Sabtu, 02 Juni 2012

Tentang Kisah [4]


Tentang Kisah [4]

                Gadis itu sedari tadi terus menatap penuh arti laki-laki yang sedang ia ajak bicara. Rasanya ia benar-benar grogi. Jantungnya pun terus berdetak cepat ketika berbicara dengan laki-laki itu. Bagaimana tidak grogi kalau sekarang ia sedang berbicara dengan laki-laki yang disukai.

“ Alvin…” laki-laki itu menoleh dan melemparkan senyumnya pada gadis yang memanggilnya.

“ Nanti temenin gue latihan yaa..” Sivia memeluk salah satu lengan Alvin. Alvin sendiri menanggapinya dengan tersenyum dan mengelus pelan kepala Sivia.

“ Siapppp bosss..” Sivia tertawa lebar saat melihat Alvin memberikan hormat kepadanya.

“ Eh, ada Ify. Selamat pagi Ify.” Sivia melemparkan senyum manisnya pada Ify, Ify adalah salah satu teman satu kelasnya. Gadis yang di panggil Ify itu hanya tersenyum kecut sambil menatap Sivia.

“ Mengganggu saja.” batin Ify jengkel.

“ Pagi Via.” balas Ify, senyum palsu pun tidak segan ia tunjukkan.

“ Maaf udah ganggu kalian. Kalau gitu gue duluan yaa.” Sivia yang hendak pergi tertahan oleh tangan Alvin yang menggenggam tangannya. Ify yang melihat itu hanya mengalihkan pandangannya sambil mendengus sebal.

“ Ke kelas bareng aja.” ajak Alvin, Sivia membalas dengan gelengan.

“ Gue mau cari Kak Rio.” Alvin yang mendengarnya pun mendelik tidak suka.

“ Buat apa ?”

“ Hehehe, gue kena point lagi gara-gara ngejailin pak satpam. Jadi gue harus nemuin dia buat dihukum.” Sivia menerangkan sambil cengar-cengir. Alvin hanya menggelengkan kepalanya, Ify yang mendengarnya semakin memperjelas senyum sinisnya.

“ Dasar urakan..” batin Ify.

“ Ify gue duluan yaa.” Ify pun membalas Sivia dengan anggukan malas.

---------------------------

                Rio sedang memandangi laptop miliknya, bibirnya pun setia menyunggingkan senyuman.  Kumpulan foto-foto yang sedang ia lihat berhasil menarik ke atas garis bibirnya. Entah di dalam foto ataupun di kenyataan gadis itu tetap menarik, bahkan sangat menarik.

“ Kak Rio…” Sivia memanggil dengan suara yang cukup pelan. Entah kenapa ia selalu takut berada di ruangan ini. Senyum Rio semakin melebar saat ia tau siapa yang ada di depan pintu ruangannya.

“ Sivia Adinda, point 15 karena mengganggu kenyaman orang lain.” Rio mengangsurkan buku point pelanggaran tata tertib milik Sivia. Sivia sendiri hanya memamerkan deretan giginya pada Rio.

“ Dan lo pakai ini sambil berdiri di depan tiang bendera selama 2 jam pelajaran.” Sivia mengangguk dan berjalan keluar dari ruangan Komite Kedisiplinan.

“ Jangan kabur ya Via..” pesan Rio.

“ Gak mungkin dong kak. Gue kan emang sengaja pengen dihukum karena gue males ikut pelajaran. Ada alasan gitu, lagian gue juga belum ngerjain PR gue yang setumpuk.” Rio menepuk jidatnya pelan, adik kelasnya yang satu ini benar-benar gila.

--------------------------

                Sivia masih berdiri tegak, sesekali ia menyeka bulir-bulir keringat yang turun dari dahinya. Sudah satu jam pelajaran ia berdiri disini dan matahari masih saja mempermainkannya. Sesekali Sivia melirik Cakka dan Rio yang sedang olahraga di lapangan.

“ Uhh, capek banget.” keluh Sivia, tangannya bergerak memegang perutnya yang terasa sakit.

“ Siviaaa…” Sivia memutar kepalanya menatap Alvin yang berjalan ke arahnya.

“ Kenapa lo disini ?” tanya Sivia pada sahabatnya itu.

“ Tadi gue mau ke toilet terus lihat lo disini. Capek banget yaa ?” Alvin menggerakkan tangannya untuk mengusap keringat yang bercucuran dari dahi Sivia. Sivia sendiri hanya mengangguk.

“ Masih satu jam lagi Vin, tapi gak tau kenapa perut gue sakit banget.” Sivia mengeluh kepada Alvin, Alvin yang mendengarnya pun jadi panik.

“ Lo udah makan ?”

“ Udah tapi gak tau kenapa perut gue sakit banget.” keluh Sivia lagi, kedua tangannya mencengkram erat perutnya.

“ Ya udah gue cari kak Rio dulu.” Tidak mau buang waktu Alvin mulai beranjak meninggalkan Sivia dan berlari ke arah Rio yang sedang bermain basket bersama teman-teman sekelasnya.

“ Kak Rioo..” panggil Alvin, Rio yang merasa terpanggil pun segera berjalan mendekat ke arah Alvin.

“ Ada apa ?” jujur saja Rio tidak senang melihat Alvin disana, tapi ia tidak mungkin menunjukkan wajah jengkelnya. Apalagi tanpa alasan yang jelas.

“ Kak, Via lagi sakit jadi tolong hukumannya sampai disini saja.” Rio terperanjat kaget saat mendengar Sivia sakit, Cakka yang sedang duduk istirahat disamping mereka pun juga dibuat kaget oleh kata-kata Alvin.

                Alvin membalik badannya, diikuti Rio dan Cakka. Kali ini hati mereka bertiga mencelos bersama-sama. Mereka melihat Via yang duduk lemah di depan tiang bendera sambil memegangi perutnya.

“ Viaaaa..” teriakan Alvin, Cakka, dan Rio yang bersamaan dengan volume yang cukup keras itu membuat sebagian siswa-siswi yang sedang berolahraga memandang ke arah yang mereka pandang.

                Alvin, Rio, dan Cakka berlari begitu cepat ke tempat Sivia. Rasa khawatir mereka bertambah ketika melihat wajah Sivia yang begitu pucat, mereka juga mendengar rintihan keluar dari bibir gadis itu. Dan sekarang tangan mereka bersama-sama mengangkat tubuh gadis itu.

                Mereka berpandangan sejenak, tapi rasa khawatir mereka mencegah perdebatan yang mungkin terjadi. Akhirnya mereka membawa bersama tubuh Sivia ke UKS.

----------------------------

                Ify mendecakkan lidahnya sebal ketika melihat Alvin memapah Sivia ke dalam kelas. Wajah pucat gadis itu sama sekali tidak membuat hatinya tergerak. Bahkan membuatnya semakin muak.

“ Lo baik-baik aja Via ? Kenapa ? Apanya yang sakit ?” basa-basi Ify melontarkan pertanyaan pada Sivia. Sivia hanya membalas dengan gelengan dan senyum.

“ Hari ini lo gak usah latihan aja Vi.” Sivia menggeleng keras.

“ Gue tokoh utamanya dan tanpa gue mereka gak akan bisa latihan. Kasian kan. Gue juga gak mau besok kita semua harus lembur latihan seharian karena hari ini gue gak datang.” Mata Sivia menatap Alvin dengan tatapan memelas. Alvin masih menggeleng tegas, tapi Sivia terus menatapnya dengan tatapan memohon. Dengan berat pun Alvin mengangguk, Sivia pun tanpa basa-basi mencium pipi Alvin.

“ Makasih Alvin…”

                Ify segera melengos melihat apa yang dilakukan Sivia. Bibirnya terus meracau tidak jelas, mungkin mengucapkan sumpah serapah untuk gadis yang ia anggap tidak tau diri dan musuh besarnya.

“ Tenang Vi. Suatu saat gue bakal rebut Alvin dari sisi lo. Tinggal tunggu waktu.” Ify tersenyum sinis, sesekali ia melirik meja Sivia dan Alvin dari sudut matanya.

------------------------

“ Tuan Putri, kamu begitu rupawan.” Cakka membelai lembut pipi Sivia yang kini sedang pura-pura tertidur. Sedangkan Alvin yang menunggu Sivia latihan jadi kesal sendiri melihat adegan itu.

“ Tapi kenapa harus kamu yang kena kutukan seperti ini ? Benar-benar tidak adil.” Sekali lagi Cakka mengusap pipi Sivia. Sivia sendiri tetap diam dan tenang.

“ Pangeran !” Cakka menatap salah satu siswi yang berperan sebagai peri baik.

“ Agar dia bangun, dia membutuhkan ciuman dari seseorang yang tulus mencintainya. Benar-benar tulus mencintainya.” Alvin melotot mendengar dialog itu. Wajahnya terlihat sedikit  memerah karena kesal.

“ Kak Cakka bakal nyium Via, oh my God gue gak ikhlas…” Alvin menggeram sebal dalam hatinya.

“ Aku akan melakukan apa pun agar dia bangun. Dan cintaku pun murni kepadanya. Aku yakin itu.” Cakka mendekatkan bibirnya ke wajah Sivia. Sebenarnya itu cuma tipuan mata, nanti seolah-olah Cakka mencium bibir Sivia padahal yang ia cium adalah kening Sivia. Alvin mulai tidak sabar, tangannya dengan cepat mengambil bolpoin dari tasnya.

“ Aduhhhh…”

“ Cuuttt..” teriakan Ibu Reni membahana di aula. Raut wajah guru satu itu benar-benar masam. Sivia segera bangun dari tidurnya.

“ Aduh.” rintih Sivia pelan, kepalanya terasa berdenyut keras. Cakka yang ada di samping Sivia segera memandang adik tirinya itu.

“ Lo kena….”

“ Cakka, kamu apa-apaan. Di adegan kali ini tidak ada dialog kesakitan.” Perkataan Cakka terhenti saat Ibu Reni memarahinya. Cakka pun segera menatap Ibu Reni dan melupakan apa yang terjadi pada Sivia.

“ Maaf Bu, tadi ada yang nimpuk kepala saya.”

“ Jangan banyak alasan ! Sekarang latihan selesai. Bubar..” Semua yang ada disana menghela nafas lega. Untung juga karena Cakka melakukan kesalahan mereka jadi bisa pulang. Alvin sendiri terkikik pelan di bangku penonton. Lemparannya tadi tepat mengenai kepala Cakka.

“ Viaaaa pulang yukk..” Dengan susah payah Sivia bangun dari tidurnya. Tapi di antara Cakka dan Alvin tidak ada yang menyadari keadaan Sivia.

---------------------------

                Latihan hari ini benar-benar melelahkan, bukan hanya karena dia sedang tidak fit tapi adegannya dengan Cakka masih terus diulang-ulang. Sivia yang baru saja sampai pun segera menghempaskan tubuhnya di atas sofa ruang keluarga.

                Cakka yang melihatnya hanya menggeleng dan masuk ke kamarnya. Sekarang waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 WIB. Cakka yang sedari tadi belum tidur pun berjalan ke arah dapur untuk mengambil air minum. Cakka sedikit bergidik ketika mendengar rintihan dari ruang keluarga. Tangannya pun menyentuh tengkuknya.

                Sekembalinya Cakka dari dapur ia masih mendengar suara rintihan itu lagi. Dengan memberanikan diri Cakka berjalan menuju ruang keluarga. Dan ia benar-benar terkejut saat melihat Sivia terkulai lemas sambil memegangi perutnya. Cakka pun segera berlari menghampiri Sivia.

“ Sivia lo kenapa ?” Sivia membuka matanya perlahan, menatap Cakka. Sudah begitu lama Cakka tidak memanggil dirinya dengan ‘Sivia’.

“ Sakit…”

“ Apanya yang sakit ?” jujur saja saat ini ia ingin tersenyum melihat kepanikan Cakka. Ternyata laki-laki itu masih peduli padanya.

                Cakka memandangi Sivia, adik tirinya itu belum menjawab pertanyaannya.

“ Sakit kak..” Sivia mulai mengeratkan cengkramanannya ke arah perutnya. Dengan cekatan Cakka menggendong tubuh Sivia, membawanya masuk ke dalam kamar.

“ Tunggu disini, gue telepon dokter dulu.”

------------------------

                Alvin berjalan gontai di koridor Permata. Gadis yang setiap harinya selalu bergelayut di lengannya kini terbaring sakit. Sebenarnya ia ingin bolos dan menemani gadis itu tapi gadis itu malah memaksanya untuk masuk. Mau bagaimana lagi ?

“ Haaahh..”

“ Pagi Alvin..” sapa Ify yang entah sejak kapan sudah berjalan di samping Alvin.

“ Ehh Ify, pagi !” Alvin tersenyum singkat pada Ify sambil menggaruk keplanya. Kaget juga melihat gadis itu.

“ Via nya kemana ?” tanya Ify, matanya berkeliling mencari gadis yang biasanya selalu mengekor pada laki-laki yang ia sukai itu.

“ Sakit..” Ify melihat jelas wajah Alvin yang muram.

“ Sakit apa ? Yang kemarin hampir pingsan itu ?” Ify bertanya, ada sedikit rasa penasaran yang mengganjal dihatinya.

“ Iya, kata Kak Cakka kemarin malam dia hampir pingsan lagi.” Ify menyipitkan matanya dan membuka telinganya lebar-lebar.

“ Kak Cakka ? Kakak kelas kita ? Ketua OSIS Permata ? Lawan main Via di pementasan Putri Aurora ?” Alvin hanya mengangguk, ia malas membicarakan Cakka.

“ Lho emang mereka satu rumah ?”

“ Iya, mereka kan kakak adik.” Ify tersenyum senang. Ia mendapatkan berita yang begitu hangat, gosip top.

“ Oh, kalau begitu gue duluan.” Ify segera meluncur pergi. Ia berlari ke arah ruang ekskul jurnalistik, menemui salah satu sahabatnya. Ia berbincang sebentar dengan sahabatnya itu.

“ Lo pokoknya harus buat berita yang benar-benar heboh.”

“ Siappp Ify..”

***********

***Terima kasih udah mau baca***
***Tolong tinggalkan jejak buat yang udah baca***



_mei_


Destiny, You and Me Part 8 ( Akhir Perjuangan )


Destiny, You and Me Part 8
~ Akhir Perjuangan ~

                Gabriel, Ify, dan Chris sedang duduk gelisah di depan ruangan dokter Jo. Dokter Jo adalah dokter yang selama ini menangani Sivia. Pulang sekolah mereka bertiga langsung meluncur ke rumah sakit, bukan karena kabar buruk tapi karena mereka mendapatkan kabar baik. Harapan baru !

“ Semoga bisa, semoga bisa, semoga bisa. Semoga kali ini bukan cuma harapan kosong.” Gabriel sejak tadi sudah merapalkan doa-doa yang ia tunjukkan pada Sivia. Ia benar-benar berharap kali ini Sivia bisa sembuh. Sembuh total dan akan selamanya disampingnya, menemaninya.

“ Gab..” Ify menyenggol pelan lengan Gabriel saat melihat pintu ruangan dokter Jo terbuka. Chris, Gabriel, dan Ify pun segera berjalan menghampiri Sivia dan dokter Jo.

“ Bagaimana Siv ? Bisa kan ? Bener-bener bisa kan ?” tanya Ify, rasa penasaran dan harapan besar kini memenuhi hatinya. Sivia masih tetap diam.

“ Bagaimana Dok ? Kapan operasi bisa dilaksanakan ? Bagaimana kemungkinannya ?” Kali ini giliran Chris yang bertanya. Dokter Jo masih diam, dengan tegang mereka menunggu jawaban dari dokter Jo. Tidak terlalu lama mereka melihat seulas senyum tersungging di bibir dokter Jo.

“ Sabtu nanti operasi akan dilaksanakan. Dan untuk kemungkinan, lebih dari 60 % berhasil.” jawab dokter Jo. Kali ini giliran Ify, Chris, dan Gabriel yang diam, masih belum percaya. Mereka kemudian beralih memandang Sivia. Dilihatnya Sivia sudah melemparkan senyum yang sangat lebar pada mereka.

“ Kalian gak mau ngucapin selamat buat aku ?” Sivia masih tetap tersenyum manis, sementara sahabat-sahabatnya masih terpaku tidak percaya.

“ Berita baik kawan !! Aku akan sembuh.” ujar Sivia pelan, dan tepat saat itu Sivia mendapatkan pelukan hangat dari sahabat-sahabatnya.

“ Selamat Sivia. Aku ikut bahagia, benar-benar bahagia.” Ify mengusap air mata yang tiba-tiba saja turun, Sivia tersenyum melihat itu. Sivia pun mengeratkan pelukannya pada Ify.

“ Jangan nangis..” bisik Sivia lembut, Ify tersenyum pelan mendengar ucapan Sivia.

“ Iya, kita kan harusnya senang.” tambah Gabriel, tangannya bergerak menarik Sivia dan Ify ke pelukkannya.  

“ Kali ini kamu harus benar-benar sembuh Sivia.” tegas Gabriel.

“ Harusss…”

“ Pasti ! Untukmu, untuk Ify, dan untuk semuanya.” Sivia membalas pelukan Gabriel. Sementara Ify mengurai pelukannya, berjalan mundur, memberikan ruang untuk kedua sahabatnya itu.

“ Ehhh…” Ify menatap kebelakang, kali ini matanya tertuju pada Chris yang memegangnya bahunya dari belakang.

“ Jangan lari.” ucap Chris tepat di telinga Ify. Ify tersenyum, tangannya bergerak menarik wajah Chris, mendekatkan telinga Chris dengan bibirnya.

“ Aku nggak akan lari, aku hanya memberikan ruang untuk mereka berdua. Hanya itu. Karena aku bahagia melihat mereka bahagia. Bukankah itu yang namanya sahabat.” Chris tersenyum mendengar penuturan Ify, entah apa yang menggerakkannya detik berikutnya bibirnya sudah menempel di kening Ify.

“ Aku juga bahagia melihat mereka bahagia. Dan aku benar-benar terharu mendengar kata-katamu.” Kali ini wajah Ify benar-benar merah, bukan karena ucapan Chris tapi ciuman spontan yang ia terima. Rasanya ia benar-benar malu.

“ Aku tau kamu tidak akan lari, jadi bolehkah aku menemanimu untuk tetap disini ? Untuk tetap melihat mereka bahagia ? Untuk tetap bersamamu ?” Wajah Ify semakin memerah ketika mendengar ucapan dari Chris.

“ Ehemmmm….”

“ Kacang-kacang..” seru Sivia dan Gabriel sambil memandang Ify dan Chris yang masih saling menatap dalam.

“ Hahahaha..” Sivia dan Gabriel segera berhigh-five ketika mereka melihat wajah Chris dan Ify yang memerah.

“ Dasar jahill..” balas Ify dan Chris bersamaan.

“ Tapi suka kan ??” Kali ini mereka tertawa bersama-sama.

><><><><><><>< 

                Sivia sedang duduk sendirian di taman Rumah Sakit. Besok dia akan menjalankan operasi. Operasi yang sempat tertunda satu tahun lamanya. Dan jujur saja rasa takut mulai menggelayuti pikirannya.

“ Aku pasti sembuh, jadi untuk apa takut  !” Sivia mencoba memberikan kekuatan untuk dirinya sendiri. Tapi semua itu belum cukup untuk meyakinkannya.

“ Pasti sembuh kok.”

                Sivia memandang Gabriel yang berdiri dihadapannya. Laki-laki itu tersenyum walau ia sendiri takut terjadi sesuatu pada gadis yang ia cintai. Gabriel mulai jongkok di depan Sivia. Tangannya bergerak menggenggam lembut tangan Sivia.

“ Kamu percaya takdir kan ?” Sivia mengangguk. 

“ Kamu harus tau kalau diantara kita itu ada takdir yang begitu kuat.” Gabriel mengeratkan genggaman tangannya pada tangan Sivia. Sivia sendiri mulai mendengarkan dengan serius kata-kata Gabriel.

“ Jadi kamu jangan takut. Karena aku adalah tempatmu pulang. Begitu pula sebaliknya.” Gabriel menarik nafas sebentar, hal itu membuat Sivia tersenyum, ia ingat kata-kata ini pernah Gabriel ucapkan satu tahun lalu saat ia akan pergi berobat. Saat ia akan meninggalkan laki-laki itu.

“ Karena aku adalah takdirmu. Dan kamu pasti sembuh.” Sivia tersenyum manis, perlahan Sivia menunduk dan mencium kening Gabriel.

“ Aku tau, aku yakin, ada takdir diantara kamu dan aku. Takdir yang begitu kuat.”

“ Takdir, kamu dan aku..” ucap Gabriel tegas, sekarang giliran Gabriel yang mencium kening Sivia. Gabriel mencium cukup lama kening Sivia, Sivia sendiri menikmatinya. Menikmati setiap desiran halus yang menghangatkan dadanya. Menikmati setiap detiknya bersama laki-laki yang ia cintai.

“ Aku mencintaimu..”

><><><><><><><>< 

“ Bagaimana operasinya ?” Sivia yang masih terbaring lemah bertanya pada Gabriel yang sedang menemaninya.

“ Kata Dokter Jo semuanya berjalan lancar. Kamu pasti sembuh.” Gabriel tersenyum dan menyodorkan sendok bubur ke mulut Sivia. Sivia pun dengan perlahan memakan bubur itu.

“ Hueeekkk…” Gabriel terkejut saat Sivia memuntahkan bubur yang baru saja ia makan, tapi yang membuat ia lebih terkejut adalah saat Sivia juga memuntahkan banyak darah. Gabriel pun dengan cepat bergerak memencet tombol panggilan untuk dokter.

                Sekarang Gabriel sedang menunggu di luar ruangan bersama ibunya Sivia. Tidak lama dokter Jo keluar, Gabriel mendengarkan dengan serius apa yang kedua orang dewasa itu bicarakan. Perlahan rasa sesak mulai menjalari dadanya.

“ Cobaan apa lagi…” lirih Gabriel.

><><><><><><><><>< 

**Satu Tahun Kemudian**

                Sudah satu tahun berlalu sejak hari itu Sivia. Operasi itu berhasil, tapi karena keadaan Sivia terus memburuk akhirnya Sivia dibawa ke luar negeri lagi. Dan sekarang hiruk pikuk bandara tidak mampu menutupi wajah bahagia tiga orang disana.

“ Gabriel, Ify, Chris..” panggilan lembut itu berhasil membuat ketiga sahabat itu menoleh ke samping. Dilihatnya seorang gadis cantik tersenyum ke arah mereka.

“ Siviaaa…” Ify berteriak kencang sambil memeluk Sivia dengan erat.

“ Aku rindu padamu.” Ify berbisik, Sivia tersenyum dan membalas pelukan Ify.

“ Oh iya, selamat buat jadiannya. Kapan nih makan-makannya ?” Sivia mengerling nakal ke arah Ify dan Chris. Terlihat semburat merah menjalar di pipi Ify. Sementara Chris hanya menggaruk kepalanya, salah tingkah.

“ Apaan sih vi.”

“ Hahahaha..” Sivia tertawa renyah melihat ekspresi kedua sahabatnya itu. Sivia masih terus tertawa saat matanya menatap laki-laki yang berdiri dibelakang Ify.

                Senyum Sivia terkembang sempurna. Dia berjalan ke arah laki-laki itu, laki-laki itu tersenyum dan merentangkan kedua tangannya lebar-lebar. Sivia pun segera berlari dan menghambur ke dalam pelukannya.

“ Kamu tau ? Aku rindu padamu.” ucap Sivia.

“ Itu gak seberapa. Aku benar-benar merindukanmu dan mencintaimu.” Gabriel mengecup pelan pipi Sivia.

“ Aduhh please deh ini tempat umum.” ejek Chris, Gabriel mendengus sebal sementara Sivia kembali tertawa renyah.

“ Sadar dong, kamu juga pacaran, itu tangan kamu…” Gabriel menunjuk tangan Chris yang melingkar di pinggang Ify. Chris sendiri hanya membalasnya dengan cengiran.

><><><><><><><>< 

                Gabriel dan Sivia sedang berada di Dufan. Mereka berdua mulai menggali lagi kebersamaan yang sempat hilang sejak satu tahun yang lalu. Memberikan waktu untuk bersama.

“ Gabrieeell, minta fotonya dong !” Sivia terdorong ke belakang saat fans-fans Gabriel berdatangan. Sivia tersenyum dan memakai kacamata hitamnya. Perlahan ia berjalan menjauh, memberikan kesempatan pada Gabriel untuk melayani keinginan fansnya.

“ Aduuhh, iya sabar yaa. Satu-satu yaa..” Gabriel berujar sambil celingukan mencari Sivia. Akhirnya dilihatnya gadis itu sedang duduk sambil memakan kembang gula.

“ Iyaaa satu-satu..” ucap Gabriel saat ia kembali terdorong oleh fansnya.

“ Capekkk..” keluh Gabriel. Sivia menyodorkan botol air mineralnya pada Gabriel. Dan hanya tiga kali teguk Gabriel berhasil membuat botol itu kosong.

“ Kamu haus apa gak pernah minum ?” Sivia menggeleng sementara Gabriel tersenyum.

“ Cieee yang sekarang artis top.” goda Sivia.

“ Yah sekarang aku emang ada dihati orang-orang. Emang susah jadi orang ganteng.” Sivia mendengus sebal, masih saja narsis.

“ Tapi kamu tau gak, kalau yang ada di puncak hati aku itu cuma kamu.” Gabriel mencubit pelan hidung Sivia. Sivia hanya tersenyum sambil memegang tangan Gabriel.

“ Aku tau kok kalau kamu itu cinta banget sama aku. Karena aku juga ngerasain hal yang sama.” Gabriel tersenyum lebar mendengar penuturan Sivia.

                Gabriel dan Sivia pun memulai kembali aktivitas yang sempat tertunda. Mereka mencoba wahana-wahana disana, dari yang menakutkan sampai yang paling menyenangkan. Dari komidi putar sampai ke tornado. Sekarang kedua sejoli itu sedang duduk di salah satu bangku. Menikmati matahari yang mulai kembali ke peraduannya.

“ Itu Gabriel kan ? Gabriel Stevent ?” Sivia sedikit mempertajam pendengarannya saat ia mendengar nama Gabriel disebut.

“ Yang bersamanya itu bukannya Sivia Azizah ?”

“ Sivia Azizah ? Siapa dia ?”

“ Mantan member BLINK, dan lo harus tau kalau Sivia itu keluar dari BLINK karena sakit-sakitan lho.”

“ Idihh, masak Gabriel jalan sama cewek penyakitan. Gak banget !”

                Sivia hampir saja menangis saat tiba-tiba ia merasakan tangan Gabriel menutup telinganya. Sivia menatap Gabriel yang tersenyum sambil menggeleng, Sivia mengerti, dengan begini ia tidak dapat mendengar apa-apa. Sekarang Gabriel sedang melindunginya, Sivia pun tersenyum manis pada Gabriel.

                Lambat laun Sivia melihat wajah Gabriel yang semakin keruh. Mungkin Gabriel mulai tidak suka mendengar dia dijelek-jelekkan. Sivia tersenyum, kali ini giliran  tangan Sivia bergerak menutup telinga Gabriel.

“ Kita sama-sama tidak bisa mendengarkan mereka.” Sivia berbisik di telinga Gabriel.

“ Karena yang boleh kita dengarkan cuma kata hati kita masing-masing.” lanjut Gabriel.

><><><><><><><><>< 
                Sivia berjalan dengan mengandalkan tangan Gabriel. Matanya tertutup rapat. Entah dibawa kemana dirinya malam ini, ia tak tau, yang ia ikuti hanya kemana Gabriel membawanya. Sivia merasakan udara yang begitu segar memasuki paru-parunya.

                Gabriel mulai membuka penutup mata Sivia. Sivia tersenyum lebar saat melihat apa yang ada di depannya. Di depannya ada sebuah pohon besar. Pohon itu adalah pohon yang menjadi saksi bisu persahabatan mereka. Dan entah bagaimana, sekarang di pohon itu tergantung banyak sekali fotonya saat bersama Gabriel.

                Dari mulai foto mereka saat masih kecil sampai sekarang. Setiap detail hari-harinya, setiap detail waktu yang telah mereka lewatkan kini dibekukan indah melalui kamera. Dan sekarang semua kenangan itu tergantung manis di pohon persahabatan mereka.

                Suasana taman bunga itu malam ini pun benar-benar menyenangkan dan romantis. Semua terlihat begitu rapi dan cantik. Gabriel mulai menarik tangan Sivia, membawa gadis itu ke meja yang telah ia siapkan.

“ Indah bukan ?” Sivia menjawab pertanyaan Gabriel dengan mengangguk berkali-kali. Gabriel tersenyum melihat tanggapan Sivia.

“ Dulu semua yang ada disini menjadi saksi persahabatan kita, tapi sekarang aku ingin mengikatmu dalam ikatan persahabatan yang jauh lebih dalam. Maukah kamu jadi sahabatku selamanya ? Menemaniku setiap waktunya ? Sahabat hidupku ? Sahabat seumur hidup ?” Gabriel berlutut di depan Sivia, tangannya mengacungkan kalung dengan bandul Siviel.

“ Kalau sahabat selamanya aku tidak tau. Aku masih terlalu muda untuk menikah, tapi aku mau kok kalau jadi pacarmu. Karena aku mencintaimu.”

“ Dasar ! Maksudku juga jadi pacarku.” Gabriel mencubit pipi Sivia dengan gemas.

“ Aku hanya menggoda Gabb..”

“ Tapi percayalah ada takdir, kamu dan aku. Dan itu luar biasa.” Setelah mengatakan hal itu, Gabriel mencium kening Sivia.

*** TAMAT ***


***Holaaaa ngaretnya lama yaa, tapi akasih udah mau baca***
***Dan bagi yang udah baca harap tinggalkan jejak***



_mei_