SEDETIK KEMUDIAN
Alvin P.O.V
Seperti biasa, sampai di sekolah aku selalu bermain basket bersama teman-temanku. Dan seperti biasa pula, aku selalu menunggu kedatangannya. Dia memang selalu datang agak siang, bahkan tidak jarang dia dijemur karena terlambat.
Mungkin sebentar lagi bel akan berbunyi tapi dia belum kelihatan juga. Disini bukan dia ataupun sahabatnya yang cemas, tapi aku. Selalu aku tidak tega melihatnya dijemur dibawah sinar matahari pagi yang cukup menyengat.
“ Dia belum datang yaa..” gumamku lirih.
“ Paling dia telat kayak biasanya. Lo gak usah terlalu cemasin dia deh. Dia aja yang terus-terusan telat sama dijemur gak pernah kapok.” tutur Cakka, sahabat dekatku, Cakka memang benar-benar tau bagaimana perasaanku.
“ Tapi gue selalu gak tega ngeliat dia panas-panasan dibawah sinar matahari. Kan kasihan Cakka !”
Tak berapa lama bel pun berbunyi, dengan berat aku mengikuti langkah Cakka menuju ke kelas. Tapi tidak lama kami berada di kelas, kami kembali lagi ke lapangan. Yaa, jadwal kami pagi ini adalah olahraga.
“ Miss telat udah datang tuh..” cibir seorang gadis dari kelasku.
Segera aku menoleh ke arah gerbang. Yaa, Julukan untuknya adalah miss telat. Siapa sih siswa sekolah ini yang gak tau dia. Dia itu ratunya telat. Tapi entah kenapa aku merasakan ujung bibirku tertarik, mungkin aku sedang tersenyum saat ini.
Aku kini memandangnya tanpa beralih, tidak mempedulikan sedikitpun penjelasan dari guru olahragaku. Dia terlihat begitu lucu, apalagi mimik wajahnya saat merayu sang satpam. Dan tidak cukup lama dia berhasil masuk, aku tersenyum. Aku terus mengikuti arah langkahnya sampai dia masuk ke dalam kelas dan aku tidak bisa lagi melihat bayangnya.
“ Udah tenang kan ?? Tuh telat lagi !” cibir Cakka, aku sendiri hanya nyengir kuda.
“ Bisa aja lo..”
“ Udah perhatiin tuh guru aja. Daripada kena omel.” Cakka pun kembali memperhatikan penjelasan sang guru.
Belum sampai lima menit aku mengalihakan pandangannya dari lapangan tengah. Aku melihat gadis itu tengah menggerutu sambil berjalan menuju tiang bendera. Pasti dijemur lagi ! Mimik wajahnya yang lucu karena menggerutu membuat aku menahan tawa. Tanpa aku sadari, semua temanku kini memandangku, bahkan guruku sedang menatapku garang.
“ Kamu kenapa Alvin ?” tanya Pak Budi, guru olahragaku.
“ Gak papa kok pak.” Sahutku pelan. Pak Budi hanya menggelengkan kepalanya, sementara teman-temanku hanya menahan tawa.
Saat sedang asyik-asyiknya bermain bola Voli, aku melihatnya. Tubuh gadis itu mulai limbung ke kanan dan ke kiri. Aku masih terus menatapnya tanpa mampu bergerak dari tempatku. Dan saat tubuhnya sudah jatuh ke tanah, spontan aku berteriak kencang memanggil namanya.
Teman-temanku memandangku bingung. Aku tak peduli. Aku segera berlari menghampirinya. Aku khawatir bahkan sangat khawatir. Saat ku lihat wajah pucatnya aku benar-benar tidak tega. Apalagi melihat darah yang mengalir keluar dari hidungnya. Tanpa menunggu aba-aba aku mengangkat tubuhnya, dan segera membawa tubuhnya menuju ke UKS.
***
Sivia P.O.V
Aku benar-benar terlambat bangun. Sial !! Ini efek semalam. Buru-buru aku menyambar handukku dan bergerak menuju kamar mandi. Sekitar 10 menit aku mandi. Tidak mau repot, aku segera mengikat kuda rambutku. Ku sambar tasku, dan segera berlari ke bawah.
“ Pa, Ma, Via berangkat dulu yaa..” pamitku sambil mencium tangan kedua orang tuaku.
“ Via, kamu gak usah masuk sekolah dulu. Wajahmu masih sangat pucat.” tutur mamaku halus. Perlahan kurasakan usapan tangan mamaku pada kedua pipiku. Aku hanya menggeleng keras.
“ Aku sudah tidak apa-apa mama sayang.” Aku tersenyum sambil melangkah keluar rumah.
“ Pasti telat nih..” gerutuku. Aku memandangi jam tanganku. Sudah pukul 06.55 sedang jam masukku jam 7. Aku buru-buru berlari, memang jarak rumah dan sekolahku tidak begitu jauh. Maka dari itu banyak orang yang heran melihat aku terlambat. Mereka hanya tidak tau saja, ada alasan dibalik keterlambatanku tiap harinya.
“ Pak Andi bukain pintunya dong.” Rayuku pada Pak Andi, satpam sekolahku.
“ Aduh neng Via, masa Pak Andi harus bukain pintu buat neng Sivia terus sih. Pak Andi kan jadi sering kena marah sama Pak Duta.” tutur sang satpam dengan muka melas, tapi sayang mukaku jauh lebih memelas daripada dirinya.
“ Iya, Pak Andi bukain.” kata Pak Andi setelah melihatku, aku hanya bisa tertawa dalam hati. Memang harus diakui wajahku bisa membuat orang merasa kasihan bahkan mungkin suka padaku, tapi itu menjadi pengecualian jika aku bertemu Pak Duta, guru matematika.
“ Makasih Pak Andi..” Aku hanya tersenyum, lalu kembali berlari menuju kelas. Sedangkan Pak Andi hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Kasihan sekali beliau !
“ Alamat kena marah lagi deh..” gerutu Pak Andi. Aku yang masih bisa mendengarnya hanya tertawa tanpa rasa bersalah.
“ TOKK.. TOKK..”
“ Masuk..” balas suara berat dari dalam ruangan.
“ Maaf pak saya terlambat.” Aku hanya cengengesan, murid lain sudah menepuk jidat mereka melihat sikap enteng yang ditunjukkan olehku. Sedang Pak Duta sudah menatapku tajam.
“ Kamu selalu saja terlambat. Cepat berdiri di depan tiang bendera sampai pelajaran saya selesai !” Perintah Pak Duta tegas. Beliau sampai tidak sadar telah menimbulkan hujan lokal di wajahku.
“ Hujan lokal pak !” kataku santai, aku memandang teman-temanku, mereka semua menahan tawa tapi tidak ada yang berani tertawa. Aku pun mengalihkan pandanganku, ke arah sang guru galak.
“ Siviaaaa !!” teriak Pak Duta keras.
“ Peace pak…” aku tetap diam sambil mengacungkan dua jariku yang aku buat huruf V.
“ Cepat lakukan !” bentak Pak Duta lagi.
“ Iya deh pak.” aku pun mengalah dan segera berjalan menuju lapangan.
Disepanjang jalan, mataku tidak pernah berhenti menatap laki-laki itu. Laki-laki yang sejak masuk SMA telah menjadi bagian penting dari hatiku. Dia sedang mendengarkan penjelasan dari sang guru. Aku tersenyum, entah kenapa hatiku selalu bergetar tiap melihat wajah tampannya. Tapi sayang kami berbeda !
Mungkin sudah setengah jam aku berdiri disini. Tiba-tiba aku merasakan pusing yang luar biasa pada kepalaku. Lagi-lagi seperti ini. Tanganku bergerak pelan ke arah kepalaku. Sedikit aku menjambak rambutku dan memukul kepalaku pelan, berharap ini akan mengurangi rasa sakit yang begitu luar biasa ini.
Pandanganku mulai mengabur. Aku merasa ada aliran kecil dari hidungku. Saat akan aku lihat, tubuhku limbung dan semakin lama semakin tak seimbang. Aku mencoba mengerjapkan mataku, tapi semakin lama semua terasa semakin gelap. Dan kali ini benar-benar gelap.
***
Author P.O.V
“ BRUUKKKK…”
“ Siviaaa….” Teriak dari mulut Alviin itu menggema ke seluruh lapangan.
Buru-buru Alvin mendekati Sivia. Tak lama ia pun mengangkat tubuh Sivia, membawanya ke UKS. Alvin itu terus mengelap darah dari hidung Sivia yang belum juga sadar dari pingsannya. Tidak lama, mata yang terpejam itu terbuka perlahan. Mengerjap satu kali, dua kali, tiga kali, dan berkali-kali sampai pandangannya tidak kabur lagi.
“ Lo udah sadar ?” kalimat tanya retoris keluar dari mulut Alvin.
“ Emmm, gue dimana ?” tanya Sivia, sebelah tangannya memegangi kepalanya yang masih berdenyut kencang.
“ Di UKS, lo tadi pingsan saat dijemur. Lagi gak sehat yaa ?” tanya Alvin dengan perhatian, Alvin bahkan tidak pernah menyangka dirinya bisa bicara dengan Sivia, gadis yang sudah lama mengisi hatinya. Sivia hanya tersenyum dan sedikit mengangguk, sama halnya dengan Alvin, semua ini rasanya seperti mimpi. Bicara dengan objek cinta diam-diam mereka.
“ Iya, makasih udah nolongin gue.” tutur Sivia lembut.
“ Nama lo siapa ?” tanya Sivia, sebenarnya pertanyaan itu tidak perlu dilontarkan toh mereka sama-sama sudah saling mengetahui bahkan sangat mengetahui masing-masing.
“ Gue Alvin dan lo ?” tanya Alvin balik.
“ Sivia..”
><><><><><><><><><><
Sudah beberapa hari berlalu sejak saat itu. Alvin dan Sivia pun semakin dekat. Alvin sebenarnya pun ingin mengungkapkan perasaannya tapi di antara mereka benar-benar terlihat perbedaan yang nyata. Agama ! Alvin takut jika Sivia mempermasalahkan hal itu.
Dan itu sebabnya Alvin tidak juga mengungkapkan isi hatinya pada Sivia. Sampai suatu hari ia mendapatkan sebuah semangat dan berencana akan mengungkapkan isi hatinya.
Siang ini Alvin mengajak Sivia ke danau favorit mereka. Mereka kini tengah berbincang berdua sambil menatapi indahnya danau. Sampai Alvin beranjak dari sana. Meninggalkan Sivia sendirian.
Lama Sivia menunggu, tapi Alvin tidak kelihatan juga. Sivia mulai cemas. Perlahan ia berdiri dan terus memanggil nama Alvin. Sampai suara petikan gitar terdengar indah. Sivia segera melihat ke sumber suara, disana ia menemukan Alvin yang sedang menatapnya lembut sembari memainkan gitarnya.
Sivia terdiam tidak menyangka. Ia benar-benar terharu. Alvin mulai menyanyikan deretan syair indah dari lagu tercipta untukku. Sivia hanya terdiam sambil mendengarkannya. Alvin mulai berjalan ke arah Sivia. Sampai ia kini berada tepat di depan Sivia.
Perlahan Alvin meletakkan gitarnya dan mengakhiri lagunya. Tangan Alvin mulai bergerak, mengenggam jemari Sivia.
“ Sivia, aku cinta padamu.” kata Alvin lembut, matanya menatap tajam mata Sivia. Sivia hanya menggeleng lemah, air mata mulai turun. Dan tanpa aba-aba Sivia berlari meninggalkan Alvin sendirian disana.
***
Sejak saat itu Alvin tidak lagi bicara pada Sivia. Bukan karena ia benci pada Sivia tapi karena Sivia selalu menjauhinya bahkan sudah 4 hari ini Sivia tidak masuk ke sekolah.
Dan Alvin benar-benar dikejutkan dengan kabar meninggalnya Sivia. Tanya banyak bertanya, Alvin segera memacu motornya ke rumah Sivia. Benar saja, disana Alvin melihat banyak sekali orang-orang yang berpakaian serba hitam.
Dengan langkah berat Alvin masuk ke dalam rumah Sivia. Entah kenapa, suasana sedih langsung menyelimuti dirinya. Apalagi saat ia melihat seseorang yang terbungkus kain kafan disana. Alvin berjalan ke arah jenazah itu. Langkahnya begitu berat, dan tanpa ia sadari air mata sudah membanjiri pipinya.
Tubuh Alvin terduduk lemas di samping jenazah itu.
“ Sivia…” lirihnya dengan suara serak.
“ Kenapa lo pergi secepat ini sih..”
“ Lo belum balas perasaan gue Vi..” Alvin terus menangis sambil memandang wajah pucat Sivia yang kini sudah terbujur kaku.
“ Gue bener-bener cinta sama lo Vi.” Alvin mengelus perlahan pipi Sivia yang kini sudah sangat dingin. Semua yang ada disana hanya dapat memandang Alvin dengan tatapan sedih dan kasihan.
***
Alvin sedang berdiri di balkon kamarnya. Ia baru saja pulang dari pemakaman Sivia. Alvin terus menatap bintang yang bertaburan indah di langit malam. Perlahan tangannya bergerak membuka kertas yang terlipat rapi.
Dear Alvin,
Maaf Vin,
Maaf banget..
Gue gak pernah jawab perasaan lo ke gue. Itu bukan karena gue gak sayang sama lo Vin, dan asal lo tau, gue sayang banget sama lo Vin. Sejak gue pertama liat lo di acara MOS. Tapi maaf, gue bukan cewek yang baik buat lo.
Selain kita beda agama, gue juga ngidap kanker otak stadium akhir. Itu sebabnya lo sering liat gue telat dan mimisan. Gue kasih tau satu rahasia gue, gue itu selalu telat karena tiap malam gue gak bisa tidur gara-gara penyakit jahanam ini, dan kalaupun gue pingin tidur, gue harus minum obat yang ngasih efek tidur terlalu kuat.
Tapi lo juga harus tau, semenjak gue lebih kenal sama lo. Gue punya harapan hidup lagi Vin ! Gue punya Vin ! Dan itu karena lo ! Tapi gue harus disadarkan kalau waktu gue gak lama Vin.Penyakit jahanam ini sudah menyebar terlalu luas. Dan gue tau semua ciptaanNya bakal kembali kepadaNya.
Maaf lagi, gue gak bisa lama-lama nemenin lo di dunia ini. Dan maaf kalau tulisan gue jelek banget. Maklum aja, gara-gara penyakit jahanam ini gue udah gak punya tenaga lagi buat nulis. Dan mungkin ini adalah tulisan terakhir dari gue.
Gue juga cinta sama lo !
Selamat tinggal Alvin,
Dan jangan nangis, gue selalu perhatiin lo dari sini..
Karena gue udah jadi bintang yang paling terang di langit.
LOVE,
Sivia.
Alvin tersenyum perih setelah membaca surat itu.
“ Maaf, gue belum bisa buat gak nangis sekarang. Gue janji ! Besok gue bakal tersenyum buat lo di surga.” Alvin memandang bintang paling terang, terlihat sekali pantulan sinar pada air mata Alvin. Sendiri Alvin menggerakkan jemarinya, mengusap pelan air matanya yang tak kunjung reda.
****END****
***tinggalkan jejak bagi yang udah baca***
***makasih udah mau baca***