Tentang
Kisah [4]
Gadis itu sedari tadi terus menatap
penuh arti laki-laki yang sedang ia ajak bicara. Rasanya ia benar-benar grogi. Jantungnya
pun terus berdetak cepat ketika berbicara dengan laki-laki itu. Bagaimana tidak
grogi kalau sekarang ia sedang berbicara dengan laki-laki yang disukai.
“
Alvin…” laki-laki itu menoleh dan melemparkan senyumnya pada gadis yang
memanggilnya.
“
Nanti temenin gue latihan yaa..” Sivia memeluk salah satu lengan Alvin. Alvin
sendiri menanggapinya dengan tersenyum dan mengelus pelan kepala Sivia.
“
Siapppp bosss..” Sivia tertawa lebar saat melihat Alvin memberikan hormat
kepadanya.
“
Eh, ada Ify. Selamat pagi Ify.” Sivia melemparkan senyum manisnya pada Ify, Ify
adalah salah satu teman satu kelasnya. Gadis yang di panggil Ify itu hanya
tersenyum kecut sambil menatap Sivia.
“
Mengganggu saja.” batin Ify jengkel.
“
Pagi Via.” balas Ify, senyum palsu pun tidak segan ia tunjukkan.
“
Maaf udah ganggu kalian. Kalau gitu gue duluan yaa.” Sivia yang hendak pergi
tertahan oleh tangan Alvin yang menggenggam tangannya. Ify yang melihat itu
hanya mengalihkan pandangannya sambil mendengus sebal.
“
Ke kelas bareng aja.” ajak Alvin, Sivia membalas dengan gelengan.
“
Gue mau cari Kak Rio.” Alvin yang mendengarnya pun mendelik tidak suka.
“
Buat apa ?”
“
Hehehe, gue kena point lagi gara-gara ngejailin pak satpam. Jadi gue harus
nemuin dia buat dihukum.” Sivia menerangkan sambil cengar-cengir. Alvin hanya menggelengkan
kepalanya, Ify yang mendengarnya semakin memperjelas senyum sinisnya.
“
Dasar urakan..” batin Ify.
“
Ify gue duluan yaa.” Ify pun membalas Sivia dengan anggukan malas.
---------------------------
Rio sedang memandangi laptop miliknya,
bibirnya pun setia menyunggingkan senyuman.
Kumpulan foto-foto yang sedang ia lihat berhasil menarik ke atas garis
bibirnya. Entah di dalam foto ataupun di kenyataan gadis itu tetap menarik,
bahkan sangat menarik.
“
Kak Rio…” Sivia memanggil dengan suara yang cukup pelan. Entah kenapa ia selalu
takut berada di ruangan ini. Senyum Rio semakin melebar saat ia tau siapa yang
ada di depan pintu ruangannya.
“
Sivia Adinda, point 15 karena mengganggu kenyaman orang lain.” Rio
mengangsurkan buku point pelanggaran tata tertib milik Sivia. Sivia sendiri
hanya memamerkan deretan giginya pada Rio.
“
Dan lo pakai ini sambil berdiri di depan tiang bendera selama 2 jam pelajaran.”
Sivia mengangguk dan berjalan keluar dari ruangan Komite Kedisiplinan.
“
Jangan kabur ya Via..” pesan Rio.
“
Gak mungkin dong kak. Gue kan emang sengaja pengen dihukum karena gue males
ikut pelajaran. Ada alasan gitu, lagian gue juga belum ngerjain PR gue yang
setumpuk.” Rio menepuk jidatnya pelan, adik kelasnya yang satu ini benar-benar
gila.
--------------------------
Sivia masih berdiri tegak,
sesekali ia menyeka bulir-bulir keringat yang turun dari dahinya. Sudah satu
jam pelajaran ia berdiri disini dan matahari masih saja mempermainkannya. Sesekali
Sivia melirik Cakka dan Rio yang sedang olahraga di lapangan.
“
Uhh, capek banget.” keluh Sivia, tangannya bergerak memegang perutnya yang
terasa sakit.
“
Siviaaa…” Sivia memutar kepalanya menatap Alvin yang berjalan ke arahnya.
“
Kenapa lo disini ?” tanya Sivia pada sahabatnya itu.
“
Tadi gue mau ke toilet terus lihat lo disini. Capek banget yaa ?” Alvin
menggerakkan tangannya untuk mengusap keringat yang bercucuran dari dahi Sivia.
Sivia sendiri hanya mengangguk.
“
Masih satu jam lagi Vin, tapi gak tau kenapa perut gue sakit banget.” Sivia
mengeluh kepada Alvin, Alvin yang mendengarnya pun jadi panik.
“
Lo udah makan ?”
“
Udah tapi gak tau kenapa perut gue sakit banget.” keluh Sivia lagi, kedua
tangannya mencengkram erat perutnya.
“
Ya udah gue cari kak Rio dulu.” Tidak mau buang waktu Alvin mulai beranjak
meninggalkan Sivia dan berlari ke arah Rio yang sedang bermain basket bersama
teman-teman sekelasnya.
“
Kak Rioo..” panggil Alvin, Rio yang merasa terpanggil pun segera berjalan
mendekat ke arah Alvin.
“
Ada apa ?” jujur saja Rio tidak senang melihat Alvin disana, tapi ia tidak
mungkin menunjukkan wajah jengkelnya. Apalagi tanpa alasan yang jelas.
“
Kak, Via lagi sakit jadi tolong hukumannya sampai disini saja.” Rio terperanjat
kaget saat mendengar Sivia sakit, Cakka yang sedang duduk istirahat disamping
mereka pun juga dibuat kaget oleh kata-kata Alvin.
Alvin membalik badannya, diikuti
Rio dan Cakka. Kali ini hati mereka bertiga mencelos bersama-sama. Mereka
melihat Via yang duduk lemah di depan tiang bendera sambil memegangi perutnya.
“
Viaaaa..” teriakan Alvin, Cakka, dan Rio yang bersamaan dengan volume yang
cukup keras itu membuat sebagian siswa-siswi yang sedang berolahraga memandang
ke arah yang mereka pandang.
Alvin, Rio, dan Cakka berlari
begitu cepat ke tempat Sivia. Rasa khawatir mereka bertambah ketika melihat
wajah Sivia yang begitu pucat, mereka juga mendengar rintihan keluar dari bibir
gadis itu. Dan sekarang tangan mereka bersama-sama mengangkat tubuh gadis itu.
Mereka berpandangan sejenak,
tapi rasa khawatir mereka mencegah perdebatan yang mungkin terjadi. Akhirnya
mereka membawa bersama tubuh Sivia ke UKS.
----------------------------
Ify mendecakkan lidahnya sebal
ketika melihat Alvin memapah Sivia ke dalam kelas. Wajah pucat gadis itu sama
sekali tidak membuat hatinya tergerak. Bahkan membuatnya semakin muak.
“
Lo baik-baik aja Via ? Kenapa ? Apanya yang sakit ?” basa-basi Ify melontarkan
pertanyaan pada Sivia. Sivia hanya membalas dengan gelengan dan senyum.
“
Hari ini lo gak usah latihan aja Vi.” Sivia menggeleng keras.
“
Gue tokoh utamanya dan tanpa gue mereka gak akan bisa latihan. Kasian kan. Gue
juga gak mau besok kita semua harus lembur latihan seharian karena hari ini gue
gak datang.” Mata Sivia menatap Alvin dengan tatapan memelas. Alvin masih
menggeleng tegas, tapi Sivia terus menatapnya dengan tatapan memohon. Dengan
berat pun Alvin mengangguk, Sivia pun tanpa basa-basi mencium pipi Alvin.
“
Makasih Alvin…”
Ify segera melengos melihat apa
yang dilakukan Sivia. Bibirnya terus meracau tidak jelas, mungkin mengucapkan
sumpah serapah untuk gadis yang ia anggap tidak tau diri dan musuh besarnya.
“
Tenang Vi. Suatu saat gue bakal rebut Alvin dari sisi lo. Tinggal tunggu waktu.”
Ify tersenyum sinis, sesekali ia melirik meja Sivia dan Alvin dari sudut
matanya.
------------------------
“
Tuan Putri, kamu begitu rupawan.” Cakka membelai lembut pipi Sivia yang kini
sedang pura-pura tertidur. Sedangkan Alvin yang menunggu Sivia latihan jadi
kesal sendiri melihat adegan itu.
“
Tapi kenapa harus kamu yang kena kutukan seperti ini ? Benar-benar tidak adil.”
Sekali lagi Cakka mengusap pipi Sivia. Sivia sendiri tetap diam dan tenang.
“ Pangeran !” Cakka
menatap salah satu siswi yang berperan sebagai peri baik.
“ Agar dia bangun,
dia membutuhkan ciuman dari seseorang yang tulus mencintainya. Benar-benar
tulus mencintainya.” Alvin melotot mendengar dialog itu. Wajahnya terlihat
sedikit memerah karena kesal.
“ Kak Cakka bakal
nyium Via, oh my God gue gak ikhlas…” Alvin menggeram sebal dalam hatinya.
“
Aku akan melakukan apa pun agar dia bangun. Dan cintaku pun murni kepadanya.
Aku yakin itu.” Cakka mendekatkan bibirnya ke wajah Sivia. Sebenarnya itu cuma
tipuan mata, nanti seolah-olah Cakka mencium bibir Sivia padahal yang ia cium
adalah kening Sivia. Alvin mulai tidak sabar, tangannya dengan cepat mengambil
bolpoin dari tasnya.
“
Aduhhhh…”
“
Cuuttt..” teriakan Ibu Reni membahana di aula. Raut wajah guru satu itu benar-benar
masam. Sivia segera bangun dari tidurnya.
“
Aduh.” rintih Sivia pelan, kepalanya terasa berdenyut keras. Cakka yang ada di
samping Sivia segera memandang adik tirinya itu.
“
Lo kena….”
“
Cakka, kamu apa-apaan. Di adegan kali ini tidak ada dialog kesakitan.”
Perkataan Cakka terhenti saat Ibu Reni memarahinya. Cakka pun segera menatap
Ibu Reni dan melupakan apa yang terjadi pada Sivia.
“
Maaf Bu, tadi ada yang nimpuk kepala saya.”
“
Jangan banyak alasan ! Sekarang latihan selesai. Bubar..” Semua yang ada disana
menghela nafas lega. Untung juga karena Cakka melakukan kesalahan mereka jadi
bisa pulang. Alvin sendiri terkikik pelan di bangku penonton. Lemparannya tadi
tepat mengenai kepala Cakka.
“
Viaaaa pulang yukk..” Dengan susah payah Sivia bangun dari tidurnya. Tapi di
antara Cakka dan Alvin tidak ada yang menyadari keadaan Sivia.
---------------------------
Latihan hari ini benar-benar
melelahkan, bukan hanya karena dia sedang tidak fit tapi adegannya dengan Cakka
masih terus diulang-ulang. Sivia yang baru saja sampai pun segera menghempaskan
tubuhnya di atas sofa ruang keluarga.
Cakka yang melihatnya hanya menggeleng
dan masuk ke kamarnya. Sekarang waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 WIB. Cakka
yang sedari tadi belum tidur pun berjalan ke arah dapur untuk mengambil air
minum. Cakka sedikit bergidik ketika mendengar rintihan dari ruang keluarga.
Tangannya pun menyentuh tengkuknya.
Sekembalinya Cakka dari dapur ia
masih mendengar suara rintihan itu lagi. Dengan memberanikan diri Cakka
berjalan menuju ruang keluarga. Dan ia benar-benar terkejut saat melihat Sivia
terkulai lemas sambil memegangi perutnya. Cakka pun segera berlari menghampiri
Sivia.
“
Sivia lo kenapa ?” Sivia membuka matanya perlahan, menatap Cakka. Sudah begitu
lama Cakka tidak memanggil dirinya dengan ‘Sivia’.
“
Sakit…”
“
Apanya yang sakit ?” jujur saja saat ini ia ingin tersenyum melihat kepanikan
Cakka. Ternyata laki-laki itu masih peduli padanya.
Cakka memandangi Sivia, adik
tirinya itu belum menjawab pertanyaannya.
“
Sakit kak..” Sivia mulai mengeratkan cengkramanannya ke arah perutnya. Dengan
cekatan Cakka menggendong tubuh Sivia, membawanya masuk ke dalam kamar.
“
Tunggu disini, gue telepon dokter dulu.”
------------------------
Alvin berjalan gontai di koridor
Permata. Gadis yang setiap harinya selalu bergelayut di lengannya kini
terbaring sakit. Sebenarnya ia ingin bolos dan menemani gadis itu tapi gadis
itu malah memaksanya untuk masuk. Mau bagaimana lagi ?
“
Haaahh..”
“
Pagi Alvin..” sapa Ify yang entah sejak kapan sudah berjalan di samping Alvin.
“
Ehh Ify, pagi !” Alvin tersenyum singkat pada Ify sambil menggaruk keplanya.
Kaget juga melihat gadis itu.
“
Via nya kemana ?” tanya Ify, matanya berkeliling mencari gadis yang biasanya
selalu mengekor pada laki-laki yang ia sukai itu.
“
Sakit..” Ify melihat jelas wajah Alvin yang muram.
“
Sakit apa ? Yang kemarin hampir pingsan itu ?” Ify bertanya, ada sedikit rasa
penasaran yang mengganjal dihatinya.
“
Iya, kata Kak Cakka kemarin malam dia hampir pingsan lagi.” Ify menyipitkan
matanya dan membuka telinganya lebar-lebar.
“
Kak Cakka ? Kakak kelas kita ? Ketua OSIS Permata ? Lawan main Via di
pementasan Putri Aurora ?” Alvin hanya mengangguk, ia malas membicarakan Cakka.
“
Lho emang mereka satu rumah ?”
“
Iya, mereka kan kakak adik.” Ify tersenyum senang. Ia mendapatkan berita yang
begitu hangat, gosip top.
“
Oh, kalau begitu gue duluan.” Ify segera meluncur pergi. Ia berlari ke arah
ruang ekskul jurnalistik, menemui salah satu sahabatnya. Ia berbincang sebentar
dengan sahabatnya itu.
“
Lo pokoknya harus buat berita yang benar-benar heboh.”
“
Siappp Ify..”
***********
***Terima
kasih udah mau baca***
***Tolong
tinggalkan jejak buat yang udah baca***
_mei_