Lihat Lebih Dekat Part 13
~ Kebohongan dan Kejujuran ~
“ Sivia, aku suka padamu..” ucap Alvin dengan nada yang cukup serius. Sivia memandang Alvin dengan tatapan tidak percaya, bukankah mereka baru saja kenal ? dan sekali lagi, bukankah mereka musuh ? sekali lagi musuh !!
“ Apaaa ??” tiga orang yang sebelumnya bersembunyi di balik pintu itu benar-benar terkejut dan menampakkan diri mereka tiba-tiba. Rasanya mereka benar-benar tidak percaya dengan apa yang didengarnya barusan.
“ Kalian ?” Alvin tak kalah terkejut, bagaimana mungkin semua sahabatnya berada disini. Dan mereka mendengar apa yang ia katakana tadi ?
“ Alvin, kamu benar-benar suka sama Sivia ? Bener kamu suka sama Sivia ? Bener Vin ? Bener Vin ?” tanya Shilla bertubi-tubi, suaranya pun terdengar cukup bergetar. Rasanya begitu sakit mendengar pengungkapan hati Alvin tadi. Sedangkan Cakka hanya menatap Shilla pedih, ia seperti disadarkan kalau cintanya benar-benar bertepuk sebelah tangan. Bertepuk sebelah tangan !
“ Gak ! Aku bohong kok. Itu tadi gak bener. Aku cuma bohong kok. Kalian gak usah percaya kata-kataku tadi.” Rasa gengsi menutupi semua kejujuran Alvin. Pelan tapi pasti rasa sesak menjalar di seluruh rongga dadanya. Berbohong itu memang menyakitkan !
“ Bener juga sih. Mana mungkin kamu suka sama cewek dingin dan mengerikan kayak dia. Idiihh !! Gak banget !!” sindir Zahra sambil memandang sinis ke arah Sivia yang masih terbaring di tempat tidurnya.
Shilla tetap terdiam di tempatnya, ia sedikit pun tidak percaya kalau perkataan Alvin tadi hanya bohong atau candaan belaka. Yaa, setiap kali Alvin bicara sambil memainkkan tangannya itu tandanya ia sedang gelisah. Dan itu ia lakukan tadi !
“ Shil, kenapa kamu menangis ?” tanya Alvin lembut.
“ Apa aku punya salah ?”
“ Vin, mending kamu ngaku aja kalau memang kamu emang bener-bener suka sama Sivia. Aku cuma mau kamu jujur.” Alvin terdiam mendengar perkataan Shilla, ia kini beralih menatap Sivia yang sudah pada posisi duduk di ranjangnya. Alvin menggelengkan kepalanya sejenak. Dan secara perlahan ia mulai menimbun kejujuran dalam hatinya.
“ Shil, mana mungkin deh aku suka sama cewek penyakitan kaya dia. Lihat aja tuh, dia cuma bisa tidur atau duduk di ranjang. Gak guna banget !!” Sivia benar-benar terhenyak mendengar penuturan Alvin. Ia benar-benar merasa sakit hati dengan perkataan Alvin barusan.
“ Cantik sih cantik tapi kayak gak ada cewek sehat dan cantik aja ! Lagian kenapa kalian bisa ada disini ?” tanya Alvin, dia sama sekali tidak melihat ekspresi sedih bercampur marah dari wajah Sivia.
“ Kita tadi ngikutin kamu yang naik mobilnya kak Rio. Kita kan juga pengen tau, kamu kemana sih pagi-pagi kayak gini. Bareng sama kak Rio lagi.” jawab Cakka yang sedari tadi diam. Mata Cakka pun tidak lepas dari Shilla yang masih menunduk sambil terisak pelan.
“ Lalu, kenapa kamu harus nangis Shil ? Kenapa ? Aku melukaimu ?” tanya Alvin pada Shilla.
“ Maaf, tapi aku menyukaimu. Dan aku benar-benar kaget waktu denger kamu nyatain perasaanmu sama Sivia. Aku benar-benar menyukaimu.” Shilla terus menangis, sementara Cakka hanya memandang miris Shilla dan Alvin.
“ Aduhh, gak mungkin aku suka sama cewek lemah kayak dia dan kamu itu jauh……”
“ BRRAKKKKK….” Belum selesai Alvin bicara, pandangan mereka langsung beralih pada Sivia yang baru saja menggebrak keras meja di samping ranjangnya.
“ Hei Alvin Adhika, denger ya, aku gak pernah harapin perasaanmu buat aku. Dan aku benar-benar tau kalau aku ini cuma cewek lemah yang penyakitan. Dan mungkin waktuku untuk hidup di dunia ini udah gak bakal lama lagi !!” Zahra, Alvin, Shilla, dan Cakka tertegun mendengar perkataan Sivia barusan. Mereka merasa bersalah, bahkan lebih bersalah lagi ketika mereka melihat Sivia yang sudah terisak pelan disana.
“Jadi tidak usah kamu perjelas semuanya dengan kata-kata PENYAKIT DAN LEMAH ! Gak usah diperjelas lagi ! Aku tau Vin, Aku tau !” Sekali lagi Alvin menatap Sivia, ia menatap Sivia nanar. Gadis yang ia sukai kini tengah menangis memeluk lututnya karena perkataan keji darinya.
“ Maaf..” lirih Alvin, disana juga terlihat Cakka, Shilla, dan Zahra yang tertunduk. Mereka merasa bersalah karena telah mengacaukan suasana.
“ Maaf kalau kata-kataku melukaimu.” Sivia hanya tersenyum miris mendengar permintaan maaf Alvin.
“ Kamu gak perlu minta maaf. Toh yang kamu katakana itu FAKTA. Aku emang cuma cewek lemah dan penyakitan kok. Dan aku tau itu, jauh lebih tau dari kamu.” Dengan kasar Sivia melepas selang infus dari tangannya.
“ Sivia…” lirih Shilla.
“ Kamu benar Vin, bahkan aku gak akan bisa hidup tanpa jantung buatan ini.” Sivia memukul keras dadanya. Bulir air mata terus menyeruak dari matanya. Mereka yang lain semakin tertunduk dalam.
“ Tapi aku mohon ! Jangan perjelas semuanya. Sakit rasanya Vin. Sakit banget!” Sivia menepuk dadanya cukup keras, sesekali ia mengusap air matanya yang tidak kunjung berhenti mengalir. Alvin semakin menatap Sivia lemah.
“ Vi..”
“ Gak usah bicara Vin..” tegas Sivia, pelan Sivia berjalan menuju ke pintu kamar rawatnya. Langkahnya benar-benar terlihat berat dan susah payah.
Tapi sebelum mencapai pintu kamarnya, pintu itu sudah terbuka, Alvin, Cakka, Sivia, Shilla, dan Zahra benar-benar terkejut melihat Rio, Ify, Gabriel, dan Chris yang sudah berdiri diambang pintu. Terlihat sekali wajah Rio, Ify, dan Gabriel yang merah padam karena menahan marah, sementara disana terlihat Chris yang tersenyum puas kearah alvin.
“ Dasar bodoh..” kata-kata itu tidak langsung Chris tujukan pada Alvin, tapi Chris hanya menunjukkannya dari gerak bibir sambil melemparkan senyum sinisnya.
“ Kak Rio, Sivia mau pulang aja kak. Pulang kak ! Pulang !” Sivia memeluk Rio dengan sangat erat. Rio hanya bisa tersenyum miris sambil mengelus pelan kepala Sivia.
“ Kenapa kamu bilang gitu Vi. Kamu kan belum sembuh. Kakak gak mau terjadi apa-apa sama kamu. Kakak sayang banget sama kamu.” Rio membalas pelukan Sivia cukup erat.
“ Kalian pergi dari sini, Sekarang !!” perintah Ify dan Gabriel dengan nada yang cukup keras, mereka benar-benar meluapkan semua emosinya. Zahra, Cakka, Shilla, dan Alvin benar-benar terkejut, bukan karena bentakan itu tapi karena Gabriel yang terkenal begitu sabar dan bijaksana bisa semarah ini pada mereka. Itu artinya, kali ini mereka benar-benar salah !
“ Maaf..” lirih Shilla.
“ Cepat Pergi !” bentak Ify lagi.
“ Sekarang !!!”
Dengan cepat Shilla, Cakka, dan Zahra meninggalkan ruangan Sivia. Sementara Alvin masih tetap terdiam disana. Ify masih terus memandang sinis Alvin yang tidak juga pergi dari sana.
“ Maaf..” lirih Alvin di telinga Sivia ketika akan keluar dari ruang rawat Sivia.
Sekarang disana tinggal Sivia, Rio, Gabriel, Ify, dan Chris yang masih berada diambang pintu.
“ Kak Pulang. Pulang. Pulang.” Lirih Sivia, pelukannya pada tubuh Rio pun semakin lama semakin lemah.
“ Sivia mau pulang kak !” tangis Sivia benar-benar pecah, tubuhnya kini sudah merosot ke lantai. Rio pun berjongkok dan memandang Sivia dengan tatapan lembutnya.
“ Sivia gak boleh pergi. Kondisi kamu belum stabil. Jangan buat kakak susah dong Via.” ucap Rio lirih. Sivia memandang Rio tajam.
“ Kan kakak juga ngerasa susah sama adanya Sivia. Sivia gak mau di rumah sakit.” Dengan sisa tenaganya Sivia berdiri, dan mulai berjalan pelan di koridor Rumah Sakit. Rio sendiri hanya mematung disana, merutuki perkataannya yang salah.
“ Kalau kamu pergi, kamu akan buat semua yang ada disini kecewa. Mereka tulus sayang padamu.” Chris menggenggam tangan Sivia dengan lembut, Sivia sendiri menghentikan langkahnya. Matanya kini beralih pada Rio, Gabriel, dan Ify yang masih terpaku disana. Wajah mereka benar-benar terlihat muram.
“ Kamu gak lemah kayak yang Alvin bilang. Kamu harus bisa buktiin pada Alvin kalau kamu itu kuat. Jauh dari yang ia kira. Buat dia bungkam !” Chris memeluk Sivia yang kini menangis lagi. Tanpa Sivia dan yang lain ketahui, seulas senyum sinis terbentuk dari bibir Chris.
“ Aku hanya ingin melihat responnya saat seseorang yang ia sayangi kehilangan semua harapannya. Sama saat aku melihat Keke dulu.” batin Chris dalam.
“ Satu kosong Alivin.”
><><><><><><><><><><
Chris masih duduk diam di atas tempat tidurnya. Otaknya benar-benar berpikir ulang tentang semua rencana balas dendamnya pada Alvin. Di satu sisi, ia tidak tega menggunakan Sivia sebagai salah satu alat pembalasan dendamnya, tapi disisi lain ia tidak punya pilihan lain. Cuma Sivia yang bisa ia gunakan !
Tapi tadi saat melihat Sivia menangis, rasanya ia benar-benar ingin melindungi gadis itu. Bukan memanfaatkannya untuk balas dendam. Terkadang gadis itu benar-benar mengingatkannya pada Keke. Cinta di masa lalunya.
><><><><><><><><><
“ Shil, apa benar kamu menyukaiku ?” tanya Alvin. Kini mereke berempat sedang berada di kamar tidur Alvin. Shilla hanya mengangguk pasti. Ia sudah tak mau lagi menyimpan rahasia ini.
“ Maaf Shil, aku tulus menganggapmu sebagai sahabat dan gak mungkin lebih dari itu.” Ungkap Alvin jujur, ia tak mau ada kesalahpahaman lagi.
“ Aku tau, dulu ada Keke dan sekarang ada Sivia.” Kata Shilla sedih. Alvin hanya menggeleng, ia masih akan berbohong lagi.
“ Gak pernah ada gadis dingin itu di hati aku. Cuma Keke.” Rasa gengsi telah menguasai hati Alvin.
“ Dan kamu sadarlah, disini ada seseorang yang tulus banget sayang sama kamu. Coba kamu sadari perasaan dia ke kamu.” Lanjut Alvin, Shilla berkerut bingung, sedang Zahra hanya tersenyum penuh arti. Ia tau itu !
“ Maksud kamu apa Vin ?” tanya Shilla bingung.
“ Aku gak ngerti ?”
“ Maaf aku mau pulang.” Tanpa banyak kata lagi Cakka meninggalkan orang-orang disana.
“ Cari jawabanmu sendiri. Ini tentang kamu dan Cakka.” Kata Zahra, Alvin hanya mengangguk setuju. Shilla masih terus berpikir dalam kebingungannya.
“ Cakka…”
><><><><><><><><><><><><
Siang ini Sivia sedang melukis di taman rumah sakit. Rio, Gabriel, Ify, dan Chris laki-laki yang akhir-akhir ini sering muncul dihidupnya belum menampakkan batang hidungnya. Mungkin mereka terlambat menemaninya. Pelan ia merasakan tepukan lembut menyapa bahunya.
“ Kak Ri...” perkataan Sivia terhenti saat melihat siapa yang menepuk bahunya.
“ Kamu…”
“ Maafkan perkataanku waktu itu.” Alvin, laki-laki itu kini duduk di sebalah Sivia. Sivia sendiri hanya menatap Alvin dingin dan datar.
“ Kenapa kamu disini ? Belum puas kamu bilang aku penyakitan sama lemah !” kata Sivia dingin dan terus melanjutkkan melukis. Alvin sendiri hanya terdiam, rasa bersalah yang sudah beberapa hari ini singgah di otaknya makin jelas saja terasa.
“ Aku tak bermaksud..”
“ Bermaksud juga tidak apa-apa.” Potong Sivia cepat.
“ Toh itu semua benar adanya…”
“ Kamu benar-benar tidak mau memaafkanku ?” tanya Alvin. Sivia menghela nafasnya panjang.
“ Oke ! Aku memaafkanmu ! Puaskan ?” Sivia terus melanjutkan melukisnya, sementara Alvin tersenyum simpul. Ia tau gadis ini tidak tulus memaafkannya, tapi kan tadi Sivia bilang udah maafin. Jadi intinya ikhlas atau tidak sudah dimaafkan.
Mereka terdiam sejenak. Alvin memandang lukisan karya Sivia. Sebentar ia menggeleng sedih. Lukisan Sivia benar-benar menggambarkan rasa sepi yang begitu dalam. Disana jelas terlihat seorang gadis yang sedang membawa payung dan menatap ke langit, dimana rintik-rintik hujan sedang turun. Dengan cepat Alvin mengambil kuas dari tangan Sivia.
Sivia hanya melotot melihat aksi Alvin itu. Dengan cekatan Alvin menggoreskan kuas yang ia pegang pada hasil lukisan Sivia. Sivia sendiri membuang mukanya sebal. Ia berpikir Alvin berniat mengacaukan lukisannya. Laki-laki ini memang minta dimakan !
“ Lihat ini ! Jauh lebih bagus kan ? Bahkan sangat jauh bagus daripada gambarmu tadi.” Tangan Alvin memegang dagu Sivia dan menggerakkannya untuk sekedar menatap tambahan gambar darinya.
Entah apa yang Sivia rasakan. Dengan cepat Sivia memegang pipinya, ia merasa pipinya memanas dan kedua garis bibirnya tertarik dan membentuk seulas senyuman. Gambarnya yang tadi begitu sepi kini menjadi lebih berwarna dan itu karena Alvin.
Ia memandang lukisan hasil karyanya dan dengan beberapa tambahan gambar dari Alvin. Ia melihat disamping gambar gadis berpayungnya tadi, Alvin menambahkan seorang laki-laki yang mengenggam erat sebelah tangan gadis itu. Dan pada bagian langitnya Alvin menambahkan sebuah pelangi yang cukup indah.
“ Senyum kan kamu.” Goda Alvin, Sivia hanya melengos sebal menutupi rasa senangnya.
“ Itu karena gambarmu jelek sekali. Bahkan sangat buruk. Kayak gambar anak TK. Kamu tak punya bakat disini Vin.” tutur Sivia dengan nada mengejek, kali ini giliran Alvin yang dibuat melengos sebal.
“ Biarin aja !”
“ Oh iya, kamu ? Mau ku tunjukkan yang lebih asyik dan menyenangkan ?” Sivia berkerut bingung tapi ia tetap mengangguk.
“ Balapan lagi ?” mata Sivia berbinar, Alvin buru-buru menggeleng.
“ Aku tak mau kamu mati konyol disana.” Sivia hanya dapat memanyunkan bibirnya.
“ Dasar jelek !! Bukankah kamu yang mengajakku mati konyol.” Sivia tersenyum puas.
><><><><><><><><><><
Rio terdiam di kamar rawat Sivia. Beberapa menit yang lalu Sivia meminta ijin Rio untuk keluar bersama Alvin. Sebenarnya Rio cukup bingung, ia tau kalau beberapa hari lalu Alvin benar-benar menghilangkan semangat sembuh Sivia, tapi siang ini, ia melihat Sivia tersenyum lepas saat bersama dengan Alvin tadi.
Ify dan Gabriel pun tidak ada disini menemaninya. Ia yang tadi berangkat ke rumah sakit bersama Chris pun harus merelakan Chris yang ikut pergi bersama Alvin dan Sivia. Karena merasa bosan menunggu Rio pun berjalan ke sekitar koridor Rumah Sakit.
Pandangannya jatuh pada seorang gadis yang tengah menundukkan kepalanya di depan pintu ICU. Ia terlihat begitu sedih, bahkan air mata terlihat jelas mengalir melalui pipinya. Dengan beribu rasa khawatir Rio segera melangkah mendekatinya.
Sesampainya di hadapan orang itu, Rio segera menepuk pelan bahu orang itu. Masih dengan matanya yang basah, orang itu menatap Rio sendu. Segera ia memeluk erat tubuh Rio yang kini berada dihadapannya.
“ Takut…” lirihnya.
><><><><><><><><><><
Sekarang Chris, Alvin, dan Sivia sudah bersiap diatas sepeda. Alvin memboncengkan Sivia, sedang Chris duduk sendirian diatas sadel sepedanya.
“ Kamu mau bawa aku kemana ?” tanya Sivia pada Alvin.
“ Ke suatu tempat yang indah dan akan lebih indah jika dia tidak ikut.” Alvin memandang Chris dengan sangat sinis, sementara Chris pun tidak kalah sinis memandang Alvin.
“ Aku kan mau ngawasin kamu. Supaya kamu gak bicara macam-macam lagi.” Sindir Chris, Alvin bungkam.
“ Kalian gak usah berantem gitu deh ! Kita jadi pergi gak nih ?” Sivia sudah mulai kesal dengan tingkah kedua laki-laki dihadapannya. Mereka selalu bertengkar.
Alvin pun segera mengayuh sepedanya dengan kencang. Karena tidak siap, secara reflek Sivia pun memeluk pinggang Alvin. Alvin hanya tersenyum, entah kenapa ia merasa sangat senang. Sementara itu Sivia berusaha melepaskan pegangannya saat tangan Alvin menggenggam lembut tangannya.
“ Gak usah dilepas, nanti jatuh..”
Chris yang melihat itu hanya dapat memandang Alvin dengan tatapan benci. Bukan karena ia tidak senang melihat Alvin bahagia tapi karena ada gemuruh aneh di hatinya saat melihat Sivia memeluk Alvin.
><><><><><><><><><><
“ Sudah sampai !!” teriak Alvin kencang. Sivia segera turun dari boncengan Alvin. Namun karena kondisinya belum cukup stabil, tubuhnya limbung. Namun dengan sigap Alvin dan Chris memegang tubuh Sivia.
Lama Alvin dan Chris saling memandang benci dan sebal. Sivia hanya menghela nafas.
“ Kesana aja yuk !” Sivia menarik baju Alvin dan Chris. Dia juga menunjuk ke sebuah danau yang berada di tengah taman itu. Dengan perasaan yang cukup sebal pun, Chris dan Alvin bersama-sama memapah Sivia agar sampai di tepi danau itu.
“ Alvin tempat ini bagus banget. Dari mana kamu tau tempat seindah ini.” tutur Sivia lembut, sebelah tangannya merapikan anak-anak rambutnya yang bergerak mengikuti angin. Sementara Alvin, matanya tidak pernah berhenti lepas dari wajah cantik Sivia.
“ Kamu cantik..” kata-kata jujur dari Alvin itu sukses membuat rona merah menjalar di pipi Sivia.
“ Hei, Alvin Adhika, semudah itukah kau melupakan Keke, dan hanya sebesar ini rasa sayangmu pada Keke ? Apa kamu tidak tau besarnya rasa cinta yang Keke berikan padamu ?” tanya Chris tegas, Alvin tersentak kaget, sementara Sivia hanya memandang kedua lelaki itu bergantian. Selalu membicarakan hal yang tidak ia mengerti !
“ Apa kamu perlu tau ?” balas alvin dengan nada sinisnya. Jujurnya hati Alvin tergerak saat Chris menyebut cintanya Keke untuknya. Tapi bukankah Keke lebih memilih Chris daripada dirinya.
“ Bukankah Keke jauh lebih mencintaimu ?” Saat Chris akan menjawab, Sivia menghentikannya.
“ Kalian sudah cukup berdebatnya ! Aku tidak suka ! Kalian benar-benar merusak pemandangan indah di depan sana. Kalau mau tengkar pergi sana !” Bentak Sivia tegas. Alvin dan Chris bungkam seketika. Kebisuan itu tidak berlangsung lama setelah Sivia angkat suara lagi.
“ Aku ingin naik perahu.” Dengan cepat Chris dan Alvin saling berlari menuju ke tempat peminjaman perahu. Sivia hanya tertawa kecil saja melihat adegan itu. Rasanya ia benar-benar kehilangan sosok dingin Alvin yang ia temui pertama kali dulu. Dan entah kenapa Sivia merasa kalau Chris dan Alvin itu cocok menjadi sahabat, sama-sama keras kepala dan tidak mau kalah.
“ Dasar aneh….”
><><><><><><><><><><
Gadis itu terus menangis. Pelukannya pada laki-laki itu semakin lama semakin erat. Tidak peduli beberapa pasang mata yang melihatnya sedari tadi. Hatinya benar-benar gelisah. Sementara laki-laki itu terus berusaha menenangkan sambil mengelus pelan punggung gadis itu.
“ Kamu yang tenang Fy..”
“ Aku takut kak…”
“ Takut…”
><><><><><><><><><><
Sekarang Chris dan Sivia sedang menikmati indahnya danau dari atas perahu mereka. Sementara Alvin hanya memandang Chris dan Sivia dengan tatapan sebal. Ia kalah cepat dari Chris saat meminjam perahu itu dan alhasil ia hanya bisa melihat Sivia dan Chris dari tepi danau.
Walau begitu Alvin benar-benar bahagia. Bukan karena ia kalah dengan Chris, tapi karena ia melihat senyum manis dari Sivia. Dengan cepat pun Alvin membekukan tiap senyum Sivia dalam jeperetan kameranya.
Tapi sesuatu terjadi, ia melihat perahu yang ditumpangi Chris dan Sivia tidak seimbang. Dan tidak mencapai 5 menit, perahu itu oleng dan dua orang diatasnya terjatuh ke danau. Alvin benar-benar terkejut, ia sangat tau kalau Chris tidak bisa berenang.
Tanpa melepas bajunya, Alvin segera masuk ke danau dan berusaha menyelamatkan Sivia dan Chris. Kini Alvin sudah sampai di tempat Chris dan Sivia terjatuh. Disana Alvin jelas melihat Chris yang berpegangan erat pada Sivia. Wajah Chris benar-benar pucat karena ketakutan.
“ Alvin, cepat tolong Chris.” Chris dan Alvin sejenak memandang Sivia. Sivia sendiri hanya mengangguk yakin. Alvin pun segera membawa Chris ke tepi danau.
Sementara disana Sivia tersenyum. Sayang, senyumnya tidak bertahan lama. Tiba-tiba saja jantungnya tidak bisa diajak berkompromi. Kakinya yang sedari tadi bergerak agar bisa mengapung di air pun semakin lama, gerakannya semakin pelan.
Perlahan tapi pasti Sivia tenggelam. Dan tepat saat Alvin meletakkan Chris di tepi danau, tubuh Sivia sudah tidak terlihat lagi di permukaan air.
******
***makasih udah mau baca***
***tinggalkan jejak bagi yang udah baca***
_mei_
haha..as i expected from mei...mix the japanese and icil things up...great write...keep on...i'll read it sincerely
BalasHapus