menggenggam tangan Shilla erat, mencoba menguatkan walau hatinya sendiri terluka. Terlihat dari jendela Chris yang sedang tersenyum licik.

“ It’s show time baby.”

************


_mei_

Sabtu, 10 September 2011

Lihat Lebih Dekat Part 8


Lihat Lebih Dekat Part 8
~ Dia Kembali !!! Musuh Atau Sahabat ??? ~

                Beberapa hari terakhir ini Alvin benar-benar merasa ada sesuatu yang hilang dari harinya. Mungkin karena gadis yang biasa menemaninya bertengkar tidak masuk sekolah dengan tenggang waktu yang cukup lama, 1 minggu. Rasa penasaran tentang bagaimana keadaan gadis itu pun sebenarnya telah memenuhi pikirannya. Tapi rasa gengsinya terlalu besar walau sekedar untuk bertanya pada sahabat-sahabat gadis itu.

                Tapi pagi ini mungkin akan berbeda, bahkan sangat berbeda. Ketika ia masuk ke dalam kelas dilihatnya gadis itu sudah duduk manis di bangkunya bersama para sahabatnya. Ia sedang membaca buku sementara kedua sahabatnya asyik berceloteh ringan. Alvin pun mengembangkan sedikit senyum tipisnya. Entah kenapa ia begitu senang melihat gadis itu duduk dibangkunya lagi.

                Sementara para sahabat Alvin hanya memasang tampang bingung. Bukankah beberapa detik yang lalu laki-laki ini masih asyik melamun. Tapi sekarang ia tersenyum !! Mereka mengikuti arah pandangan Alvin. Dan yang mereka dapatkan adalah Sivia, Sang Putri Es yang sudah beberapa hari ini tidak masuk sekolah.

                Tanpa sadar Shilla menarik lengan Alvin. Ia cemburu. Alvin memandangnya lekat dan tersenyum seraya mengacak rambut Shilla. Shilla pun tersenyum mendapati perlakuan manis dari Alvin. Sedang disana Cakka hanya tersenyum miris. Di satu sisi ia cemburu tapi disisi lain ia bahagia karena Shilla juga  bahagia.

“ Alvin..” panggil Sivia ketika melihat Alvin melewatinya. Alvin pun langsung menatap Sivia.

“ Ada apa ?” tanya Alvin sambil menatap setiap lekuk wajah Sivia, wajah yang entah sejak kapan telah mengisi relung hatinya.

“ Jangan menatap aku seperti itu. Aku cuma mau bilang terima kasih dan jangan kasih tau siapa-siapa soal kejadian di UKS.” Sivia kali ini bicara tanpa ada nada dingin, mungkin menghilangkan nada dingin dari ucapannya adalah bentuk terima kasih darinya.

“ Hahhh..”

“ Kau pasti mengerti.” Sivia segera menutup buku di tangannya lalu berjalan keluar kelas.

“ Sivia, mau kemana kamu ?” Ify berteriak cukup keras ketika Sivia sudah sampai di depan pintu kelas.

“ Toilet..” jawabnya singkat dan pergi berlalu begitu saja.

><><><><><><><><>< 

“ BUKKK….”

“ Aduhhhh..” rintih Sivia sambil memegangi kakinya yang terasa sakit.

“ Ehh.., sorry. Kamu gak papa kan ?” tanya orang yang menabraknya. Sivia mendongakkan wjahnya menatap wajah orang yang menabraknya. Orang itu sama sekali tidak jatuh bahkan ia tidak bergerak dari tempatnya sedikit pun.

“ Ga papa kok.” balas Sivia dengan nada dinginnya. Ia segera berdiri dari jatuhnya. Dan mulai berjalan meninggalkan orang itu.

“ Ehh., maaf. Ruang kepsek ada dimana ?” tanya orang itu lagi. Sivia pun menghentikan jalannya dan menunjuk sebuah ruangan di ujung koridor. Orang itu hanya membungkuk, tanda terima kasih. Sivia pun melanjutkan jalannya untuk kembali ke kelas.

“ Alvin aku datang untukmu..” orang tadi hanya tersenyum sinis sambil mengatakan itu.

><><><><><><><><>< 

                Bel sudah berbunyi, semua murid sudah bersiap di bangkunya sambil menunggu sang guru datang. Akhirnya guru yang ditunggu pun datang tapi dia tidak sendiri, dia bersama seorang anak laki-laki tampan.

“ Bukankah itu laki-laki yang menabrakku tadi.” gumam Sivia sambil memandang seorang laki-laki yang sedang berdiri bersama dengan Guru Bahasa Indonesianya.

“ Hahh., kamu bilang apa vi ?” tanya Ify yang tanpa sengaja mendengar gumaman Sivia.

“ Bukan apa-apa kok.” balas Sivia dengan nada yang tenang, ia kembali memfokuskan pikirannya pada bukul tebal yang ia baca sebelumnya.

                Sementara itu di pojok belakang kelas seorang laki-laki benar-benar menahan emosinya. Kedua tangannya sudah terkepal kuat, bahkan wajahnya yang semula putih telah bersemu merah akibat menahan marah. Sementara ketiga sahabatnya hanya memandang cemas laki-laki itu, mereka takut hal itu terjadi lagi.

“ Ayo perkenalakan nama kamu.” Perintah sang guru Bahasa Indonesia.

“ Baik, nama saya Christoffer, tapi kalian boleh memanggil saya Chris.” Laki-laki itu mengembangkan senyumnya. Senyum yang cukup bisa membuat beberapa murid perempuan terlena. Kemudian tatapan Chris jatuh pada seorang laki-laki yang berada dipojok kelas.

“ Halo Alvin Adhika Karisma. Kangen nih !!” katanya dengan senyum sinis. Sementara Alvin sudah benar-benar tak bisa menahan emosinya.

“ BRAAKKKKK…” pertemuan antara tangan Alvin dan meja benar-benar terdengar keras dan nyaring.

“ Hei, cepat kamu keluar dari sekolahku !!” bentak Alvin kasar. Chris hanya bisa tersenyum miring sembari terkekeh geli.

“ Jangan mentang-mentang kamu anak dari pemilik sekolah kamu bisa mengusir murid lain seenaknya. Lagian sekolah ini punya ayahmu bukan punyamu.” Beberapa murid terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya. Sementara Alvin semakin geram dengan kelakuan Chris, murid baru yang entah ada hubungan apa dengan Alvin.

“ Kenapa kalian mengangguk. Apa kalian mau dikeluarkan juga !!” Bentakan Alvin semakin kasar. Cakka, Shilla, dan Zahra sudah mencoba menenangkan Alvin yang semakin naik pitam. Semua anak langsung terdiam ditempatnya. Mereka takut, lebih tepatnya tak mau cari masalah.

“ Apa kau lupa dengan sahabat lamamu, Alvin.” Chris berkata dengan nada yang sangat menusuk. Alvin segera berjalan cepat ke arah Chris dengan seluruh emosinya.

“ Siapa yang sahabatmu., HAHH… !!” Alvin berkata tepat di muka Chris sembari menarik kerah baju Chris.

“ Aku !! Apa kau amnesia Alvin ?”

“ Bahkan aku ini saudaramu..”

“ Zahra, Cakka, Shilla apa kalian juga telah melupakan sahabat kalian ini.” Chris memandang bergantian ke empat ‘sahabat lamanya’ itu.

“ Cihh..” umpat Cakka, tangannya pun sudah terkepal dengan kuat. Sementara Shilla dan Zahra hanya terpaku ditempatnya, mereka seakan tak percaya menatap laki-laki itu sekarang berada di depan kelas, di hadapan mereka.

                Alvin dan Chris sudah saling menatap tajam. Aura pertengkaran pun sangat terasa diantara mereka. Dan saat Alvin akan melayangkan pukulannya.

“ BUKK…”

“ BUKK..”

                Dua buku tebal melayang tepat di muka Alvin dan Chris. Tatapan mata kedua laki-laki itu kini beralih tepat ke arah gadis yang baru saja ‘menghadiahi’ mereka sebuah buku.

“ Kalian itu kalau mau bertengkar, di luar sana !! Aku kesini mau belajar bukan mendengar atau melihat kalian bertengkar.” Sivia berkata seperti itu dengan nada sinis dan dinginnya. Ia pun kembali duduk. Sedang Alvin sedari tadi terus menatap Sivia sampai akhirnya ia memutuskan untuk duduk kembali.

                Chris hanya menatap Alvin bingung, tumben sekali seorang Alvin menuruti perintah seseorang, bahkan orang itu bukan sahabatnya. Tak lama Chris tersenyum penuh arti.

“ jatuh cinta ternyata..” gumam Chris lirih, ia kemudian menatap Sivia penuh arti.

“ Chris, kamu duduk disebelah Gabriel.” perintah Guru Bahasa Indonesia mereka. Chris hanya menurut dan berjalan ke tempat duduk yang ditunjuk sang guru.

><><><><><><><><><>< 

“ Gab., ayo ke kantin.” ajak Ify sambil menarik tangan Gabriel. Sivia hanya mengikuti dibelakang.

“ Ehh..” perkataan Chris terpotong karena Gabriel sudah menghilang duluan. Chris hanya bergumam sebal sambil berjalan menuju kantin.

><><><><><><><><><>< 

“ Siallll…” Alvin memukul batang pohon di depannya. Tanpa ia sadari darah segar mulai mengalir di tangannya.

“ Sudahlah, Vin. Tenanglah, kita takkan bisa mengadapinya dengan emosi.” Shilla segera menarik tangan Alvin. Menyiram lukanya dengan air mineral dan membalutnya dengan sapu tangan miliknya.

“ Sial., aku gak nyangka dia balik lagi.” Alvin menutup wajahnya dengan telapak tangannya.

“ Tenang vin..” Zahra dan Shilla mengelus punggung Alvin. Sedang Cakka sedari istirahat tadi sudah tak terlihat.

“ Sialll.. banget !! Chrissss….” teriak Alvin keras. Zahra dan Shilla pun memahami apa yang terjadi dengan Alvin.

><><><><><><><><>< 

“ Vi, makan dulu.” Rio menyodorkan nasi gorengnya pada Sivia. Sementara Sivia menggeleng dan menyodorkan kembali nasi goreng dari Rio.

“ Gak kak, perut Via lagi gak enak banget buat dikasih makan.”

“ Nah, maka dari itu cepat makan.” suruh Rio yang sudah mulai gemas dengan tingkah Sivia.

“ Gak kak Rio..” tolak Sivia lagi.

“ Ya udah kalau kamu gak mau buat aku aja ya vi..” Ify bersiap mengambil nasi goreng milik Rio kalau saja tangan Gabriel tak menjitak kepalanya.

“ Aduhhhh.., apasih Gabb..” protes Ify sambil manyun sedang Sivia dan Rio hanya diam menahan tawanya.

“ Itu kan makanan buat Via., bukan buat kamu dodol.” ejek Gabriel sambil menjulurkan lidahnya.

“ Ihhh.. toh Vianya gak mau.” kata Ify, Sivia hanya mengangguk dan menyodorkan nasi goreng Rio pada Ify. Ify hanya tersenyum senang dan langsung melahapnya, sementara Rio tersenyum menatap gadis yang ia sayangi. Gabriel hanya geleng-geleng kepala.

“ Ehh.. fy. Itu tadi bekasku lho, jadi kita udah ciuman tidak langsung dong.” goda Rio sambil mengedipkan matanya. Ify terpaku sejenak.

1 detik..

2 detik..

3 detik..

“ BRUSSHHHH…”

“ Ihhh., Ify jorok banget sihh…” protes Sivia dan Gabriel yang terkena semburan nasi goreng dari Ify. Segera Sivia dan Gabriel mengambil tisu di depan mereka dan membersihkan muka mereka dari butir-butir nasi goreng. Ify sendiri hanya cengengesan lalu ia kembali menatap Rio dengan tatapan serius.

“ Kak Rio, kamu gak serius kan ?” tanya Ify takut bercampur malu.

“ Enggak Ify cantik, aku cuma bercanda doang kok.” kata Rio sambil mengelus kepala Ify. Semburat merah pun mulai memenuhi wajah cantik Ify.

“ Hahh.., syukur deh. Kalo gitu, mari makan kembali !!” Ify kembali melanjutkan acara makannya, sedang Sivia, Rio, dan Gabriel hanya geleng-geleng kepala sambil tersenyum.

“ Haiii…” sapa seorang laki-laki. Sivia, Rio, dan Gabriel pun mendongakkan kepala mereka sedang Ify masih asyik dengan nasi gorengnya.

“ Kamu ngapain kesini ?” tanya Gabriel sambil tersenyum.

“ Mau gabung, habis gak ada tempat lagi. Boleh ??” pinta laki-laki itu, terlihat ia membawa satu mangkuk bakso dan jus jeruk.

“ Boleh kok..” balas Gabriel ramah, tanpa aba-aba laki-laki itu langsung duduk disamping Sivia.

“ Terima kasih !! Oh ya nama kalian siapa aja ??” tanya laki-laki itu sambil memakan baksonya.

“ Aku Rio kakak dari Sivia.” kata Rio sambil mengelus kepala Sivia yang duduk didepannya. Sivia hanya menatap tajam ke arah Rio. Seolah mengatakan – jangan elus-elus deh -.

“ Ify..” Ify sejenak menghentikan aktivitas makannya untuk sekedar menyebutkan namanya.

“ Sivia..”

“ Kamu cantik yaa..” Chris mulai melancarkan aksi gombalnya. Gabriel sedikit mendelik tak suka.

“ Biasa aja tuh. Udah makan aja sana.” Sivia segera berdiri dan langsung berpindah duduk di samping Rio.

“ Maaf, dia gak terlalu suka dipuji.” Rio pun menjelaskan pada Chris. Chris hanya manggut-manggut.

“ Maaf ya via.” Ucap Chris, tapi Sivia sama sekali tak memberinya respon atas permintaan maaf dari Chris.

“ Chrisss…..” Teriakan itu memenuhi seluruh kantin.

“ Apasih, aku belum budek tau.” balas Chris ketika melihat siapa yang memanggil namanya.

“ Baru tadi ketemu di kelas, masih kangen sama aku..” balas Chris dengan nada yang benar-benar sinis.

“ Kamu cepet pergi dari sekolah ini. Kamu harus tau kalau kamu itu bencana bagi Alvin.” ungkap Cakka jujur.

“ Kehadiranmu itu sama sekali gak berarti…”

“ Bodo., Emang penting gitu !! Yang penting itu, aku seneng.”

“ Kamu itu benar-benar RESEE…” Cakka menarik kerah baju Chris, sedang Chris masih menunjukkan ekspresi datarnya.

“ Ahhh.., kalian mengganggu acara makan orang aja sih.” Sivia berkata dengan nada dinginnya lalu segera berlalu meninggalkan meja itu.

“ Jadi gak napsu..” Ify juga ikut meninggalkan meja kantin dan menyusul Sivia.

                Chris dan Cakka masih terbengong dan menghentikan aksi berantemnya. Tak lama sebuah tepukan di bahu mereka masing-masing, menyadarkan mereka.

“ Lain kali kalau mau bertengkar lihat kondisi dulu yaa..” Rio dan Gabriel berkata bersamaan lalu berjalan meninggalkan kedua laki-laki itu.


************

*** Bagi yang udah baca terima kasih ***
*** Harap tinggalkan jejak buat yang nulis yaa ***



_mei_