Sabtu, 16 Juli 2011

Lihat Lebih Dekat Part 2

Lihat Lebih Dekat Part 2
~ Putri Es ~

Dalam diammu aku tak tau yang kau pikirkan
Dalam tangismu aku tak tau yang aku rasakan
Dalam tawamu aku tak pernah tau sedihmu
Dalam matamu tersirat jelas sebuah jawaban segalanya
Dan dalam pikiranmu hanya ada aku seorang


“ PLOKK…PLOOKK..PLOOKK..” suara tepukan tangan terdengar sangat jelas saat Sivia, Gabriel, dan Ify memasuki ruang kelasnya. Mungkin tepukan tangan yang berarti ejekan, dan dalangnya pasti Alvin. Tanpa mempedulikan tepukan tangan itu Sivia, Gabriel, dan Ify tetap melenggang melewati murid-murid yang memenuhi pintu.

“ Laki-laki itu manis.” Batin seorang gadis cantik sambil memandangi Gabriel yang menuju ke tempat duduknya.

“ Heii.., mau kemana kamu ?” Alvin kini sudah berada tepat di depan Sivia. Sivia terus berjalan tanpa mempedulikan pertanyaan dari Alvin, Alvin pun yang mundur beberapa langkah karena Sivia dengan cukup keras menabraknya. Tapi apa artinya tenaga seorang gadis dengan tenaga laki-laki.
“ you are crazy  !! Stupid !!” umpat Alvin. Sivia tetap melenggang sampai tangannya digenggam kuat oleh Alvin.
“ Don’t go anywhere.” Alvin bicara tepat ditelinga Sivia, Sivia pun membalikkan badannya dan menatap dingin ke arah Alvin yang tengah menatapnya dengan tatapan sinis.

                Perlahan Sivia menggerakkan tangannya dan menghempaskan genggaman tangan Alvin sampai genggaman tangan itu benar-benar lepas. Setelah itu Sivia kembali melenggang melewati Alvin.

“ Apakah kamu tak tau siapa aku.” Tantang Alvin dengan perkataannya yang lantang namun sama sekali tak ada nada ketegasan disana.
“ Tau kamu !! Gak penting !!” Hanya itu balasan dari Sivia, Sivia pun memilih untuk duduk di tempatnya. Menurutnya tak penting juga menanggapi tingkah konyol Alvin. Aneh menurutnya, laki-laki yang disebut trouble maker bisa bersikap begitu konyol dihadapannya.

                Beda dengan Sivia yang hanya menganggap ini tingkah konyol tapi Alvin menganggap semua ini serius. Buktinya sekarang ia sedang mengepalkan tangannya erat-erat. Ia benar-benar geram dengan tingkah gadis yang dijuluki Putri Es. Ia juga berpikir bagaimana mungkin ia yang dijuluki Trouble Maker kalah telak dengan seorang gadis yang menurutnya ‘gak penting’.

“ Sialan..” Alvin mengumpat kecil sembari mendekat ke arah meja Sivia.
“ Sudahlah..” dua orang menghentikan Alvin tepat saat ia akan menggebrak meja Sivia.
“ Cakka., dan kamu ??” Alvin berpikir sejenak.
“ Kamu Gabriel ketua OSIS Higashi tahun ini kan.” Alvin mulai memastikan.
“ Iya.”
“ Hentikan saja pertengkaran konyol ini.” Andai saja yang berkata seperti itu Gabriel mungkin laki-laki itu akan hadiah pukulan dari Alvin tapi kali ini yang bicara seperti itu adalah Cakka, sahabatnya. Walau sikap Alvin begitu buruk tapi ia sangat menghargai sahabatnya.

“ Stupid !!” umpat Alvin sambil meninggalkan meja Sivia. Sebelum benar-benar pergi menjauh dari meja Sivia ia sempatkan melirik ke arah Sivia, melihat ekspresi gadis itu. Tapi sayangnya yang ia dapatkan hanyalah ekspresi datar, mungkin itu tak bisa disebut ekspresi.

><><><><><><><><><><><><>< 

                Waktu istirahat telah tiba, seperti biasa jika waktu istirahat tujuan utama para murid hanyalah satu, Kantin. Seperti kumpulan siswa-siswi ini mereka tengah asyik berbicara di salah satu meja kantin. Walau begitu terlihat wajah sebal atau marah dari salah satu orang disana.

“ Kamu kenapa ?” Shilla begitu gadis itu dipanggil mulai bertanya perlahan kepada sahabatnya yang mukanya ditekuk berapa.
“ Aku benci banget sama perempuan tadi.” Laki-laki itu menjawab singkat sambil menyeruput sembarangan jus jeruk yang ada dihadapannya.
“ ohh., Putri Es itu ya.” Kata Zahra sambil menatap sekelilingnya, matanya kini berhenti pada sosok laki-laki manis yang tengah menggoda sahabatnya.
“ Itu dia orangnya.” Perkataan dari Zahra itu cukup untuk mengalihkan pandangan ketiga sahabatnya.

                Di tempatnya Alvin terus memandang sinis ke arah Sivia. Rasanya ia sangat ingin membuat perhitungan dengan Sivia, tapi sayang ia perempuan. Begini-begini Alvin sudah berkomitmen untuk tidak melukai seorang wanita. Hal itu punya alasan, alasannya adalah karena ia punya seorang adik perempuan. Maka dari itu ia tak ingin adiknya menaggung akibat perbuatannya atau karma dari perbuatan buruk sang kakak.

“ Heii…” seseorang menyapa Sivia, senyum manis langsung terlukis di bibir Sivia. Entah kenapa senyum itu begitu terlihat manis, setidaknya itulah yang ada dipikiran Alvin sekarang. Senyum yang baru ia lihat pertama kali.
“ Dia siapa ?” tanya Alvin sambil menunjuk laki-laki yang mendatangi Sivia tadi. Cakka, Shilla, dan Zahra heran melihat Alvin bertanya seperti itu. Biasanya Alvin tak pernah peduli dengan orang lain, apalagi orang yang baru saja menjadi lawannya.
“ Kau kenapa ?” Shilla mulai cemas, sebenarnya kecemasan shilla itu sangat tidak beralasan.
“ Hahhh…”
“ Kenapa kamu jadi peduli sama gadis itu.” Sepertinya Cakka dapat mengartikan tatapan bingung Alvin sekaligus pertanyaan Shilla untuk Alvin. Ada yang aneh.
“ I don’t care tapi aku ingin tau saja.” Alvin berkata itu dengan nada yang sangat tegas.
“ Stupid !!” umpat Cakka.
“ Siapa ?” Alvin mulai berlagak bodoh.
“ Alvin Adhika Putra. Apakah kamu kenal ?” Kali ini giliran Cakka yang mulai konyol.
“ Oh tidak, Shilla, Zahra apakah kalian tau nama itu ?” Alvin mulai bertanya konyol pada Shilla dan Zahra.
“ Setauku dia adalah seorang yang aneh.” Zahra berkata demikian sambil melirik ke arah Alvin yang sudah mulai manyun.
“ Kamu salah !! Alvin adalah seorang satpam sekolah.” Kali ini Shilla mulai mengejek Alvin.
“ Hahaha.., kalian semua salah !! Alvin adalah mantan pembatu di rumahku.” Cakka berkata demikian sambil menaikkan turunkan alisnya.

“ ahahahahaha…” tawa Cakka, Shilla, dan Zahra kini sudah tertawa sambil memegangi perutnya yang terguncang, sedang Alvin hanya manyun saja. Mereka sama sekali tak peduli dengan anggapan siswa lain, toh mereka sedang bersama Alvin. Karena memang terkadang Alvin bisa menjadi tameng yang pas untuk mereka bertiga. Tapi bukan berarti mereka memanfaatkan Alvin.

><><><><><><><><><>< 

                Rumah itu terlihat sangat sepi atau mungkin memang sepi. Didalamnya hanya terlihat beberapa pembantu dan dua orang anak-anak yang mungkin tidak bisa dibilang anak-anak lagi karena mereka sudah cukup dewasa.

“ Kak Rio, boleh Via masuk ?” Sivia kini tengah berdiri diambang pintu sembari menunggu persetujuan sang kakak agar diperbolehkan masuk ke kamarnya.
“ Silahkan..” begitu formal kata-kata itu terdengar.

                Sivia berjalan masuk ke dalam kamar itu. Kamar itu begitu besar belum lagi ditambah satu kamar mandi didalamnya. Kamar itu pun terlihat rapi, apalagi dengan nuansa coklat dan putih yang membuatnya lebih berkesan sederhana. Terlihat kakak semata wayangnya sedang tiduran sambil membaca sebuah novel yang entah apa judulnya di atas tempat tidur double bednya.

                Sivia pun ikut tiduran disebelah kakaknya itu. Rio sang kakak hanya memandang Sivia sembari tersenyum tipis. Tak berapa lama Sivia malah mengambil novel yang tengah dibaca sang kakak.

“ Via mau bicara kak.”
“ Jangan baca aja.” Sivia kini mulai merajuk.
“ Mau apa kamu ?”  Rio bertanya sambil menghadapkan tubuhnya ke adik semata wayangnya.
“ Kak, Via mau jadi guru melukis.”
“ Kenapa ?? Emang kamu kekurangan uang.” Rio bertanya sambil mengerutkan keningnya.
“ Tidak, mana mungkin aku kekurangan uang. Dua orang dewasa disini kan sibuk mencari uang tanpa mempedulikan kita.” Sivia berkata seperti itu sambil menatap nanar ke langit-langit kamar kakaknya. Rio hanya dapat memandang adiknya dengan tatapan yang cukup miris.
“ Lalu ?? Alasan ?? Kamu ??”
“ Aku cuma ingin mengajari seorang gadis kecil yang manis melukis.”
“ Kamu sudah tau orangnya ??” tanya Rio dengan nada yang sangat halus namun tersirat tatapan bingung dari dua bola mata indahnya.
“ Sudah, kemarin aku bertemu dengannya.”
“ Terserah kau saja tapi tetap jangan kecapaian.” Tutur rio.
“ Makasih kak.” Sivia berkata seperti itu sembari mengembalikan novel besar milik Rio dan kemudian ia pun kembali ke kamarnya.
“ Kakak akan selalu mendukungmu, setidaknya itu bisa menggantikan dua orang dewasa yang tak pernah ada untuk kita.” Rio mengatakan itu hanya dalam hatinya.

><><><><><><><><><><>< 

“ Halo Putri Es.” Beberapa hari ini entah kenapa rasanya mulut Alvin selalu gatal ingin mengatakan hal itu tiap bertemu Sivia. Walaupun ia sama sekali tak mendapat respon dari Sivia. Sedang sahabat Alvin hanya dibuat bingung dengan tingkah Alvin itu. Kenapa sikap cuek dan dingin Alvin selalu hilang di depan Sivia. Sifat itu malah menjelma menjadi sikap yang cukup kekanak-kanakan dan bisa dibilang ‘aneh’ untuk orang seperti Alvin.

                Kalau boleh jujur ada yang terluka dengan sikap Alvin sekarang. Seorang gadis yang sejak lama menyayanginya. Seorang gadis yang sejak lama menaruh hati padanya. Seorang gadis yang begitu menyayanginya. Seorang gadis yang telah menyerahkan hatinya untuk dia.

“ Kau begitu peduli pada sang Putri Es.” Ucap Shilla pada waktu mereka berkumpul di rumah Cakka.
“ Hmm.., menurutmu begitu ya, tapi aku merasa biasa aja.” Alvin hanya membalasnya dengan singkat sambil memainkan rubik yang ia bawa.
“ Kau suka pada dia ?” Shilla hanya dapat bertanya pelan takut akan melukai hatinya sendiri, ya, dia mencintai Alvin.
“ Jam berapa ini ??” Alvin mulai bertanya pada sahabatnya tanpa menghiraukan pertanyaan Shilla tadi, Shilla hanya dapat menghela nafas panjang sembari menahan buliran air mata yang bersiap menyeruak keluar.
“Jam 4.” Jawab Cakka sambil menatap jam dinding di kamarnya, kemudian ia kembalikan tatapan matanya ke arah Shilla.
“ Oke, aku pamit mau jemput adikku yang belajar melukis.”
“ Take Care Bro !”

><><><><><><><><><><><>< 

Kebetulan itu hanya terjadi sekali
Jika kebetulan terjadi dua kali maka itu namanya keberuntungan
Tapi jika kebetulan itu telah terjadi tiga kali maka itu namanya Takdir
Dan nantinya takdir yang akan menyatukan mereka

“ Kamu…” Walau samar karena jarak yang cukup jauh tapi itu cukup membuat Alvin benar-benar terkaget-kaget melihat Sivia yang kini sedang duduk manis bersama adiknya Acha.
“ Kakak…” Acha yang sangat manis ternyata adalah adik Alvin, dan adik Alvin itu ternyata adalah murid Sivia sang Putri Es. Sivia sendiri pun tak bisa memungkiri rasa kagetnya walau raut wajahnya masih tetap datar.
“ Ayo pulang !!” tanpa keluar dari mobilnya Alvin mengajak Acha pulang. Ini memang pertama kalinya Alvin menjemput Acha karena mmang hari ini sopir Acha sedang tidak masuk kerja karena sakit.

                Sivia sendiri tak menyangka kalau Acha adalah adik Alvin. Acha adalah seorang gadis manis yang berumur 14 tahun atau menginjak kelas 3 SMP. Sifatnya pun begitu baik, sangat berbanding terbalik dengan sang kakak. Memang sih wajah Alvin dan Acha memiliki sedikit persamaan tapi siapapun pasti tak menyangka kalau Alvin memiliki adik semanis dan seramah itu.


><><><><><><><><><>< 

“ Dia tadi siapanya Acha ?” Di dalam mobil Alvin mulai mengajukan pertanyaan kepada Acha.
“ Ohh.. Kak Sivia. Dia itu guru melukisnya Acha.” Tutur Acha.
“ Kamu enak diajar dia ?” Alvin mulai mencari informasi perlahan-lahan.
“ Enak lah, kak Sivia itu ramah, baik hati, pandai, cantik, apalagi kalau melukis ia sangat hebat.” Acha mengucapkan setiap pendapatnya tentang Sivia dengan sangat lancer.
“ Haahhh…”
“ Kenapa kak ?” tanya Acha sambil memandang kakak tersayangnya.
“ Gak papa kok.”
“ Bukannya dia satu sekolah dengan kakak ?? SMA Swasta Higashi ??”
“ Iya, tapi aku tak mengenalnya.” Alvin mengembalikan pandangannya ke arah jalan raya yang sudah cukup lengang.
“ Apakah itu Sivia yang aku kenal. Sivia Sang Putri Es.” Batin Alvin.
“ Tapi kenapa sikapnya bisa begitu berbeda dengan Acha.” Batin Alvin lagi.
“ Apa dia bermuka dua.” Alvin pun hanya bisa bertanya-tanya dalam batinnya sendiri.
“ Fool !!”

***********


*** Cerita ini jus for fun ***
*** Ayo kasih komentar !! Boleh lewat Fb dengan email FB m3i_poe3@yahoo.com atau lewat twitter @eimeinar ***















Tidak ada komentar:

Posting Komentar