Rabu, 21 Desember 2011

Destiny, You and Me Part 4 ( Keluarnya Sivia )



Destiny, You and Me Part 4
~ Keluarnya Sivia ~

                SMA Higuchi ataupun Higashi benar-benar mempersiapkan yang terbaik untuk perlombaan antar SMA ini. Keduanya benar-benar ingin menjadi juara, bukan karena mereka ingin menunjukkan siapa yang lebih hebat dan kuat tapi kedua SMA ini benar-benar ingin menunjukkan SMA mana yang terbaik. Mereka sama-sama berjuang demi sekolah bukan pribadi mereka.

                Semuanya benar-benar berusaha semampu mereka dan sekeras yang mereka bisa. Dan dari semua perjuangan itu hanya ditentukan oleh satu hari ini, Hari Perlombaan.

“ Kalian siap ?”

“ Siap ketua OSIS !”

“ Sebelum itu, aku mau ngucapin makasih atas kerja keras dan latihan kita selama ini. Dan tetap berikan yang terbaik dari masing-masing kalian.”  Semuanya  tersenyum, ketua OSIS mereka ini memang begitu luar biasa di mata mereka.

                Secara cepat pandangan mereka semua beralih ke seseorang yang baru saja datang. Dia terlihat begitu lelah mungkin sedari tadi ia berlari.

“ Ketua…..” nafasnya saja masih terdengar satu dua.

“ Tenangkan dirimu, ada apa ?” tanya Ketua OSIS itu.

“ Kanya belum datang dan dia sama sekali gak bisa dihubungi.”

“ Tenanglah. Mungkin dia sedang terjebak macet, seperti kamu tidak tau saja bagaimana keadaan kota kita tercinta ini.” Dia berusaha tenang, tapi tidak dengan gerak mata dan gerak tubuhnya.

“ Ayo semua bersiap !”

><><><><><><><><>< 

“ Semuanya sudah siap kan ?” tanya Gabriel.

“ Sudah !! Semuanya sempurna.” Ify memberikan senyumnya sembari menaruh catatan yang ia baca tadi.

“ Terima kasih wakil ketua OSIS, mungkin kamu bisa menjadi ketua OSIS yang lebih berguna dariku.” guraunya.

“ Tapi aku tidak akan bisa lepas dari wibawamu.” Gabriel hanya tersenyum mendengar balasan dari Ify.

“ Heii, Bro ! Kenapa sedari tadi kamu tersenyum ? Kamu masih waraskan ?” tanya Dayat yang baru saja datang.

“ Entahlah..” Gabriel hanya mengedikkan bahunya tanda tidak tau.

“ Aku merasa ada sesuatu yang baik yang sedang menungguku.” ungkap Gabriel sembari meninggalkan Dayat dan Ify.

“ Berusahalah..” lirih Gabriel di telinga Dayat.

“ Aku takkan bisa.” Batin Dayat.

                Kini keduanya terpaku disana. Entah apa yang membuat mereka begitu merasa canggung.

“ Kalian masih disini. Ayo kita ke tempat lomba !” Suara Shilla yang baru saja datang pun berhasil  memecah rasa canggung mereka berdua.

><><><><><><><><>< 

                Terlihat beberapa anak Higashi sedang berputar-putar di depan aula perlombaan. Mereka benar-benar diliputi rasa cemas dan panik.

“ Apa Kanya masih belum bisa dihubungi ?” tanya Chris.

“ Belum..” Cakka hanya menghela nafas panjang.

“ Kalau begitu kita pakai cara terakhir yang mustahil.” Cakka hanya berkerut bingung, tapi saat ia melihat apa yang diisyaratkan Chris, sejurus itu ia tersenyum lirih.

“ Aku tidak yakin..”

“ Tak ada salahnya mencoba bukan ?” tutur Chris selanjutnya, Cakka sendiri hanya tersenyum kecut.

><><><><><><><><><>< 

                Semua lomba telah dimulai dan sebagian pun sudah memasuki babak penilaian. Dan yang menjadi puncak dari lomba-lomba itu adalah lomba menyanyi solo.

                Ada dua orang dari ruang ganti, dan entah kenapa satu dari mereka sedari tadi hanya tertawa. Mereka pun keluar bersama, sementara yang lain hanya berpandangan bingung.

                Chris, Gabriel, dan Ify masing-masing dari mereka sudah menyanyi, dan mendapatkan cukup banyak applause dari penonton. Sekarang tinggal perwakilan solo putri dari SMA Higashi.

“ Untuk perwakilan solo putri dari Higashi maka kita panggilkan Ratna Kanya…..”

                Semua mata memandang sesosok perempuan yang baru saja muncul dari balik tirai. Mereka membelalakkan mata, itu bukan Kanya ! Tapi dia adalah seorang gadis cantik berpipi chubby.

“ Oh maaf karena ada kesalahan teknis maka perwakilan Solonya diganti oleh…”

“ Cakk…”

“ Hahhh Cakka !” semua semakin terkejut, Chris hanya menepuk jidatnya ia lupa, tanpa sadar ia menulis nama asli Cakka. Beberapa orang yang sudah mengerti apa yang terjadi terlihat menahan tawa.

                Sementara itu tawa keras terdengar dari bangku bagian belakang, Cakka mendelik dan mendapati Alvin sedang menertawainya.

“ Kka ! Seandainya aja kamu cewek, udah bakal aku jadiin kamu pacar. Cantik sih kamu !” ejek Alvin, Cakka hanya memalingkan wajahnya dan mendengus sebal. Hancur sudah reputasinya ! Semua anak-anak yang tadi hanya menahan tawa pun kini tertawa dengan bebasnya.

“ Chrisss., abis ini aku makan kamu !” gumam Cakka dalam hati.

“ Apa-apaan ini..” di tengah suasana ribut itu tiba-tiba teriakkan seorang juri membungkam mereka.

“ Maaf saya yang salah !” Chris pun akhirnya angkat bicara.

“ Penyanyi solo putri kami masih dalam perjalanan. Dia terjebak macet.”

“ Tapi kenapa kalian harus berbohong seperti ini !” bentak sang juri itu.

“ Kami…”

“ Mohon berikan tenggang waktu bagi mereka untuk menunggu Kanya.” Gabriel dengan sopan menyela perkataan Chris. Kini semua mata pun memandang padanya.

“ Bolehkan ?” tanya Gabriel lagi.

“ Huuhh., karena pihak lawan yang berkata begitu maka kami berikan 5 menit untuk menunggu Ratna Kanya atau kalian harus mengganti penyanyi putri lain. Tapi jangan perempuan semacam dia !” juri itu pun menunjuk Cakka yang sudah sangat malu. Tawa pun kini kembali membahana.

                Semuanya begitu sibuk menunggu kedatangan Kanya. Kanya memang sudah bisa dihubungi tapi dia masih terjebak macet. Chris benar-benar bingung. Di ruang ganti Higashi dia pun mencoba memilih salah satu dari gadis SMA Higashi untuk perwakilan solo putri.

“ Masih bingung..” suara lembut itu menyapanya, suara yang benar-benar ia kenal. Suara yang membuat semua harapannya muncul.

“ Sivia…” Chris dan Cakka yang memang sudah mengenal Sivia sejak lama terlihat sumringah, sedang siswa lain hanya saling berpandangan bingung. Bagaimana mungkin gadis yang dulu menolak mentah-mentah untuk ikut lomba ini, kini berada di sini apalagi dengan ekspresi bahagia yang ditunjukkan Cakka dan Chris waktu melihat gadis itu. Sebenarnya apa yang terjadi ?

“ Kamu mau membantu kami, Please !” pinta Cakka.

“ We need your help..” Sivia masih diam tak merespon.

“ Apa kamu mau lihat Chris yang berdandan ala perempuan ?” tawar Cakka, Chris sendiri hanya mendelik sebal mendengar perkataan Cakka. Bisa-bisanya laki-laki disampingnya ini memikirkan balas dendam dalam posisi sekarang.

“ Tidak usah repot ! Kami para perempuan kan tidak mau kalah saing dari laki-laki cantik sepertimu.” Sivia mengedipkan sebelah matanya, Chris tersenyum puas, sedang Cakka mendengus sebal.

“ Sialan !”

“ Tapi kenapa tiba-tiba kamu mau membantu ?” tanya Chris.

“ Nanti kujelaskan, bukankah kamu lebih baik mendaftarkan namaku sekarang.” Sivia tersenyum, Chris pun segera keluar dan menemui panitia penyelenggara.

><><><><><><><>< 

“ Apa gadis itu bisa bernyanyi ?”

“ Bukankah dia murid baru yang menolak mentah-mentah untuk ikut dalam lomba ini ?”

“ Bagaimana mungkin dia dipilih, padahal dia tidak pernah ikut latihan bersama.”

“ Kita aja gak tau suara dia, gimana coba kalau ternyata suaranya cempreng dan jelek.”

“ Dasar anak baru sombong !”

“ Iya, mana Chris sama Cakka bener-bener minta tolong sama dia.”

“ Ohh God, dunia pasti udah terbalik.”

                Gabriel dan anak-anak Higuchi lainnya cukup tertarik mendengar perbincangan beberapa murid Higashi itu. Mereka jadi penasaran dengan gadis yang akan menggantikan Kanya bernyanyi. Sampai katanya Cakka dan Chris sendiri yang meminta bantuan pada gadis itu.

“ Haii..” Chris dan Cakka terkejut ketika melihat siapa yang menyapa mereka.

“ Kanya ??” belum sempat mereka bertanya suara sang MC sudah mulai terdengar. Kanya hanya mengedipkan sebelah matanya dan menyuruh mereka menghadap ke panggung.

“ Ok guys, sekarang kita bisa melanjutkan lomba ini lagi. Dan kali ini saya jamin bukan perempuan abal lagi.” Cakka hanya melengos sebal mendengar penuturan sang MC.

“ Benarkan apa yang aku lihat ini ? Apa benar ini namanya ?” MC itu berbisik pada MC yang lain, tapi mungkin itu tidak tepat disebut sebagai bisikan karena suara tersebar oleh mic mereka berdua.

“ Sebagian orang dari dunia hiburan pasti tau tentang dia. Gadis seumuran kalian yang sangat berbakat. Dia punya suara emas. Kalian tidak lupa padanya kan ?”

Mendengar itu, Gabriel, Ify, dan beberapa anak lain merasakan gemuruh hebat dalah hati mereka. Pikiran mereka melayang, dulu suara emas sebutan untuk Angel, Zahra, Ify, dan Sivia. Dan Angel dan Zahra tidak mungkin berada disana karena mereka berbeda sekolah, sementara Ify sendiri sudah tampil sejak tadi.

Jantung mereka semakin berdebar keras disaat secara perlahan tirai terbuka. Dan mata mereka benar-benar dibuat membulat. Beberapa dari mereka bahkan menangis tepat saat tirai itu terbuka lebar dan menampakkan seorang gadis cantik yang tengah tersenyum ke arah mereka.

“ Siviaa….” Teriak kompak mereka semua. Sementara anak-anak Higashi dibuat bingung, bagaimana mungkin mereka yang termasuk kalangan artis bisa kenal siswa baru di SMA mereka. Yang bahkan gak semua murid Higashi mengenalnya.

“ Aku kembali sahabat.” lirihnya di depan mikrofon. Semuanya kini terdiam. Menunggu penampilan gadis itu.

                Perlahan alunan musik mulai terdengar diseluruh ruangan. Sivia pun mulai bernyanyi. Semua terdiam, tidak terdengar sedikit pun kasak-kusuk. Suasana yang sangat berbeda dengan sebelumnya. Suara Sivia memang berbeda dari suara Angel yang powerfull, Zahra yang sangat bagus dan keren, ataupun Ify yang banyak melakukan improvisasi dengan nada tinggi  yang menarik. Suara Sivia lebih ke suara yang lembut dan jernih, ia pun bisa melakukan falset dengan sangat indah dan mungkin cukup mudah.

 Selesai bernyanyi tepuk tangan terdengar dari seluruh ruangan. Beberapa dari mereka benar-benar kagum mendengar suara Sivia. Sedangkan beberapa lain dari mereka merasa sangat rindu dengan suara indah itu. Suara yang sudah lama tidak menyapa telinga mereka.

                Sesaat setelah Sivia turun dari panggung dengan cepat seseorang memeluknya, membawanya dalam kehangatan tubuhnya. Sivia masih terdiam, tidak membalas ataupun menolak. Ia benar-benar tau pelukan ini milik siapa.

                Memang sedikit berubah, tubuh laki-laki itu kini lebih tinggi dan besar berbeda dengan dulu, tapi tangan yang memeluknya tetap sama erat, bahkan detak jantungnya yang semakin tidak beratur saat dipeluk laki-laki ini pun masih sama. Masih begitu keras !

                Sementara itu semua terdiam, mereka yang tidak tau apa-apa hanya betambah bingung. Bagaimana mungkin seorang idola remaja seperti Gabriel bisa memeluk gadis yang sama sekali tidak jelas asal-usulnya. Beberapa wartawan pun memilih mengabadikan momen itu. Ini adalah berita bagus dan sangat menjual !

“ Gabriel….” lirih Sivia, tangannya mencoba mengurai pelukan Gabriel.

“ Kamu kemana ? Kenapa gak bilang kalau udah pulang ? Kamu gak tau kalau aku benar-benar kangen sama kamu ? Kamu udah gak papa ?” Gabriel mengguncang pelan bahu Sivia sambil terus-menerus mengeluarkan pertanyaan. Sivia hanya tersenyum pahit.

“ Aku belum sembuh Gab..” batin Sivia.

“ Ify mana ? Aku kangen !” Sivia mencoba mengalihkan perhatian, Gabriel hanya menggeleng dan menggenggam erat tangan Sivia.

“ Jangan alihkan pandanganmu dariku. Aku masih ingin melihatmu.” Dan tanpa banyak berkata lagi Gabriel pun membawa Sivia pergi dari sana.

                Semua hanya bisa mematung disana, Ify sendiri masih menangis, selain dia terharu dan begitu diliputi rasa rindu pada Sivia dia juga digerogoti rasa cemburu dan disadarkan kalau cintanya benar-benar bertepuk sebelah tangan.

                Sementara Chris hanya mengepalkan tangannya erat. Ia benar-benar merasa kesal dan merasa kalah dari pria kurus hitam manis itu. Selain mereka masih ada beberapa orang yang saling memandang, mereka semua sadar kalau masalah baru akan segera muncul.

********

***makasih udah mau baca***
***tinggalkan jejak buat yang nulis yaa***


_mei_



Jumat, 09 Desember 2011

Destiny, You and Me Part 3 ( Bantuan Kecil )


Destiny, You and Me Part 3
~ Bantuan Kecil ~

                Dengan langkahnya yang terburu-buru laki-laki berlari ke sebuah ruangan di salah satu bagian sekolah ini. Tidak butuh waktu lama Iama, ia sampai. Dengan terburu-buru ia membuka pintu di hadapannya dan berteriak kencang.

“ Kita kena sabotase !” suara kencang bercampur desah nafas yang tidak beraturan memenuhi seluruh ruangan ini. Semua anak-anak yang tadinya sedang melamun langsung terlonjak kaget dari tempat  duduk mereka.

“ Apaan sih Chris !” bentak beberapa dari mereka yang merasa sangat terganggu.

“ Semua formulir yang kita taruh di dekat mading, Hilang ! Omaigottt ! Itu kan asset kita ! Omaigottt !” Chris bergerak kesana-kemari sambil menggumam tidak jelas.

“ Tidak hilang ketua OSIS.” kata seorang gadis cantik yang sedari tadi diam saja. Chris berhenti berputar, dan memandang gadis itu sejenak, meminta penjelasan.

“ Maksudmu ?”

“ Lihat kemari !” gadis itu menunjukkan setumpuk kertas di depannya. Mata Chris membelalak kaget, segera ia hampiri tempat duduk gadis itu.

“ Kanya, ini serius ?” tanya Chris, Kanya hanya mengangguk mantap. Mata Chris masih tak henti menatap lembaran-lembaran formulir yang sudah terisi itu.

“ Kami semua juga bingung, tadi pagi waktu kami datang semua formulir ini telah terisi.”  Chris menggeleng bingung.

“ Sudahlah kalau begitu, mari kita umumkan !” tak mau berpikir lama, Chris segera berjalan ke radio sekolah.

><><><><><><><><><>< 

“ Gab..”

“ Gab..”

                Panggilan pelan itu sama sekali tidak mengusik lamunannya. Laki-laki itu masih asyik dengan alam lain miliknya.

“ Gabriel Stevent !” Akhirnya sebuah bentakan keras berhasil membawa dia keluar dari dunia lamunannya.

“ Ehh, Ibu…” Gabriel hanya menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal. Ia memandang sekelilingnya, terlihat sekali kalau teman-temannya sedang menahan tawa.

“ Kamu itu melamun saja. Kalau memang kamu merasa pintar sudah sana keluar dari kelas saya. Gak usah ikut belajar !” Bentak sang guru dengan galaknya.

“ Yah, ibu kok gitu sih. Kalau saya udah pintar mana mungkin saya masih sekolah. Lagian kalau saya pintar, pasti saya yang jadi guru bukan ibu.” Dengan cepat Gabriel menutup mulutnya sendiri. Ia memandang wajah gurunya yang sudah benar-benar kesal padanya. Gabriel hanya nyengir dan kabur !!

“ Gabriel !!” Tawa pun pecah setelah Gabriel meninggalkan kelas itu.

><><><><><><><><><><>< 

“ Bagi semua siswa yang sudah mengisi formulir keikutsertaan lomba. Diharap nanti waktu istirahat pertama kumpul di aula. Dan terima kasih partisipasinya. Aku sangat menghargainya.”

                Semua murid yang sudah mendaftar kini berkumpul di aula. Mata Chris terus berputar ke semua penjuru aula, dia tidak disana. Seseorang yang benar-benar ia harapkan ada disana.

“ Mungkin dia benar-benar tidak ingin keberadaannya diketahui oleh siapapun.” Cakka berkata lirih sambil menepuk pelan bahu Chris. Chris tetap terdiam dan menggeleng.

“ Kalau begitu, untuk apa dia pulang.” Lirih Chris, sangat lirih.

><><><><><><><><><>< 

                Sivia sedari tadi duduk diam di taman ini. Menikmati semilir angin yang berhembus lembut di wajahnya. Tugasnya selesai ! Ia tersenyum puas. Saat ia akan meninggalkan tempat duduknya sebuah tangan menahannya.

“ Kanya ?”

“ Siv, aku cuma mau bilang. Makasih bantuannya. Aku tau, ini semua terjadi karenamu.” tutur Kanya lembut.

“ Bukan, ini semua terjadi karena usaha keras kalian selama ini. Aku hanya memberi sedikit saran kepada mereka. Saran kecil yang gak berarti apa-apa kok !”

“ Tetap saja aku berterima kasih.” Dengan lembut Kanya memeluk Sivia.

“ Tapi maukah kamu jadi wakil untuk menyanyi solo.” Dengan cepat Sivia mengurai pelukan Kanya. Dia menatap Kanya dalam dan menggeleng kuat.

“ Aku tidak ingin mereka tau aku ada disini.”

“ Tapi aku tidak mungkin bisa mengal…”

“ Suuttt…” Sivia meletakkan telunjuknya di bibir Kanya.

“ Tidak ada yang tidak mungkin. You have a great voice.”

“ Tapi suaramu jauh lebih bagus dari suaraku Siv..”

“ Maaf aku memutuskan untuk tidak memperlihatkan diriku.”

“ Maaf..”

                Sivia merasakan ada cairan kental yang akan menyeruak dari dalam mulutnya. Segera ia menutup mulutnya dan berlari ke arah kamar mandi.

“ Siv….!!”

><><><><><><><><>< 

“ BRUUKKK….”

Belum sampai di kamar mandi, Sivia bertabrakkan dengan seorang laki-laki. Karena tidak mampu menahan lagi, Sivia segera memuntahkan semua cairan kental yang sudah memenuhi rongga mulutnya. Ia tidak peduli dengan laki-laki yang ada disana. Laki-laki yang ditabraknya pun sangat terkejut melihat apa yang keluar dari mulut Sivia.

Tubuh Sivia lemas seketika, kesadarannya makin lama makin berkurang. Dan sekarang kesadarannya benar-benar hilang. Setelah memastikan Sivia benar-benar pingsan, laki-laki itu segera mendekat ke arah Sivia dan membawanya pergi dari sana.

“ Ternyata kamu belum sembuh…” lirihnya sambil terus memandangi wajah pucat Sivia.

><><><><><><><><>< 

“ Hoiii !! Kamu tadi ngapain aja sih ?” tanya Dayat pada Gabriel yang masih asyik melamun.

“ Lagi mikirin Via.” jujur Gabriel dengan suara yang pelan. Dayat menghela nafas panjang.

“ Dia gak disini Bro. Dan kamu harus sadar, disini ada Ify yang tulus sayang sama kamu.” Gabriel menghela nafas lagi.

“ Aku gak suka sama Ify dan bukankah kamu yang suka sama dia. Jauh lebih tulus dari aku.”

“ Tapi dia…”

“ Gak pernah lirik kamu, Bodoh !! Dia itu cuma belum sadar ada cinta tulus yang menunggunya. Cinta yang baik untuknya.” Gabriel menepuk pelan bahu Dayat dan berlalu dari sana.

“ Lagipula cintaku bukan untuknya..” lanjutnya lirih.

><><><><><><><><>< 

                Perlahan Sivia sadar dari pingsannya. Ia merasakan sakit yang teramat pada salah satu bagian tubuhnya. Segera ia meringkuk sembari memukul pelan bagian tubuhnya yang terasa sangat sakit. Berharap dengan pukulannya sakit itu akan menghilang.

                Sementara laki-laki itu tetap diam di tempatnya, memperhatikan Sivia dengan lekat. Jujur ia tidak sanggup melihat Sivia dalam keadaan seperti sekarang. Kalau bisa ia ingin menghampiri dan memeluknya tapi entah kenapa otaknya berkata lain… Jadi ini yang membuat Sivia tidak ingin keberadaannya diketahui, penyakitnya belum sembuh !

                Sivia terus memukul perutnya mungkin bukan perut tepatnya. Rasa sakit itu semakin lama semakin kuat. Perlahan Sivia bergerak ke tepi ranjang. Mengeluarkan semua cairan kental dari mulutnya. Bersama dengan itu, air matanya luruh. Tangannya pelan mengusap mulutnya. Kemudian ia pandang sisa cairan kental di tangannya.

“ Darah lagi…” lirihnya.

><><><><><><><>< 

                Laki-laki itu terdiam di taman. Baru saja ia keluar dari UKS. Ia benar-benar tidak tega melihat keadaan Sivia yang seperti itu. Hatinya terasa benar-benar sesak luar biasa.

“ Chris..” panggil seorang laki-laki.

“ Kenapa kamu murung ?” tanya Cakka, Chris hanya menggeleng. Cakka menghela nafas dan duduk di samping Chris.

“ Apa kamu tau, semua anak yang mengisi formulir itu bergerak karena…”

“ usaha kita selama ini, mereka menghargai usaha kita kan ?” lanjut Chris.

“ bukan cuma itu.” Chris berkerut bingung, ia tidak mengerti.

“ Mereka tergerak karena surat kaleng yang mereka terima.” Cakka menyerahkan sepucuk surat pada Chris, memang cuma fotokopian  tapi Chris benar-benar tau pemilik tulisan ini.

“ Sivia…” lirih Chris, Cakka mengangguk.

“ Chris, Cakka !” teriak Kanya. Chris dan Cakka segera menoleh ke arah Kanya.

“ Kalian lihat Sivia ?” tanya Kanya, raut wajah Chris berubah pucat seketika.

“ Gak tuh.” Jawab Cakka sedang Chris menggeleng ragu.

“ Aduh kemana sih dia, masak tiba-tiba hilang.” Kanya segera duduk diantara Chris dan Cakka.

“ Aduh Kanya, sempit tauuu….” Omel Cakka.

“ Yahh, Cakka. Kan udah gak ada bangku lagi. Masak aku duduk di tanah.” Kanya menatap Cakka dengan wajah memelasnya.

“ Itu Sivia..” Cakka tidak mempedulikan Kanya. Ia malah menunjuk Sivia yang sedang berjalan di koridor. Senyum lega tersungging di bibir Chris, sementara Kanya melambai.

“ Sivia…”

><><><><><><><><>< 

                 Gabriel berhenti berjalan, kini ia duduk di pinggir lapangan basket. Dia mengambil dompetnya, dibukanya perlahan dan kini muncul foto seorang gadis cantik dengan senyum dan lesung pipitnya yang khas.

“ Kamu itu ! Bagian terpenting hidup aku, dan kamu itu keping puzzle terakhir hati aku.” Lirih Gabriel sambil mengelus foto itu perlahan.

“ Mana mungkin aku bisa masuk ke hati kamu…” gadis di belakangnya memandang lirih Gabriel dan foto yang ada di dompetnya.

“ Karena hanya ada Sivia di hati kamu…” lanjutnya lirih.

><><><><><><><><><>< 

“ Sivia terima kasih.” kata Cakka tulus, Sivia hanya diam.

“ Kamu terlihat pucat, Siv.” tutur Kanya lembut, Sivia segera menutup pipi dan bibirnya. Tanpa banyak bicara ia meninggalkan tempat itu.

“ Kenapa sih dia, pulang-pulang jadi aneh.” kesal Cakka. Sementara Chris terus memandag Sivia sampai hilang dari pandangannya..

“ Kalian hanya tidak mengerti dan akupun juga belum terlalu mengerti dengan apa yang ia sembunyikan.” Chris berlalu, Cakka dan Kanya hanya berpandangan tak mengerti.

****

***Buat yang baca tinggalkan jejak***
***makasih udah mau baca***


_mei_

Lihat Lebih Dekat Part 13


Lihat Lebih Dekat Part 13
~ Kebohongan dan Kejujuran  ~

“ Sivia, aku suka padamu..” ucap Alvin dengan nada yang cukup serius. Sivia memandang Alvin dengan tatapan tidak percaya, bukankah mereka baru saja kenal ?  dan sekali lagi, bukankah mereka musuh ? sekali lagi musuh !!

“ Apaaa ??” tiga orang yang sebelumnya bersembunyi di balik pintu itu benar-benar terkejut dan menampakkan diri mereka tiba-tiba. Rasanya mereka benar-benar tidak percaya dengan apa yang didengarnya barusan.

“ Kalian ?” Alvin tak kalah terkejut, bagaimana mungkin semua sahabatnya berada disini. Dan mereka mendengar apa yang ia katakana tadi ?

“ Alvin, kamu benar-benar suka sama Sivia ? Bener kamu suka sama Sivia ? Bener Vin ? Bener Vin ?” tanya Shilla bertubi-tubi, suaranya pun terdengar cukup bergetar. Rasanya begitu sakit mendengar pengungkapan hati Alvin tadi. Sedangkan Cakka hanya menatap Shilla pedih, ia seperti disadarkan kalau cintanya benar-benar bertepuk sebelah tangan. Bertepuk sebelah tangan !

“ Gak ! Aku bohong kok. Itu tadi gak bener. Aku cuma bohong kok. Kalian gak usah percaya kata-kataku tadi.” Rasa gengsi menutupi semua kejujuran Alvin.  Pelan tapi pasti rasa sesak menjalar di seluruh rongga dadanya.  Berbohong itu memang menyakitkan !

“ Bener juga sih. Mana mungkin kamu suka sama cewek dingin dan mengerikan kayak dia. Idiihh !! Gak banget !!” sindir Zahra sambil memandang sinis ke arah Sivia yang masih terbaring di tempat tidurnya.

                Shilla tetap terdiam di tempatnya, ia sedikit pun tidak percaya kalau perkataan Alvin tadi hanya bohong atau candaan belaka. Yaa, setiap kali Alvin bicara sambil memainkkan tangannya itu tandanya ia sedang gelisah. Dan itu ia lakukan tadi !

“ Shil, kenapa kamu menangis ?” tanya Alvin lembut.

“ Apa aku punya salah ?”

“ Vin, mending kamu ngaku aja kalau memang kamu emang bener-bener suka sama Sivia. Aku cuma mau kamu jujur.” Alvin terdiam mendengar perkataan Shilla, ia kini beralih menatap Sivia yang sudah pada posisi duduk di ranjangnya. Alvin menggelengkan kepalanya sejenak. Dan secara perlahan ia mulai menimbun kejujuran dalam hatinya.

“ Shil, mana mungkin deh aku suka sama cewek penyakitan kaya dia. Lihat aja tuh, dia cuma bisa tidur atau duduk di ranjang. Gak guna banget !!” Sivia benar-benar  terhenyak mendengar penuturan Alvin. Ia benar-benar merasa sakit hati dengan perkataan Alvin barusan.

“ Cantik sih cantik tapi kayak gak ada cewek sehat dan cantik aja ! Lagian kenapa kalian bisa ada disini ?” tanya Alvin, dia sama sekali tidak melihat ekspresi sedih bercampur marah dari wajah Sivia.

“ Kita tadi ngikutin kamu yang naik mobilnya kak Rio. Kita kan juga pengen tau, kamu kemana sih pagi-pagi kayak gini. Bareng sama kak Rio lagi.” jawab Cakka yang sedari tadi diam. Mata Cakka pun tidak lepas dari Shilla yang masih menunduk sambil terisak pelan.

“ Lalu, kenapa kamu harus nangis Shil ? Kenapa ? Aku melukaimu ?” tanya Alvin pada Shilla.

“ Maaf, tapi aku menyukaimu. Dan aku benar-benar kaget waktu denger kamu nyatain perasaanmu sama Sivia. Aku benar-benar menyukaimu.” Shilla terus menangis, sementara Cakka hanya memandang miris Shilla dan Alvin.

“ Aduhh, gak mungkin aku suka sama cewek lemah kayak dia dan kamu itu jauh……”


“ BRRAKKKKK….” Belum selesai Alvin bicara, pandangan mereka langsung beralih pada Sivia yang baru saja menggebrak keras meja di samping ranjangnya.


“ Hei Alvin Adhika, denger ya, aku gak pernah harapin perasaanmu buat aku. Dan aku benar-benar tau kalau aku ini cuma cewek lemah yang penyakitan. Dan mungkin waktuku untuk hidup di dunia ini udah gak bakal lama lagi !!” Zahra, Alvin, Shilla, dan Cakka tertegun mendengar perkataan Sivia barusan. Mereka merasa bersalah, bahkan lebih bersalah lagi ketika mereka melihat Sivia yang sudah terisak pelan disana.

“Jadi tidak usah kamu perjelas semuanya dengan kata-kata PENYAKIT DAN LEMAH ! Gak usah diperjelas lagi ! Aku tau Vin, Aku tau !” Sekali lagi Alvin menatap Sivia, ia menatap Sivia nanar. Gadis yang ia sukai kini tengah menangis memeluk lututnya karena perkataan keji darinya.

“ Maaf..” lirih Alvin, disana juga terlihat Cakka, Shilla, dan Zahra yang tertunduk. Mereka merasa bersalah karena telah mengacaukan suasana.

“ Maaf kalau kata-kataku melukaimu.” Sivia hanya tersenyum miris mendengar permintaan maaf Alvin.

“ Kamu gak perlu minta maaf. Toh yang kamu katakana itu FAKTA. Aku emang cuma cewek lemah dan penyakitan kok. Dan aku tau itu, jauh lebih tau dari kamu.” Dengan kasar Sivia melepas selang infus dari tangannya.

“ Sivia…” lirih Shilla.

“ Kamu benar Vin, bahkan aku gak akan bisa hidup tanpa jantung buatan ini.” Sivia memukul keras dadanya. Bulir air mata terus menyeruak dari matanya. Mereka yang lain semakin tertunduk dalam.

“ Tapi aku mohon ! Jangan perjelas semuanya. Sakit rasanya Vin. Sakit banget!” Sivia menepuk dadanya cukup keras, sesekali ia mengusap air matanya yang tidak kunjung berhenti mengalir. Alvin semakin menatap Sivia lemah.

“ Vi..”

“ Gak usah bicara Vin..” tegas Sivia, pelan Sivia berjalan menuju ke pintu kamar rawatnya. Langkahnya benar-benar terlihat berat dan susah payah.

                Tapi sebelum mencapai pintu kamarnya, pintu itu sudah terbuka, Alvin, Cakka, Sivia, Shilla, dan Zahra benar-benar terkejut melihat Rio, Ify, Gabriel, dan Chris yang sudah berdiri diambang pintu. Terlihat sekali wajah Rio, Ify, dan Gabriel yang merah padam karena menahan marah, sementara disana terlihat Chris yang tersenyum puas kearah alvin.

“ Dasar bodoh..” kata-kata itu tidak langsung Chris tujukan pada Alvin, tapi Chris hanya menunjukkannya dari gerak bibir sambil melemparkan senyum sinisnya.

“ Kak Rio, Sivia mau pulang aja kak. Pulang kak ! Pulang !” Sivia memeluk Rio dengan sangat erat. Rio hanya bisa tersenyum miris sambil mengelus pelan kepala Sivia.

“ Kenapa kamu bilang gitu Vi. Kamu kan belum sembuh. Kakak gak mau terjadi apa-apa sama kamu. Kakak sayang banget sama kamu.” Rio membalas pelukan Sivia cukup erat.

“ Kalian pergi dari sini, Sekarang !!” perintah Ify dan Gabriel dengan nada yang cukup keras, mereka benar-benar meluapkan semua emosinya. Zahra, Cakka, Shilla, dan Alvin benar-benar terkejut, bukan karena bentakan itu tapi karena Gabriel yang terkenal begitu sabar dan bijaksana bisa semarah ini pada mereka. Itu artinya, kali ini mereka benar-benar salah !

“ Maaf..” lirih Shilla.

“ Cepat Pergi !” bentak Ify lagi.

“ Sekarang !!!”

                Dengan cepat Shilla, Cakka, dan Zahra meninggalkan ruangan Sivia. Sementara Alvin masih tetap terdiam disana. Ify masih terus memandang sinis Alvin yang tidak juga pergi dari sana.

“ Maaf..” lirih Alvin di telinga Sivia ketika akan keluar dari ruang rawat Sivia.

                Sekarang disana tinggal Sivia, Rio, Gabriel, Ify, dan Chris yang masih berada diambang pintu.

“ Kak Pulang. Pulang. Pulang.” Lirih Sivia, pelukannya pada tubuh Rio pun semakin lama semakin lemah.

“ Sivia mau pulang kak !” tangis Sivia benar-benar pecah, tubuhnya kini sudah merosot ke lantai. Rio pun berjongkok dan memandang Sivia dengan tatapan lembutnya.

“ Sivia gak boleh pergi. Kondisi kamu belum stabil. Jangan buat kakak susah dong Via.” ucap Rio lirih. Sivia memandang Rio tajam.

“ Kan kakak juga ngerasa susah sama adanya Sivia. Sivia gak mau di rumah sakit.” Dengan sisa tenaganya Sivia berdiri, dan mulai berjalan pelan di koridor Rumah Sakit. Rio sendiri hanya mematung disana, merutuki perkataannya yang salah.

“ Kalau kamu pergi, kamu akan buat semua yang ada disini kecewa. Mereka tulus sayang padamu.” Chris menggenggam tangan Sivia dengan lembut, Sivia sendiri menghentikan langkahnya. Matanya kini beralih pada Rio, Gabriel, dan Ify yang masih terpaku disana. Wajah mereka benar-benar terlihat muram.

“ Kamu gak lemah kayak yang Alvin bilang. Kamu harus bisa buktiin pada Alvin kalau kamu itu kuat. Jauh dari yang ia kira. Buat dia bungkam !” Chris memeluk Sivia yang kini menangis lagi. Tanpa Sivia dan yang lain ketahui, seulas senyum sinis terbentuk dari bibir Chris.

“ Aku hanya ingin melihat responnya saat seseorang yang ia sayangi kehilangan semua harapannya. Sama saat aku melihat Keke dulu.” batin Chris dalam.

“ Satu kosong Alivin.”

><><><><><><><><><>< 

                Chris masih duduk diam di atas tempat tidurnya. Otaknya benar-benar berpikir ulang tentang semua rencana balas dendamnya pada Alvin. Di satu sisi, ia tidak tega menggunakan Sivia sebagai salah satu alat pembalasan dendamnya, tapi disisi lain ia tidak punya pilihan lain. Cuma Sivia yang bisa ia gunakan !

                Tapi tadi saat melihat Sivia menangis, rasanya ia benar-benar ingin melindungi gadis itu. Bukan memanfaatkannya untuk balas dendam. Terkadang gadis itu benar-benar mengingatkannya pada Keke. Cinta di masa lalunya.

><><><><><><><><>< 

“ Shil, apa benar kamu menyukaiku ?” tanya Alvin. Kini mereke berempat sedang berada di kamar tidur Alvin. Shilla hanya mengangguk pasti. Ia sudah tak mau lagi menyimpan rahasia ini.

“ Maaf Shil, aku tulus menganggapmu sebagai sahabat dan gak mungkin lebih dari itu.” Ungkap Alvin jujur, ia tak mau ada kesalahpahaman lagi.

“ Aku tau, dulu ada Keke dan sekarang ada Sivia.” Kata Shilla sedih. Alvin hanya menggeleng, ia masih akan berbohong lagi.

“ Gak pernah ada gadis dingin itu di hati aku. Cuma Keke.” Rasa gengsi telah menguasai hati Alvin.

“ Dan kamu sadarlah, disini ada seseorang yang tulus banget sayang sama kamu. Coba kamu sadari perasaan dia ke kamu.” Lanjut Alvin, Shilla berkerut bingung, sedang Zahra hanya tersenyum penuh arti. Ia tau itu !

“ Maksud kamu apa Vin ?” tanya Shilla bingung.

“ Aku gak ngerti ?”

“ Maaf aku mau pulang.” Tanpa banyak kata lagi Cakka meninggalkan orang-orang disana.

“ Cari jawabanmu sendiri. Ini tentang kamu dan Cakka.” Kata Zahra, Alvin hanya mengangguk setuju. Shilla masih terus berpikir dalam kebingungannya.

“ Cakka…”

><><><><><><><><><><><>< 

                Siang ini Sivia sedang melukis di taman rumah sakit. Rio, Gabriel, Ify, dan Chris laki-laki yang akhir-akhir ini sering muncul dihidupnya belum menampakkan batang hidungnya. Mungkin mereka terlambat menemaninya. Pelan ia merasakan tepukan lembut menyapa bahunya.

“ Kak Ri...” perkataan Sivia terhenti saat melihat siapa yang menepuk bahunya.

“ Kamu…”

“ Maafkan perkataanku waktu itu.” Alvin, laki-laki itu kini duduk di sebalah Sivia. Sivia sendiri hanya menatap Alvin dingin dan datar.

“ Kenapa kamu disini ? Belum puas kamu bilang aku penyakitan sama lemah !” kata Sivia dingin dan terus melanjutkkan melukis. Alvin sendiri hanya terdiam, rasa bersalah yang sudah beberapa hari ini singgah di otaknya makin jelas saja terasa.

“ Aku tak bermaksud..”

“ Bermaksud juga tidak apa-apa.” Potong Sivia cepat.

“ Toh itu semua benar adanya…”

“ Kamu benar-benar tidak mau memaafkanku ?” tanya Alvin. Sivia menghela nafasnya panjang.

“ Oke ! Aku memaafkanmu ! Puaskan ?” Sivia terus melanjutkan melukisnya, sementara Alvin tersenyum simpul. Ia tau gadis ini tidak tulus memaafkannya, tapi kan tadi Sivia bilang udah maafin. Jadi intinya ikhlas atau tidak sudah dimaafkan.

                Mereka terdiam sejenak. Alvin memandang lukisan karya Sivia. Sebentar ia menggeleng sedih. Lukisan Sivia benar-benar menggambarkan rasa sepi yang begitu dalam. Disana jelas terlihat seorang gadis yang sedang membawa payung dan menatap ke langit, dimana rintik-rintik hujan sedang turun. Dengan cepat Alvin mengambil kuas dari tangan Sivia.

                Sivia hanya melotot melihat aksi Alvin itu. Dengan cekatan Alvin menggoreskan kuas yang ia pegang pada hasil lukisan Sivia. Sivia sendiri membuang mukanya sebal. Ia berpikir Alvin berniat mengacaukan lukisannya. Laki-laki ini memang minta dimakan !

“ Lihat ini ! Jauh lebih bagus kan ? Bahkan sangat jauh bagus daripada gambarmu tadi.” Tangan Alvin memegang dagu Sivia dan menggerakkannya untuk sekedar menatap tambahan gambar darinya.

                Entah apa yang Sivia rasakan. Dengan cepat Sivia memegang pipinya, ia merasa pipinya memanas dan kedua garis bibirnya tertarik dan membentuk seulas senyuman. Gambarnya yang tadi begitu sepi kini menjadi lebih berwarna dan itu karena Alvin.

                Ia memandang lukisan hasil karyanya dan dengan beberapa tambahan gambar dari Alvin. Ia melihat disamping gambar gadis berpayungnya tadi, Alvin menambahkan seorang laki-laki yang mengenggam erat sebelah tangan gadis itu. Dan pada bagian langitnya Alvin menambahkan sebuah pelangi yang cukup indah.

“ Senyum kan kamu.” Goda Alvin, Sivia hanya melengos sebal menutupi rasa senangnya.

“ Itu karena gambarmu jelek sekali. Bahkan sangat buruk. Kayak gambar anak TK. Kamu tak punya bakat disini Vin.” tutur Sivia dengan nada mengejek, kali ini giliran Alvin yang dibuat melengos sebal.

“ Biarin aja !”

“ Oh iya, kamu ? Mau ku tunjukkan yang lebih asyik dan menyenangkan ?”  Sivia berkerut bingung tapi ia tetap mengangguk.

“ Balapan lagi ?” mata Sivia berbinar, Alvin buru-buru menggeleng.

“ Aku tak mau kamu mati konyol disana.” Sivia hanya dapat memanyunkan bibirnya.

“ Dasar jelek !! Bukankah kamu yang mengajakku mati konyol.” Sivia tersenyum puas.

><><><><><><><><><><

                Rio terdiam di kamar rawat Sivia. Beberapa menit yang lalu Sivia meminta ijin Rio untuk keluar bersama Alvin. Sebenarnya Rio cukup bingung, ia tau kalau beberapa hari lalu Alvin benar-benar menghilangkan semangat sembuh Sivia, tapi siang ini, ia melihat Sivia tersenyum lepas saat bersama dengan Alvin tadi.

                Ify dan Gabriel pun tidak ada disini menemaninya. Ia yang tadi berangkat ke rumah sakit bersama Chris pun harus merelakan Chris yang ikut pergi bersama Alvin dan Sivia. Karena merasa bosan menunggu Rio pun berjalan ke sekitar koridor Rumah Sakit.

                Pandangannya jatuh pada seorang gadis yang tengah menundukkan kepalanya di depan pintu ICU. Ia terlihat begitu sedih, bahkan air mata terlihat jelas mengalir melalui pipinya. Dengan beribu rasa khawatir Rio segera melangkah mendekatinya.

                Sesampainya di hadapan orang itu, Rio segera menepuk pelan bahu orang itu. Masih dengan matanya yang basah, orang itu menatap Rio sendu. Segera ia memeluk erat tubuh Rio yang kini berada dihadapannya.

“ Takut…” lirihnya.

><><><><><><><><><>< 

                Sekarang Chris, Alvin, dan Sivia sudah bersiap diatas sepeda. Alvin memboncengkan Sivia, sedang Chris duduk sendirian diatas sadel sepedanya.

“ Kamu mau bawa aku kemana ?” tanya Sivia pada Alvin.

“ Ke suatu tempat yang indah dan akan lebih indah jika dia tidak ikut.” Alvin memandang Chris dengan sangat sinis, sementara Chris pun tidak kalah sinis memandang Alvin.

“ Aku kan mau ngawasin kamu. Supaya kamu gak bicara macam-macam lagi.” Sindir Chris, Alvin bungkam.

“ Kalian gak usah berantem gitu deh ! Kita jadi pergi gak nih ?” Sivia sudah mulai kesal dengan tingkah kedua laki-laki dihadapannya. Mereka selalu bertengkar.

                Alvin pun segera mengayuh sepedanya dengan kencang. Karena tidak siap, secara reflek Sivia pun memeluk pinggang Alvin. Alvin hanya tersenyum, entah kenapa ia merasa sangat senang. Sementara itu Sivia berusaha melepaskan pegangannya saat tangan Alvin menggenggam lembut tangannya.

“ Gak usah dilepas, nanti jatuh..”

                Chris yang melihat itu hanya dapat memandang Alvin dengan tatapan benci. Bukan karena ia tidak senang melihat Alvin bahagia tapi karena ada gemuruh aneh di hatinya saat melihat Sivia memeluk Alvin.
 
><><><><><><><><><>< 

“ Sudah sampai !!” teriak Alvin kencang. Sivia segera turun dari boncengan Alvin. Namun karena kondisinya belum cukup stabil, tubuhnya limbung. Namun dengan sigap Alvin dan Chris memegang tubuh Sivia.

                Lama Alvin dan Chris saling memandang benci dan sebal. Sivia hanya menghela nafas.

“ Kesana aja yuk !” Sivia menarik baju Alvin dan Chris. Dia juga menunjuk ke sebuah danau yang berada di tengah taman itu. Dengan perasaan yang cukup sebal pun, Chris dan Alvin bersama-sama memapah Sivia agar sampai di tepi danau itu.

“ Alvin tempat ini bagus banget. Dari mana kamu tau tempat seindah ini.” tutur Sivia lembut, sebelah tangannya merapikan anak-anak rambutnya yang bergerak mengikuti angin. Sementara Alvin, matanya tidak pernah berhenti lepas dari wajah cantik Sivia.

“ Kamu cantik..” kata-kata jujur dari Alvin itu sukses membuat rona merah menjalar di pipi Sivia.

“ Hei, Alvin Adhika, semudah itukah kau melupakan Keke, dan hanya sebesar ini rasa sayangmu pada Keke ? Apa kamu tidak tau besarnya rasa cinta yang Keke berikan padamu ?” tanya Chris tegas, Alvin tersentak kaget, sementara Sivia hanya memandang kedua lelaki itu bergantian. Selalu membicarakan hal yang tidak ia mengerti !

“ Apa kamu perlu tau ?” balas alvin dengan nada sinisnya. Jujurnya hati Alvin tergerak saat Chris menyebut cintanya Keke untuknya. Tapi bukankah Keke lebih memilih Chris daripada dirinya.

“ Bukankah Keke jauh lebih mencintaimu ?” Saat Chris akan menjawab, Sivia menghentikannya.

“ Kalian sudah cukup berdebatnya ! Aku tidak suka ! Kalian benar-benar merusak pemandangan indah di depan sana. Kalau mau tengkar pergi sana !” Bentak Sivia tegas. Alvin dan Chris bungkam seketika. Kebisuan itu tidak berlangsung lama setelah Sivia angkat suara lagi.

“ Aku ingin naik perahu.” Dengan cepat Chris dan Alvin saling berlari menuju ke tempat peminjaman perahu. Sivia hanya tertawa kecil saja melihat adegan itu. Rasanya ia benar-benar kehilangan sosok dingin Alvin yang ia temui pertama kali dulu. Dan entah kenapa Sivia merasa kalau Chris dan Alvin itu cocok menjadi sahabat, sama-sama keras kepala dan tidak mau kalah.

“ Dasar aneh….”

><><><><><><><><><>< 

                Gadis itu terus menangis. Pelukannya pada laki-laki itu semakin lama semakin erat. Tidak peduli beberapa pasang mata yang melihatnya sedari tadi. Hatinya benar-benar gelisah. Sementara laki-laki itu terus berusaha menenangkan sambil mengelus pelan punggung gadis itu.

“ Kamu yang tenang Fy..”

“ Aku takut kak…”

“ Takut…”

><><><><><><><><><>< 

                Sekarang Chris dan Sivia sedang menikmati indahnya danau dari atas perahu mereka. Sementara Alvin hanya memandang Chris dan Sivia dengan tatapan sebal. Ia kalah cepat dari Chris saat meminjam perahu itu dan alhasil ia hanya bisa melihat Sivia dan Chris dari tepi danau.

                Walau begitu Alvin benar-benar bahagia. Bukan karena ia kalah dengan Chris, tapi karena ia melihat senyum manis dari Sivia. Dengan cepat pun Alvin membekukan tiap senyum Sivia dalam jeperetan kameranya.

                Tapi sesuatu terjadi, ia melihat perahu yang ditumpangi Chris dan Sivia tidak seimbang. Dan tidak mencapai  5 menit, perahu itu oleng dan dua orang diatasnya terjatuh ke danau. Alvin benar-benar terkejut, ia sangat tau kalau Chris tidak bisa berenang.

                Tanpa melepas bajunya, Alvin segera masuk ke danau dan berusaha menyelamatkan Sivia dan Chris. Kini Alvin sudah sampai di tempat Chris dan Sivia terjatuh. Disana Alvin jelas melihat Chris yang berpegangan erat pada Sivia. Wajah Chris benar-benar pucat karena ketakutan.

“ Alvin, cepat tolong Chris.” Chris dan Alvin sejenak memandang Sivia. Sivia sendiri hanya mengangguk yakin. Alvin pun segera membawa Chris ke tepi danau.

 Sementara disana Sivia tersenyum. Sayang, senyumnya tidak bertahan lama. Tiba-tiba saja jantungnya tidak bisa diajak berkompromi. Kakinya yang sedari tadi bergerak agar bisa mengapung di air pun semakin lama, gerakannya semakin pelan.

                Perlahan tapi pasti Sivia tenggelam. Dan tepat saat Alvin meletakkan Chris di tepi danau, tubuh Sivia sudah tidak terlihat lagi di permukaan air.

******

***makasih udah mau baca***
***tinggalkan jejak bagi yang udah baca***


_mei_