Lihat Lebih Dekat Part 6
~ Perasaan Tak Dimengerti ~
Alvin sedari tadi terus menghela nafas panjang. Keputusannya benar-benar bodoh. Ia benar-benar merutuki dirinya sendiri saat ia ingat kalau dirinya tadi menawari adik kesayangannya pergi ke rumah musuhnya, Sivia. Ia sendiri bingung dengan apa yang terjadi pada dirinya, lebih tepatnya hatinya. Entah kenapa ia begitu peduli pada gadis yang baru saja ia kenal. Gadis dingin yang begitu menyebalkan.
Tak terasa, akhirnya mobil yang ia kemudikan sampai di rumah gadis itu. Matanya masih terus menatap rumah besar itu. Ia bimbang antara masuk atau tidak. Apalagi mengingat Ify yang tadi benar-benar menyalahkannya. Alvin sendiripun sebenarnya bingung dan merasa bersalah ketika melihat air mata Sivia tadi. Perasaan aneh menimpanya.
“ Kak Alvin, kenapa diam disitu.” Perkataan Acha benar-benar menghentikan aksi melamunnya. Dipandanginya adik tersayangnya yang tengah tersenyum manis pada dirinya. Ragu Alvin membalas senyuman Acha. Tatapannya kembali ia alihkan pada rumah besar dihadapannya.
“ Kak Alvin, ayo masuk !” Acha mengulurkan tangannya. Alvin memandangnya ragu. Dengan berat ia menerima uluran tangan Acha dan mengikuti langkah adiknya yang semakin dekat dengan pintu rumah itu.
“ Tok..tok..” suara pintu diketuk itu terdengar seperti masalah baru bagi Alvin. Apalagi saat terlihat siapa yang membukakan pintu untuk dia dan adiknya.
“ Iya cari si...” Perkataan gadis cantik itu terpotong ketika melihat dua orang yang tengah berdiri di depan pintu.
“ Kenapa kamu disini ?” Sinis gadis itu, Alvin sendiri hanya menelan ludah menatap ekspresi wajah gadis itu.
“ Kak Ify kenal sama kak Alvin ?” pertanyaan Acha itu membuat Ify mengganti pandangan sinisnya menjadi sebuah senyuman manis yang diperuntukkan untuk Acha, dan catat hanya untuk Acha seorang.
“ Iya, dia satu sekolah sama kakak. Oh iya Acha, bukankah tadi kak rio telah menelepon bahwa hari ini pelajaran melukisnya libur ?” Alvin benar-benar dibuat bergidik ngeri dengan nada bicara serta sikap Ify yang sekarang. Sama persis dengan Sivia, ramah, baik, dan yang jelas tidak dingin.
“ Acha tau kok, tapi Acha kesini mau jenguk kak Sivia. Mumpung kak Alvin mau nganterin.” Acha tersenyum manis sambil memperlihatkan parsel buah yang ia bawa. Sementara Ify menatap Alvin aneh. Alvin sendiri hanya melengos karena tak mau ditatap seperti itu. Sumpah, ia benar-benar menyesal dengan keputusannya mengantar Acha.
“ Ya udah masuk Cha.” Ify hanya tersenyum sembari berjalan lebih dahulu ke dalam, Acha pun mengikutinya dari belakang. Alvin sendiri masih terpaku ditempatnya, Ify tersenyum ?? Dua orang yang aneh, Ify Sivia.
“ Kak Alvin, kenapa diam disitu. Ayo masuk !” Acha menarik tangan Alvin yang masih terpaku ditempatnya. Sedang Alvin hanya bisa mengikutinya.
><><><><><><><><><><
“ Siapa fy ?” Terdengar suara Rio tapi wujudnya sama sekali tak nampak disana.
“ Kak Rio dimana kak, kok ada suaranya ?” Acha bertanya sambil menatap Ify bingung.
“ Ohh, Kak Rio lagi di dapur. Masak buat Sivia. Kalian ke kamar Sivia aja duluan. Aku mau bantu kak Rio.” Acha mengangguk sebentar lalu berjalan menuju ke tangga yang berada ditengah ruangan. Alvin sendiri akan mengikuti Acha kalau saja tangannya tak dipegang oleh Ify.
“ Minta maaflah. Kau melukai harapannya.” Ify berkata pelan, Alvin hanya terdiam dan berpikir. Sebenarnya ia tak mengerti apa maksud kata-kata Ify. Tapi selanjutnya ia berjalan menuju ke salah satu ruangan disana, Alvin masih tetap terdiam sampai terdengar suara Acha memanggilnya.
“ Kak Alvin kenapa sih dari tadi bengong aja.” Alvin segera berjalan menuju ke arah Acha yang masih terdiam ditengah tangga.
><><><><><><><><><><
Didepannya kini terpampang jelas sebuah pintu yang cukup besar. Alvin benar-benar ragu ketika akan membuka pintu itu. Sementara Acha sudah tersenyum dan membuka pelan pintu kamar itu. Ruangan yang terpampang di depannya kini cukup luas. Nuansa biru benar-benar memenuhinya. Entah kenapa rasanya begitu tenang menatap kamar ini.
“ Kak Alvin, ayo masuk.” Acha menggandeng tangan Alvin agar masuk lebih dalam ke kamar itu. Alvin hanya bisa mengikuti adiknya. Tak mungkin juga ia menolak ajakan adiknya terlebih ia telah sampai pada tempat yang dituju, Kamar Sivia.
Tatapannya berhenti ketika ia menatap seorang gadis dan seorang lelaki di depannya. Sivia dan Gabriel. Sivia tengah menutup matanya erat, wajahnya terlihat pucat pasi. Alvin tau Sivia tidak tidur hanya sekedar menutup mata. Sementar Gabriel terus menerus mengelus kepala Sivia.
“ Jangan terlalu lelah dan jangan terlalu banyak pikiran.” Gabriel terus menerus mengelus kepala Sivia, sedang baru kali ini Alvin merasakan hatinya berontak. Entah kenapa hatinya tak terima dengan apa yang ia pandang sekarang. Tak pernah ia merasakan seperti ini sebelumnya.
“ Kak Gab..” panggilan Acha benar-benar mengalihkan pandangan Alvin dan aktivitas Gabriel.
“ Acha dan kamu ?” kening Gabriel benar-benar berkerut bingung. Bagaimana tidak, seorang laki-laki yang mengatakan musuh Sivia ada disini, sekarang.
“ Kak Sivia gak apa-apa kan ?” Acha bertanya sembari berjalan mendekat ke arah Gabriel dan Sivia. Sementara Gabriel hanya tersenyum manis, senyum yang mempesona.
“ Dia cuma kecapekan kok.” Gabriel mengelus kepala Sivia lagi sementara Alvin kembali merasakan hatinya berontak. Acha tersenyum mendengar penuturan Gabriel. Pelan Acha memberikan parsel buah yang ia bawa pada Gabriel dan duduk di tepi ranjang Sivia.
“ Kak Sivia gak apa-apa kan ?” Acha bertanya pelan, Sivia mulai membuka matanya dan mencoba menghilangkan rasa sakitnya yang sedari tadi menderanya. Setelah matanya benar-benar terbuka, ia tersenyum pada gadis kecil di depannya.
“ Iya, kakak gak apa-apa kok. Acha kesini sama siapa ?” tanya Sivia lirih, tenaganya belum terkumpul sepenuhnya.
“ Sama kakak Acha, kak Alvin.” Agak tak suka Sivia mendengarnya, perlahan ia gerakkan kepalanya untuk melihat Alvin, seseorang yang sudah beberapa hari ini hadir dan mungkin mengacaukan hidupnya. Alvin sendiri tau kalau ia sedang ditatap Sivia. Perlahan Alvin mengumpulkan keberanian dan membuang keegoisannya.
“ Put..” Alvin menghentikan perkataanya saat ia sadar akan mengatakan Putri Es, bukankah hal yang tidak sopan jika meminta maaf tapi memanggil nama ejekannya.
“ Sivia, aku minta maaf karena telah mengejek bangau kertas buatanmu tapi aku benar-benar tak tau apa yang membuat sampai sebegitu marahnya.” Alvin benar-benar mengungkapkan apa yang sedang ada dalam hatinya. Acha menatap kakaknya dan Sivia bergantiam, ia tak tau apa-apa. Sivia menghela nafas panjang dan menatap Alvin.
“ Sudahlah tak usah kau pikirkan lagi.”
><><><><><><><><><
“ Siapa fy ?” Rio membalikkan tubuhnya ketika mendengar langkah kaki yang semakin jelas dan kini ia menatap Ify yang baru masuk ke dapur.
“ Acha dan kakaknya.” Ify pun kembali pada pekerjaannya semula, memotong beberapa sayuran.
“ Kakaknya Acha ?” Rio mengerutkan dahinya, sedang Ify menghela nafasnya.
“ Alvin.”
“ Jadi Acha adiknya Alvin, pantas mirip.” Rio mengatakan itu sambil kembali mengaduk buburnya.
“ Whattss., mirip dari Hongkong.” Ify memberikan ekspresi kaget yang sangat lucu.
“ bhuahahahaha..” tawa keras terdengar dari Rio, Ify sendiri hanya manyun karena ia tau siapa yang sedang Rio tertawakan, dirinya, toh cuma ada dia dan rio disini.
“ Kamu manis banget kalau kayak gitu.” Masih dengan tubuhnya yang bergetar karena menahan tawa Rio mengatakan itu, Ify sendiri terkejut sampai pisau yang sedang ia gunakan melukai jemari tangannya.
“ Auuu..” Ify berteriak kecil sambil menjauhkan tangannya dari pisau. Rio yang keget dengan teriakan Ify segera mematikan kompor dan menuju ke arah Ify.
“ Kenapa fy ?” tanya Rio dengan raut wajah yang cukup khawatir.
“ Kena pisau nih, gara-gara kakak sih.” Ambek Ify sambil mengibaskan jarinya pelan. Dengan cepat Rio memegang jari Ify yang terluka. Segera dilihat luka yang ada, tidak terlalu besar dan dalam. Pelan ia berjalan meninggalkan Ify, mengambil kotak P3K, dan segera mengobati luka Ify.
Rio mengobati luka Ify dengan telaten. Setelah selesai diciumnya jari Ify yang terluka. Ify hanya tersenyum malu melihat perlakuan Rio. Sebenarnya Ify dan Rio sama-sama saling menyukai, mereka tau itu tapi mereka tak ingin membuat sebuah komitmen nyata, untuk sekarang. Sementara ini Rio ingin fokus mengurus adiknya. Ia tak ingin melepaskan pengawasannya untuk adiknya.
Ia sangat tau, adiknya benar-benar butuh perhatiannya untuk sekarang. Ify sendiri juga tak ingin berkomitmen dengan rio, ia masih ingin menyelesaikan semua masalahnya. Masalahnya dan keluarganya. Toh ia sadar, rio akan ada selalu untuknya. Dan mereka akan tetap bersama.
“ Makasih kak Rio.” Ify tersenyum manis sambil menatap malu ke arah Rio.
“ Hati-hati lain kali.” Rio mengelus kepala Ify dengan lembut. Ify hanya tersenyum tipis. Ini yang membuat Ify selalu nyaman berada di dekat Rio, kelembutannya.
“ Hoiii.., jangan pacaran aja.” Gabriel yang datang tiba-tiba langsung menghentikan keromantisan yang tercipta.
“ Sirik aja kamu. Ngapain kesini ?” Rio bertanya pada Gabriel.
“ Sewot aja kamu kak. Lihat tuh jam. Mana makanannya, Via kan gak boleh telat makan.” Rio hanya menepuk jidatnya. Dan segera memindah bubur yang sudah ia buat ke mangkuk.
“ Silakan pacaran lagi.” Gabriel langsung saja ngacir setelah berkata seperti itu. Sementara Ify dan Rio hanya garuk-garuk kepala. Selalu begini, Rio selalu lupa waktu jika bersama Ify. Hal ini yang ia takutkan jika ia membuat komitmen dengan Ify.
*******
_mei_