Senin, 29 Agustus 2011

Lihat Lebih Dekat Part 6

Lihat Lebih Dekat Part 6
~ Perasaan Tak Dimengerti ~


                Alvin sedari tadi terus menghela nafas panjang. Keputusannya benar-benar bodoh. Ia benar-benar merutuki dirinya sendiri saat ia ingat kalau dirinya tadi menawari adik kesayangannya pergi ke rumah musuhnya, Sivia. Ia sendiri bingung dengan apa yang terjadi pada dirinya, lebih tepatnya hatinya. Entah kenapa ia begitu peduli pada gadis yang baru saja ia kenal. Gadis dingin yang begitu menyebalkan.

                Tak terasa, akhirnya mobil yang ia kemudikan sampai di rumah gadis itu. Matanya masih terus menatap rumah besar itu. Ia bimbang antara masuk atau tidak. Apalagi mengingat Ify yang tadi benar-benar menyalahkannya. Alvin sendiripun sebenarnya bingung dan merasa bersalah ketika melihat air mata Sivia tadi. Perasaan aneh menimpanya.

“ Kak Alvin, kenapa diam disitu.” Perkataan Acha benar-benar menghentikan aksi melamunnya. Dipandanginya adik tersayangnya yang tengah tersenyum manis pada dirinya. Ragu Alvin membalas senyuman Acha. Tatapannya kembali ia alihkan pada rumah besar dihadapannya.

“ Kak Alvin, ayo masuk !” Acha mengulurkan tangannya. Alvin memandangnya ragu. Dengan berat ia menerima uluran tangan Acha dan mengikuti langkah adiknya yang semakin dekat dengan pintu rumah itu.

“ Tok..tok..” suara pintu diketuk itu terdengar seperti masalah baru bagi Alvin. Apalagi saat terlihat siapa yang membukakan pintu untuk dia dan adiknya.

“ Iya cari si...” Perkataan gadis cantik itu terpotong ketika melihat dua orang yang tengah berdiri di depan pintu.

“ Kenapa kamu disini ?” Sinis gadis itu, Alvin sendiri hanya menelan ludah menatap ekspresi wajah gadis itu.

“ Kak Ify kenal sama kak Alvin ?” pertanyaan Acha itu membuat Ify mengganti pandangan sinisnya menjadi sebuah senyuman manis yang diperuntukkan untuk Acha, dan catat hanya untuk Acha seorang.

“ Iya, dia satu sekolah sama kakak. Oh iya Acha, bukankah tadi kak rio telah menelepon bahwa hari ini pelajaran melukisnya libur ?” Alvin benar-benar dibuat bergidik ngeri dengan nada bicara serta sikap Ify yang sekarang. Sama persis dengan Sivia, ramah, baik, dan yang jelas tidak dingin.

“ Acha tau kok, tapi Acha kesini mau jenguk kak Sivia. Mumpung kak Alvin mau nganterin.” Acha tersenyum manis sambil memperlihatkan parsel buah yang ia bawa. Sementara Ify menatap Alvin aneh. Alvin sendiri hanya melengos karena tak mau ditatap seperti itu. Sumpah, ia benar-benar menyesal dengan keputusannya mengantar Acha.

“ Ya udah masuk Cha.” Ify hanya tersenyum sembari berjalan lebih dahulu ke dalam, Acha pun mengikutinya dari belakang. Alvin sendiri masih terpaku ditempatnya, Ify tersenyum ?? Dua orang yang aneh, Ify Sivia.

“ Kak Alvin, kenapa diam disitu. Ayo masuk !” Acha menarik tangan Alvin yang masih terpaku ditempatnya. Sedang Alvin hanya bisa mengikutinya.

><><><><><><><><><>< 

“ Siapa fy ?” Terdengar suara Rio tapi wujudnya sama sekali tak nampak disana.

“ Kak Rio dimana kak, kok ada suaranya ?” Acha bertanya sambil menatap Ify bingung.

“ Ohh, Kak Rio lagi di dapur. Masak buat Sivia. Kalian ke kamar Sivia aja duluan. Aku mau bantu kak Rio.” Acha mengangguk sebentar lalu berjalan menuju ke tangga yang berada ditengah ruangan. Alvin sendiri akan mengikuti Acha kalau saja tangannya tak dipegang oleh Ify.

“ Minta maaflah. Kau melukai harapannya.” Ify berkata pelan, Alvin hanya terdiam dan berpikir. Sebenarnya ia tak mengerti apa maksud kata-kata Ify. Tapi selanjutnya ia berjalan menuju ke salah satu ruangan disana, Alvin masih tetap terdiam sampai terdengar suara Acha memanggilnya.

“ Kak Alvin kenapa sih dari tadi bengong aja.” Alvin segera berjalan menuju ke arah Acha yang masih terdiam ditengah tangga.

><><><><><><><><><>< 

                Didepannya kini terpampang jelas sebuah pintu yang cukup besar. Alvin benar-benar ragu ketika akan membuka pintu itu. Sementara Acha sudah tersenyum dan membuka pelan pintu kamar itu. Ruangan yang terpampang di depannya kini cukup luas. Nuansa biru benar-benar memenuhinya. Entah kenapa rasanya begitu tenang menatap kamar ini.

“ Kak Alvin, ayo masuk.” Acha menggandeng tangan Alvin agar masuk lebih dalam ke kamar itu. Alvin hanya bisa mengikuti adiknya. Tak mungkin juga ia menolak ajakan adiknya terlebih ia telah sampai pada tempat yang dituju, Kamar Sivia.
               
Tatapannya berhenti ketika ia menatap seorang gadis dan seorang lelaki di depannya. Sivia dan Gabriel. Sivia tengah menutup matanya erat, wajahnya terlihat pucat pasi. Alvin tau Sivia tidak tidur hanya sekedar menutup mata. Sementar Gabriel terus menerus mengelus kepala Sivia.

“ Jangan terlalu lelah dan jangan terlalu banyak pikiran.” Gabriel terus menerus mengelus kepala Sivia, sedang baru kali ini Alvin merasakan hatinya berontak. Entah kenapa hatinya tak terima dengan apa yang ia pandang sekarang. Tak pernah ia merasakan seperti ini sebelumnya.

“ Kak Gab..” panggilan Acha benar-benar mengalihkan pandangan Alvin dan aktivitas Gabriel.

“ Acha dan kamu ?” kening Gabriel benar-benar berkerut bingung. Bagaimana tidak, seorang laki-laki yang mengatakan musuh Sivia ada disini, sekarang.

“ Kak Sivia gak apa-apa kan ?” Acha bertanya sembari berjalan mendekat ke arah Gabriel dan Sivia. Sementara Gabriel hanya tersenyum manis, senyum yang mempesona.

“ Dia cuma kecapekan kok.” Gabriel mengelus kepala Sivia lagi sementara Alvin kembali merasakan hatinya berontak. Acha tersenyum mendengar penuturan Gabriel. Pelan Acha memberikan parsel buah yang ia bawa pada Gabriel dan duduk di tepi ranjang Sivia.

“ Kak Sivia gak apa-apa kan ?” Acha bertanya pelan, Sivia mulai membuka matanya dan mencoba menghilangkan rasa sakitnya yang sedari tadi menderanya. Setelah matanya benar-benar terbuka, ia tersenyum pada gadis kecil di depannya.

“ Iya, kakak gak apa-apa kok. Acha kesini sama siapa ?” tanya Sivia lirih, tenaganya belum terkumpul sepenuhnya.

“ Sama kakak Acha, kak Alvin.” Agak tak suka Sivia mendengarnya, perlahan ia gerakkan kepalanya untuk melihat Alvin, seseorang yang sudah beberapa hari ini hadir dan mungkin mengacaukan hidupnya. Alvin sendiri tau kalau ia sedang ditatap Sivia. Perlahan Alvin mengumpulkan keberanian dan membuang keegoisannya.

“ Put..” Alvin menghentikan perkataanya saat ia sadar akan mengatakan Putri Es, bukankah hal yang tidak sopan jika meminta maaf tapi memanggil nama ejekannya.

“ Sivia, aku minta maaf karena telah mengejek bangau kertas buatanmu tapi aku benar-benar tak tau apa yang membuat sampai sebegitu marahnya.” Alvin benar-benar mengungkapkan apa yang sedang ada dalam hatinya. Acha menatap kakaknya dan Sivia bergantiam, ia tak tau apa-apa. Sivia menghela nafas panjang dan menatap Alvin.

“ Sudahlah tak usah kau pikirkan lagi.”

><><><><><><><><>< 

“ Siapa fy ?” Rio membalikkan tubuhnya ketika mendengar langkah kaki yang semakin jelas dan kini ia menatap Ify yang baru masuk ke dapur.

“ Acha dan kakaknya.” Ify pun kembali pada pekerjaannya semula, memotong beberapa sayuran.

“ Kakaknya Acha ?” Rio mengerutkan dahinya, sedang Ify menghela nafasnya.

“ Alvin.”

“ Jadi Acha adiknya Alvin, pantas mirip.” Rio mengatakan itu sambil kembali mengaduk buburnya.

“ Whattss., mirip dari Hongkong.” Ify memberikan ekspresi kaget yang sangat lucu.

“ bhuahahahaha..” tawa keras terdengar dari Rio, Ify sendiri hanya manyun karena ia tau siapa yang sedang Rio tertawakan, dirinya, toh cuma ada dia dan rio disini.

“ Kamu manis banget kalau kayak gitu.” Masih dengan tubuhnya yang bergetar karena menahan tawa Rio mengatakan itu, Ify sendiri terkejut sampai pisau yang sedang ia gunakan melukai jemari tangannya.

“ Auuu..” Ify berteriak kecil sambil menjauhkan tangannya dari pisau. Rio yang keget dengan teriakan Ify segera mematikan kompor dan menuju ke arah Ify.

“ Kenapa fy ?” tanya Rio dengan raut wajah yang cukup khawatir.

“ Kena pisau nih, gara-gara kakak sih.” Ambek Ify sambil mengibaskan jarinya pelan. Dengan cepat Rio memegang jari Ify yang terluka. Segera dilihat luka yang ada, tidak terlalu besar dan dalam. Pelan ia berjalan meninggalkan Ify, mengambil kotak P3K, dan segera mengobati luka Ify.

                Rio mengobati luka Ify dengan telaten. Setelah selesai diciumnya jari Ify yang terluka. Ify hanya tersenyum malu melihat perlakuan Rio. Sebenarnya Ify dan Rio sama-sama saling menyukai, mereka tau itu tapi mereka tak ingin membuat sebuah komitmen nyata, untuk sekarang. Sementara ini Rio ingin fokus mengurus adiknya. Ia tak ingin melepaskan pengawasannya untuk adiknya.

                Ia sangat tau, adiknya benar-benar butuh perhatiannya untuk sekarang. Ify sendiri juga tak ingin berkomitmen dengan rio, ia masih ingin menyelesaikan semua masalahnya. Masalahnya dan keluarganya. Toh ia sadar, rio akan ada selalu untuknya. Dan mereka akan tetap bersama.

“ Makasih kak Rio.” Ify tersenyum manis sambil menatap malu ke arah Rio.

“ Hati-hati lain kali.” Rio mengelus kepala Ify dengan lembut. Ify hanya tersenyum tipis. Ini yang membuat Ify selalu nyaman berada di dekat Rio, kelembutannya.

“ Hoiii.., jangan pacaran aja.” Gabriel yang datang tiba-tiba langsung menghentikan keromantisan yang tercipta.

“ Sirik aja kamu. Ngapain kesini ?” Rio bertanya pada Gabriel.

“ Sewot aja kamu kak. Lihat tuh jam. Mana makanannya, Via kan gak boleh telat makan.” Rio hanya menepuk jidatnya. Dan segera memindah bubur yang sudah ia buat ke mangkuk.

“ Silakan pacaran lagi.” Gabriel langsung saja ngacir setelah berkata seperti itu. Sementara Ify dan Rio hanya garuk-garuk kepala. Selalu begini, Rio selalu lupa waktu jika bersama Ify. Hal ini yang ia takutkan jika ia membuat komitmen dengan Ify.

*******




_mei_

Kamis, 25 Agustus 2011

Destiny Between Them


“ Sekarang tugasmu adalah mengawal pewaris tunggal keluarga Sidhunata.” Gadis itu hanya mengangguk mengerti.
“ Kamu siap ??” tanya pria berbadan kekar disana.
“ Siap, ayah !!” jawab gadis itu lantang.
“ Bagus. Tapi tetap utamakan keselamatanmu.” lanjut sang ayah, sang gadis hanya bisa tersenyum mengiyakan.


><><><><><><><><>< 


            Rumah yang ada di depannya ini benar-benar mewah dan besar. Dari luar sudah terlihat begitu banyak pengawal yang berpakaian serba hitam, memang sejak insiden percobaan pembunuhan pada pewaris tunggal Sidhunata’s Group jumlah pengawal diperbanyak dan pengawasan lebih diperketat. Gadis itu menghela nafas panjangnya. Mungkin ia akan menjadi satu-satunya pengawal tercantik disana. Karena sejauh matanya memandang hanya ada sosok-sosok garang dan kekar para lelaki, dan tak ada perempuan sama sekali.

            Dengan langkah mantap ia melangkah masuk ke dalam rumah itu. Dengan kartu identitas yang ia pakai dengan mudah ia masuk ke dalam rumah keluarga Sidhunata. Risih rasanya saat semua mata memandangnya, bagaimana tidak, ia seorang gadis yang memakai seragam pengawal lengkap dengan persenjataan tapi sebenarnya bukan itu yang mereka tatap. Mereka hanya berpikir bagaimana mungkin seorang gadis mampu menjadi pengawal, apalagi dengan kejadian yang dulu, 5 orang laki-laki berbadan kekar kalah telak dengan seorang penjahat.

            Mereka mulai kasak-kusuk, membicarakan gadis itu. Gadis hanya dapat menghela nafas panjang.  Selalu saja begini !! Kemampuannya selalu diragukan hanya karena dia wanita. Memangnya seorang wanita akan selalu lemah !! Yang orang-orang itu tak tau, adalah ia merupakan anak seorang komandan pasukan militer terkuat. Kemampuannya pun tak diragukan lagi. Semua anggota kepolisian sudah mengakuinya bahkan ia mendapat serifikat dari kepolisian internasional.

            Hebut bukan !! Itu prestasi untuk seorang gadis yang usianya baru 17 tahun. Gadis itu kembali melanjutkan jalannya menuju ke ruangan Tuan besarnya.

“ Sudah datang kau rupanya.” sambut Pak Antonius, pemimpin Sidhunata’s Group sekarang.
“ Selamat siang Tuan Antonius.” sapa gadis itu sopan.
“ Selamat siang, oh kau rupanya, putri dari Pak Jo. Aku harap kemampuanmu sama dengan ayahmu.” kata Pak Antonius sambil memperhatikan seksama gadis itu.
“ Pasti ! salam kenal nama saya Sivia.” ucap Sivia sambil tersenyum manis.
“ Oh., aku sudah mendengar banyak tentangmu. Kau lihat disini ada banyak sekali pengawal tapi mungkin aku akan menitipkan putraku lebih kepadamu.” tegas Pak Antonius.
“ Saya akan berusaha sebaik mungkin. Karena tugas dan focus saya sekarang adalah melindungi serta mendidik putra bapak.” Gadis itu berkata demikian sambil tersenyum singkat.

“ Baiklah aku percaya padamu dan akan kuperkenalkan kau dengan anakku.” Pak Antonius segera memanggil salah satu pelayannya dan membisikkan sesuatu.
“ Siap laksanakan !!” balas sang pelayan.

            Mungkin semua pelayan disini juga pandai beladiri. Tak lama orang yang sedari tadi ditunggu pun tiba. Dimata Sivia laki-laki itu mempunyai kesan pertama yang sangat buruk. Gayanya yang sok keren, angkuh, apalagi tatapan mata meremehkan yang ditunjukkan padanya. Sivia hanya tersenyum kecut, kenapa ia disuruh melindungi orang seburuk ini.

“ Ini anak laki-laki dan pewaris satu-satunya perusahaan saya namanya Alvin, Alvin Jonathan Sidhunata.”
“ Alvin dia adalah pengawal barumu sekaligus putri sahabat papa, Sivia namanya.”

            Setelah berkata demikian dengan teganya Pak Antonius meninggalkan Alvin, Sivia, dan beberapa pengawal karena ada rapat besar dengan para pemegang saham. Alvin terus memandangi Sivia dari atas sampai bawah.

“ Gadis kecil sepertimu mana bisa melindungiku.” cerca Alvin, Sivia hanya terdiam karena tak ingin terjadi pertempuran.
“ Cihhh…”
“ Aku gak mau kalau kau yang melindungiku.” Alvin berjalan mendekat ke arah Sivia.
“ Aku memang suka sama yang namanya cewek, tapi kamu itu bukan tipeku banget. Gak Banget !!” lirih Alvin tepat di telinga Sivia.
“ Cewek itu lemah !!” ejek Alvin sambil memegang dagu Sivia.
“ Cewek itu lemah ?? Apa kau yakin ?? Dengan sekali hempasan aku bisa membuatmu mati tak berdaya.” tegas Sivia sambil menepis kasar tangan Alvin dari dagunya.

            Alvin hanya ternganga melihat keberanian gadis di depannya. Bukankah gadis didepannya ini hanya berstatus pengawalnya dan dia majikannya. Tapi betapa beraninya gadis ini.

“ Heii kau, aku disini majikanmu dan derajatmu tak lebih dari seorang pembantu.” Alvin berkata seperti itu sambil menatap sinis.
“ Ha..ha..ha. Dasar Bodoh !! Aku bukan pembantumu. Aku pengawalmu dan aku akan melatihmu beladiri.” Sivia membalas perkataan Alvin tak kalah sinisnya.
“ Latihan beladiri ?? Penting gitu. Aku kan udah punya banyak pengawal.” remeh Alvin.
“ Dasar anak manja. Beladiri aja gak bisa. Mau kalah kamu sama cewek. B-A-N-C-I.” Sivia melenggang saja tanpa mempedulikan wajah Alvin yang benar-benar merah karena menahan marah.

“SIIVVIIIAAA..” teriak Alvin keras.


><><><><><><><><>< 


“ Hei, cowok lemah cepet bangun.” Alvin tak mempedulikan Sivia yang sedari tadi mencoba membangunkannya, sesekali ia hanya menggeliat ke kanan atau ke kiri.
“ Sialan juga nih cowok !!” kata Sivia cukup keras, sebenarnya Alvin mendengar semuanya, ia sudah bangun dari tadi hanya saja ia ingin memberikan pelajaran pada gadis ini. Sivia pun sudah sadar dari tadi kalau dia hanya dikerjai Alvin.


“ BUUUKKK….” Suara benda jatuh atau lebih tepatnya suara Alvin yang jatuh ke lantai karena dibanting Sivia.


“ Ahhh.., Sakit bego. Lagian kamu ini orang apa setan ?? Tenaga kamu itu menjijikkan.” Alvin benar-benar muak dengan tingkah gadis yang sekarang sedang menatapnya sinis. Bukan hanya itu, pantatnya benar-benar sakit karena bertemu dengan lantai.
“ Aku ini setan !! Cepet bangun, mandi, dan kita akan latihan beladiri. Waktu buat mandi cuma 15 menit. Aku tunggu di taman belakang. Kalau kau terlambat hadiah dariku menunggumu.” ucap Sivia dengan nada sinis, kemudian ia berjalan meninggalkan kamar Alvin.


15 menit lewat 10 detik.

“ Terlambat 10 detik, push up 20 kali.” Perintah sivia tegas.
“ Enak saja….”
“ 30 kali.”
“ Tapi….”
“ 40 kali.”
“ oke-oke aku lakuin, dasar cewek setan !!” bentak Alvin sambil menatap Sivia sebal, Sivia sendiri hanya tersenyum puas.


><><><><><><><><>< 


            Sudah beberapa hari mereka bersama. Berlatih bersama, makan bersama, bahkan bertengkar bersama. Tapi mereka sama sekali tak bertambah akrab, yang ada hanya pertengkaran setiap saatnya, walaupun tanpa mereka sadari ada rasa yang mulai tumbuh di hati mereka.

            Hari ini Alvin akan bertanding melawan Sivia. Sebenarnya tanpa bertanding pun sudah jelas siapa yang akan menang tapi dasar gengsi Alvin saja yang terlalu besar sampai tak mau mengaku kalah. Mereka sudah berada diposisi masing-masing. Salah seorang pengawal mengangkat tangannya tanda pertandingan dimulai. Alvin segera bergerak ke arah Sivia, bersiap untuk memukulnya.

“ BUKKK…”
“ BAKKK..”
“ BUKKK…”
“ BRAAKKK…”


“ arghhh.. pelan-pelan via. Sakit banget nih.” rengek Alvin saat luka-luka lebam dibadannya diobati oleh Sivia.
“ manja banget sihh..” sinis Sivia sambil menekan keras salah satu luka pada perut Alvin.
“ Aaaaa… sakit bodoh.” protes Alvin sambil memukul kasar tangan Sivia dari perutnya.
“ sorii.. sengaja.” kata Sivia seenaknya.
“ Jadi lo sengaja.” Kali ini Alvin menatap Sivia tajam.
“ Kalau iya kenapa ??” tantang Sivia walau sebenarnya ia begitu gelisah ketika menatap kedua mata Alvin, entah mengapa mata Alvin sekarang begitu terlihat tajam dan menyejukkan, hal yang sama pun Alvin rasakan ketika menatap kedua mata teduh namun kuat milik Sivia.

“ Hooii jangan ngelamun. Dasar !!” umpat Sivia sambil membereskan alat-alat P3Knya, ia berusaha menutupi rasa gugupnya. Sedang Alvin hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“ Lain kali jangan nantangin lagi.” kata Sivia.
“ Oke karena aku kalah, besok malam aku akan mengajakmu dinner.” ucap Alvin seenaknya.
“ ta…” belum sempat Sivia menolak Alvin sudah pergi meninggalkannya.
“huuufftt…” Sivia hanya menghelakan nafasnya.


><><><><><><><><>< 

            Malam ini adalah malam yang ditunggu oleh kedua insan ini. Mereka benar-benar bingung terhadap diri mrereka sendiri. Bukankah mereka berdua saling membenci. Tapi hanya karena sebuah  makan malam mereka jadi segugup ini.

“ Hari ini aku tak butuh pengawal.” tegas Alvin, ia kini telah terlihat tampan dengan kemeja yang ia kenakan.
“ Tapi..”
“ Tidak ada tapi-tapian.” tegas Alvin, semua pengawal pun memilih menyetujui perintah Alvin.

            Gadis yang sedang turun dari tangga itu benar-benar telah menyita seluruh perhatian Alvin. Sangat cantik !! Sivia yang biasanya pakai seragam pengawal yang iuuhh gak banget. Kini terlihat menawan dengan balutan dress selutut berwarna biru muda. Dress yang sangat sederhana namun terkesan lucu karena pada bagian belakangnya ada pita yang cukup besar. Rambut yang biasanya ia ikat kini ia gerai dengan hiasan bandana berwarna putih.

“ Cantik..” puji Alvin pelan tapi masih cukup terdengar ditelinga Sivia.
“ Baru sadar kalau aku cantik.” Sivia berkata seperti itu dengan pedenya.
“ Cihh..baru dipuji sedikit sudah terbang.” Sivia hanya dapat tersenyum mendengar umpatan Alvin.
“ Ayo jalan !!” kata Alvin sambil mengulurkan tangannya, cukup ragu Sivia menerima uluran tangan Alvin.

><><><><><><><>< 

“ BAAKKK…”
“ BUKKK..”
“ BRAKKK..”

            Apanya yang dinner romantis, yang ada mereka malah diserang para pembunuh bayaran yang mulai bergerak lagi. Untung saja, walau menggunakan dress Sivia masih bisa bergerak bebas. Sedang Alvin hanya dapat menyesal, kenapa ia tadi menyuruh para pengawalnya agar tak mengikutinya. Sekarang yang ia lihat adalah Sivia yang sudah terengah-engah menghadapi 20 pembunuh bayaran di sekelilingnya.

            Alvin sendiri hanya bisa terpaku. Ingin rasanya ia melindungi gadis itu tapi ia sadar ia belum kuat bahkan sama sekali tak kuat dan jika ia ikut bertarung segalanya akan lebih rumit bagi gadis itu. Mungkin ia hanya akan menjadi beban bagi gadis itu. Sivia sesekali hanya bisa mengusap darah yang terus mengalir dari sudut bibirnya. Jujur saja tenaganya sudah hampir terbang, pistol yang ia bawa pun sudah habis pelurunya.

            Kalau dilihat ia sudah menghabisi 15 dari 20 pembunuh bayaran yang ada didepannya. Sesekali ia menatap Alvin, ia benar-benar bertekad untuk melindungi laki-laki itu. Laki-laki yang entah sejak kapan telah memasuki ruang kosong dihatinya.

“ Heii kau gadis cantik jangan bergerak atau dia akan kubunuh..” entah sejak kapan salah seorang pembunuh bayaran itu berada didekat Alvin. Tangannya kini menodongkan pistol tepat dikepala Alvin.
“ Sialan kau !!” umpat Sivia, ia menyerah karena tak ingin terjadi apa-apa dengan Alvin. Bukan karena tugasnya melindungi Alvin tapi karena ia sadar ia menyayangi Alvin.

            4 pembunuh bayaran lainnya mendekati Sivia. Tatapan mata mereka benar-benar tajam. Ngeri juga sebenarnya ditatap seperti itu. Sivia hanya menelan ludahnya, ia tau apa yang akan terjadi pada dirinya.

“ BUKKK…” satu pukulan pertama mendarat tepat di perut Sivia.
“ Arrrgghhh..” Alvin tak tega melihatnya, ia sadar ia telah menyayangi Sivia lebih dari ia menyayangi dirinya sendiri.
“ Jangan lukai dia..” teriak Alvin lantang.
“ Heii.. kau laki-laki lemah jangan sok deh.” kata salah seorang pembunuh sambil memegang dagu Alvin.
“ Kau mau mati HAAHH !!” bentak pembunuh bayaran itu tepat di muka Alvin.
“ Kalian boleh lukai aku asal kalian tidak melukai dia.” teriak Sivia lantang, tenaganya benar-benar ia kumpulkan.
“ Berani juga kau anak manis.” Sinis adalah nada yang tepat saat salah seorang pembunuh bayaran mengatakan kalimat ini.

“ BUKKK…” salah seorang pembunuh bayaran itu memukul Sivia dengan tongkat yang ia bawa. Sivia hanya dapat mengerang dan menahan rasa sakit yang luar biasa. Alvin yang melihatnya pun meneteskan air matanya.

“ Siviaaaa.., lari. Aku menyayangimu. Aku tak mau terjadi apa-apa padamu.” spotan Alvin mengatakan itu, Alvin benar-benar tak rela jika mereka melukai Sivia lebih dari ini. Sekarang Alvin menatap Sivia. Dilihatnya wajah Sivia yang penuh lebam dan begitu pucat. Ia benar-benar tak tega.

“ Kalau begitu kalian mati saja bersama…” Dua orang pembunuh bayaran siap mengacungkan pistol tepat ke kepala Alvin dan Sivia.


“ DOORRR..”


“ DOORRR…”


“ Jadi ditembak itu tidak sakit.” Begitulah pikir Alvin, ia masih terus memejamkan matanya. Dan berharap bisa bertemu ibunya di surga nanti.


“ BUKKK…”

“ BRAKKK…”

“ BUUKKK…”

            Mendengar suara ribut Alvin benar-benar membuka matanya. Dilihatnya orang-orang yang berseragam kepolisian sedang menghajar para pembunuh bayaran yang tersisa. Alvin sendiri hanya menghela nafas lega. Tapi tunggu.. Alvin segera berlari ke arah gadis yang tengah      terbaring tak berdaya.

“ Siviiiaa bangun vi..” air mata Alvin benar-benar menyeruak ketika memanggil nama Sivia. Gadis itu kini bersimbah darah pada bagian kepalanya. Pelan diangkatnya tubuh Sivia, ia tak ingin menambah luka pada tubuh kecil Sivia. Memanggil salah satu orang berseragam kepolisian dan memintanya mengatar ke rumah sakit secepatnya. Sedang para polisi lain mengikat dan akan melakukan introgasi pada para pembunuh bayaran.


><><><><><><><><><>< 

            Semua berpakaian serba hitam. Air mata mengalir dimana-mana. Alvin benar-benar tak sanggup menerima kenyataan ini.

            Alvin kini terpaku ia takut akan mengalami hal yang sama lagi. Dulu ibunya meninggal karena melindunginya dan sekarang ia tak mau gadis yang ia sayangi meninggal karena melindunginya. Dipegang erat tangan gadis itu, kalau boleh ia mau menggatikan posisi gadis ini.

            Ia sadar betapa lemahnya dirinya. Dan ia sadar betapa hebatnya Sivia. Dalam keadaan terjepit ia masih sempat menghubungi ayahnya untuk minta pertolongan sedang dia hanya diam terpaku. Matanya sembab, tapi sudah tak ada air mata lagi dari matanya. Air matanya sudah kering memikirkan betapa bodohnya dia sampai tak bisa melindungi gadis yang ia cintai.

            Tiba-tiba tangan yang ia genggam bergerak. Alvin tersadar, segera ia pencet tombol panggilan untuk dokter. Ia keluar, dokter sedang menangani Sivia, gadis yang sangat ia sayangi. Tak lama sang dokter keluar dan tersenyum. Buru-buru Alvin masuk ke dalam. Matanya terhenti pada gadis yang kini tengah tersenyum ke arahnya.

“ Mulai saat ini aku yang akan melindungimu..”

            Sementara diluar sana ada 3 orang dewasa yang tengah menatap mereka sambil tersenyum manis.


TAMAT

**********


Selasa, 16 Agustus 2011

Lihat Lebih Dekat Part 5


Lihat Lebih Dekat Part 5
~ Ketegangan dan Perhatian  ~


                Alvin yang baru saja memasuki kelas tepat ketika seseorang menghampirinya. Menatapnya dengan tatapan tajam dan sinis. Alvin yang ditatap seperti itu hanya cuek saja. Toh ia tak pernah punya urusan dengan gadis ini. Sedang Cakka, Shilla, dan Zahra hanya bingung sambil menatap gadis yang sudah berdiri tegak di depan Alvin.

“ Kamu harus minta maaf !!” Gadis membentak Alvin tepat di depan wajahnya, sedang Alvin berpikir sejenak lalu berjalan pergi.
“ Penting gitu !!” remehnya.
“ Lagipula aku gak tau mau minta maaf sama siapa.” Alvin hanya tersenyum meremehkan pada gadis itu.
“ Sivia.” Gadis itu berkata tegas.
“ Ga penting !! Toh aku gak punya salah sama dia.” Alvin berjalan menuju ke bangkunya.

                Kali ini gadis itu benar-benar geram dengan tingkah sombong dan angkuh milik Alvin.

“ Hahaha.., buat minta maaf aja gak bisa. Banci !!” Kali ini Alvin menatap tajam gadis itu, ia benar-benar tak menyangka kalau ia akan diumpat seperti itu.
“ Hahahahaa…” Alvin tertawa keras dan berjalan semakin mendekat ke arah gadis itu. Tangannya kini tepat memegang dagu tirus gadis itu. Mendongakkannya ke atas.
“ Mulut ini yang tadi berbicara seperti itu.” Alvin hanya tersenyum licik sambil menyentuh bibir gadis itu, sedang gadis itu sendiri tetap menatap tajam Alvin tanpa peduli apapun. Walau tak dipungkiri dalam hatinya ia sendiri sudah benar-benar ketakutan dengan apa yang nantinya dapat dilakukan oleh Alvin.

“Hentikan..” Gabriel yang sedari dari diam saja mulai memegang tangan Alvin yang memegang dagu gadis itu.

“ Kau benar-benar akan menjadi banci kalau menganggu seorang perempuan.”


“ BUKKKK…”

               
                Satu pukulan telak mendarat tepat di sudut bibir Gabriel.

“ Gabbb…” gadis itu segera berlari menuju ke arah Gabriel yang kini tengah terduduk karena tak siap menerima pukulan dari Alvin.
“ Siapa yang banci !!” umpat Alvin sembari mencibir Gabriel.
“ Alvin kamu gila yaa..” kali ini Zahra marah, padahal sebelum-sebelumnya tiap Alvin memukul orang Zahra tak pernah marah, bahkan ia sama sekali tak peduli. Alvin hanya mendelik sambil menatap tajam ke arah Zahra. Sebenarnya bukan cuma Alvin yang lainnya pun begitu. Bingung dengan sikap Zahra.

                Zahra berjalan ke arah Gabriel dan memberikan sapu tangannya pada Gabriel. Gabriel pun menerimanya dengan senang hati. Sedang gadis tadi mendelik sambil menatap tajam ke arah Zahra dan Alvin bergantian. Gadis itu mulai berjalan perlahan ke arah Alvin. Langkahnya tehenti ketika seketika ia merasakan sebuah getaran dari salah saku roknya.

                Buru-buru ia ambil handphonenya dan melihat nama yang tertera di sana. Buru-buru ia mengangkatnya tapi suara sang penelepon berbeda. Bukankah ini nomer sahabatnya, Sivia. Tapi kenapa suara lembut gadis itu berubah menjadi suara baritone seorang cowok. Ia tertegun sejenak, tapi setelah ia terlibat dalam pembicaraan yang cukup singkat dan ia pun paham apa yang sedang terjadi.

                Ia tak lagi berjalan ke arah Alvin. Ia kembali lagi ke arah Gabriel. Membantu Gabriel berdiri, ia tatap mata Gabriel cukup lama. Akhirnya Gabriel mengerti, dengan gerakan perlahan Gabriel merengkuh kepala gadis itu.

“ Tenang Ify, dia gadis yang kuat. Dia takkan kenapa-napa.”

                Yang lain hanya bingung menatap kedua orang itu. Ify yang tadi terlihat buas pun sudah duduk di bangkunya tanpa mempedulikan yang lainnya. Ia kembali fokuskan pada buka matematika tebalnya. Sedangkan Gabriel hanya berjalan mendekati Alvin. Semua yang awalnya cukup tenang kini mulai menarik nafas dalam-dalam, mereka kembali terbawa dalam hawa ketegangan.

                Cakka sang sahabat sebenarnya ingin ikut membantu, tapi ia tak bisa. Bukan karena ia tak pandai bertengkar atau yang lainnya. Tapi karena tangan gadis yang ia sayangi sedari tadi menggenggam tangannya. Gadis itu hanya tak ingin masalah semakin rumit. Cukup Gabriel dan Alvin yang menyelesaikan masalah mereka berdua.

“ Jangan kesana.” ucap gadis itu pada Cakka, sedang Cakka hanya terdiam.

                Gabriel mendelik dan menatap tajam ke arah Alvin. Semua agaknya sedikit terkejut melihat tatapan Gabriel. Memanglah Gabriel dikenal sebagai seorang yang baik dan ramah. Gabriel terus berjalan mendekati Alvin. Zahra sendiri sudah bersiap melindungi Gabriel dikala nanti Alvin mengamuk karena perkataan atau perbuatan Gabriel.

                Kini kedua orang itu tepat berhadapan. Semuanya mengatur nafas agar tak menganggu, mereka diam menunggu yang akan terjadi.

“ Satu menit…” mereka masih saling menatap sinis.

“ Dua menit..” Gabriel mulai menggerakkan tangannya.

“ Tiga menit..” Gabriel mengulurkan tangannya pada Alvin, mengajaknya bersalaman.


“ Maaf jika kata-kataku atau kata-kata Ify menyinggungmu atau membuatmu tak nyaman.” Senyuman manis kembali terkembang dibibir Gabriel. Semua yang ada disana hanya menghela nafas lega. Pantas ia terpilih menjadi ketua OSIS, walaupun masih muda ia begitu bijaksana dan manis.

                Sejujurnya Alvin ragu untuk menyambut uluran tangan Gabriel tapi karena dorongan Zahra, Alvin pun akhirnya menerima uluran tangan Gabriel.

“ Sudahlah, kemarilah jangan berlama-lama didekat dia.” Dengan sinisnya ia berbicara seperti itu. Gabriel hanya menurut dan tersenyum.

“ Tapi aku ingatkan. Kalau kau memang tidak suka sama Sivia, jauhi dia dari sekarang. Dan jangan pernah mengejak segalanya yang ia buat. Kau tak tahu apa-apa.” Semuanya tercekat mendengar penuturan Gabriel.


><><><><><><><><><>< 


“ Halo, disini rumah keluarga Karisma !! Ada perlu apa ??”
“ Hari ini guru melukis Acha sedang sakit, jadi maaf, pelajaran melukis hari ini ditunda dulu.”
“ Baiklah, terima kasih informasinya.”


><><><><><><><><><><>< 

Di Kediaman Karisma

“ Zahra tadi kenapa kau membela Gabriel ?” pertanyaan telak dari Alvin, Cakka dan Shilla hanya mengangguk, mereka ingin tau.
“ Aku tak tau, tapi mungkin aku telah terpesona padanya. Aku menyukainya.” ungkap Zahra dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya.
“ Aku akui, dia begitu dewasa dan bijaksana.” jujur Cakka dan Shilla.
“ Dia itu sok dewasa dan sok bijaksana.” Alvin menatap deretan anak tangga di rumahnya. Matanya terhenti pada sosok cantik yang kini berjalan ke arah dapur.
“ Acha, bukannya kau ada les melukis ?” Acha yang mendengarnya hanya tertunduk sedih.
“ Kak Sivia sedang sakit jadi lesnya diliburkan dulu.”

                Ke empat orang itu terdiam, bukannya gadis itu tadi disekolah baik-baik saja. Tapi tunggu !! Sejak kejadian di kantin tadi, gadis itu sama sekali tak terlihat batang hidungnya di kelas atau di sekolah. Malahan waktu pulang sekolah tadi, dua sahabatnya, Gabriel dan Ify keluar kelas dengan tergesa-gesa.

“ Ohh, iya. Aku ingat sesuatu tentang Sivia.”
“ Apa, Zah ?” Shilla bertanya dengan raut wajah bingung. Sedang Alvin sudah sangat tak sabar menunggu apa yang akan Zahra katakan.  
“ Tadi aku denger dari anak-anak, katanya waktu istirahat pertama hampir selesai tadi, anak-anak ngelihat kalau Sivia itu digendong sama Kak Rio.”

                Alvin tertegun, Sivia digendong Kak Rio. Tapi kenapa ?? Apakah karena sakit ?? Atau karena dirinya ??  Bukankah ia tadi sehat-sehat saja. Sialnya Alvin tak tau apa-apa tentang gadis itu. Ia begitu buta tentang gadis yang entah sejak kapan memasuki hatinya.

“ Kau tak ingin menjenguknya, Cha ?” tanya Alvin yang sukses membuat yang lainnya tersentak kaget. Kenapa Alvin jadi begitu peduli pada Sang Putri Es bukankah Alvin tipe orang yang cuek.

                Sakit, setidaknya itu yang dirasakan Shilla ketika ia merasa Alvin begitu peduli pada Sivia. Hatinya benar-benar tak rela jikalau laki-laki yang ia sukai peduli atau bahkan terlalu peduli kepada seseorang yang baru dikenalnya, bahkan seseorang yang Alvin anggap musuhnya.

“ Mau sih kak, tapi gak ada yang ngantar.” tutur Acha sambil menyendok es krim yang baru saja ia ambil dari kulkas.
“ Mau kakak kantar.”

                Kali ini bagai disambar guntur siang bolong. Ia benar-benar terkejut, laki-laki yang ia tau tak pernah peduli dengan orang lain bisa begitu peduli dengan seorang gadis. Sahabat-sahabatnya sendiri pun juga ikut bingung dengan tingkah Alvin.

“ Kakak beneran mau ngantar Acha ?” tanya Acha dengan semangat, ia bertambah semangat dikala sang kakak menganggukkan kepalanya. Dengan segera Acha mengembalikan es krimnya dan berlari ke kamarnya untuk mengganti pakaian.

                Sementara kini Alvin seperti dihakimi oleh berpasang-pasang mata yang menatapnya.

“ Gak usah tanya apa-apa.” Mata-mata yang sedari tadi menatapnya kini menghilang seiring dengan kata-kata Alvin.
“ Kalau gitu kita pulang dulu.” Pamit mereka.


><><><><><><><><>< 

“ Kka, apakah kamu punya pikiran sama denganku ?” Cakka hanya melirik ke arah Shilla yang kini memandangnya meminta jawaban.
“ Iya, Alvin dan Sivia bukan.” Shilla hanya mengangguk.
“ Tapi kenapa harus Sivia, kenapa bukan aku.” Tak terasa air mata Shilla menetes, Cakka menghentikan mobilnya sejenak lalu menghapus air mata Shilla.
“ Aku sudah lama menyukainya kka.” tutur Shilla lirih.
“ Berusahalah, mereka belum jadian dan Alvin masih belum sadar akan perasaannya.”

                Shilla sedikit tenang mendengar penuturan Cakka. Melihat itu Cakka hanya tersenyum, senyum pahit.  Ia terlalu menyayangi gadis disebelahnya ini. Tak lama ia kembali melajukan mobilnya.

“ Kita sama Shil, Alvin tak pernah menatapmu seperti kamu tak pernah menatapku.” Batinnya.
“ Walau begitu, aku akan tetap menyukaimu.”

**********

*** Terima kasih udah mau baca ***
*** Yang udah baca harap tinggalin jejak biar yang nulis semangat ***



_mei_