Sabtu, 02 Juni 2012

Destiny, You and Me Part 8 ( Akhir Perjuangan )


Destiny, You and Me Part 8
~ Akhir Perjuangan ~

                Gabriel, Ify, dan Chris sedang duduk gelisah di depan ruangan dokter Jo. Dokter Jo adalah dokter yang selama ini menangani Sivia. Pulang sekolah mereka bertiga langsung meluncur ke rumah sakit, bukan karena kabar buruk tapi karena mereka mendapatkan kabar baik. Harapan baru !

“ Semoga bisa, semoga bisa, semoga bisa. Semoga kali ini bukan cuma harapan kosong.” Gabriel sejak tadi sudah merapalkan doa-doa yang ia tunjukkan pada Sivia. Ia benar-benar berharap kali ini Sivia bisa sembuh. Sembuh total dan akan selamanya disampingnya, menemaninya.

“ Gab..” Ify menyenggol pelan lengan Gabriel saat melihat pintu ruangan dokter Jo terbuka. Chris, Gabriel, dan Ify pun segera berjalan menghampiri Sivia dan dokter Jo.

“ Bagaimana Siv ? Bisa kan ? Bener-bener bisa kan ?” tanya Ify, rasa penasaran dan harapan besar kini memenuhi hatinya. Sivia masih tetap diam.

“ Bagaimana Dok ? Kapan operasi bisa dilaksanakan ? Bagaimana kemungkinannya ?” Kali ini giliran Chris yang bertanya. Dokter Jo masih diam, dengan tegang mereka menunggu jawaban dari dokter Jo. Tidak terlalu lama mereka melihat seulas senyum tersungging di bibir dokter Jo.

“ Sabtu nanti operasi akan dilaksanakan. Dan untuk kemungkinan, lebih dari 60 % berhasil.” jawab dokter Jo. Kali ini giliran Ify, Chris, dan Gabriel yang diam, masih belum percaya. Mereka kemudian beralih memandang Sivia. Dilihatnya Sivia sudah melemparkan senyum yang sangat lebar pada mereka.

“ Kalian gak mau ngucapin selamat buat aku ?” Sivia masih tetap tersenyum manis, sementara sahabat-sahabatnya masih terpaku tidak percaya.

“ Berita baik kawan !! Aku akan sembuh.” ujar Sivia pelan, dan tepat saat itu Sivia mendapatkan pelukan hangat dari sahabat-sahabatnya.

“ Selamat Sivia. Aku ikut bahagia, benar-benar bahagia.” Ify mengusap air mata yang tiba-tiba saja turun, Sivia tersenyum melihat itu. Sivia pun mengeratkan pelukannya pada Ify.

“ Jangan nangis..” bisik Sivia lembut, Ify tersenyum pelan mendengar ucapan Sivia.

“ Iya, kita kan harusnya senang.” tambah Gabriel, tangannya bergerak menarik Sivia dan Ify ke pelukkannya.  

“ Kali ini kamu harus benar-benar sembuh Sivia.” tegas Gabriel.

“ Harusss…”

“ Pasti ! Untukmu, untuk Ify, dan untuk semuanya.” Sivia membalas pelukan Gabriel. Sementara Ify mengurai pelukannya, berjalan mundur, memberikan ruang untuk kedua sahabatnya itu.

“ Ehhh…” Ify menatap kebelakang, kali ini matanya tertuju pada Chris yang memegangnya bahunya dari belakang.

“ Jangan lari.” ucap Chris tepat di telinga Ify. Ify tersenyum, tangannya bergerak menarik wajah Chris, mendekatkan telinga Chris dengan bibirnya.

“ Aku nggak akan lari, aku hanya memberikan ruang untuk mereka berdua. Hanya itu. Karena aku bahagia melihat mereka bahagia. Bukankah itu yang namanya sahabat.” Chris tersenyum mendengar penuturan Ify, entah apa yang menggerakkannya detik berikutnya bibirnya sudah menempel di kening Ify.

“ Aku juga bahagia melihat mereka bahagia. Dan aku benar-benar terharu mendengar kata-katamu.” Kali ini wajah Ify benar-benar merah, bukan karena ucapan Chris tapi ciuman spontan yang ia terima. Rasanya ia benar-benar malu.

“ Aku tau kamu tidak akan lari, jadi bolehkah aku menemanimu untuk tetap disini ? Untuk tetap melihat mereka bahagia ? Untuk tetap bersamamu ?” Wajah Ify semakin memerah ketika mendengar ucapan dari Chris.

“ Ehemmmm….”

“ Kacang-kacang..” seru Sivia dan Gabriel sambil memandang Ify dan Chris yang masih saling menatap dalam.

“ Hahahaha..” Sivia dan Gabriel segera berhigh-five ketika mereka melihat wajah Chris dan Ify yang memerah.

“ Dasar jahill..” balas Ify dan Chris bersamaan.

“ Tapi suka kan ??” Kali ini mereka tertawa bersama-sama.

><><><><><><>< 

                Sivia sedang duduk sendirian di taman Rumah Sakit. Besok dia akan menjalankan operasi. Operasi yang sempat tertunda satu tahun lamanya. Dan jujur saja rasa takut mulai menggelayuti pikirannya.

“ Aku pasti sembuh, jadi untuk apa takut  !” Sivia mencoba memberikan kekuatan untuk dirinya sendiri. Tapi semua itu belum cukup untuk meyakinkannya.

“ Pasti sembuh kok.”

                Sivia memandang Gabriel yang berdiri dihadapannya. Laki-laki itu tersenyum walau ia sendiri takut terjadi sesuatu pada gadis yang ia cintai. Gabriel mulai jongkok di depan Sivia. Tangannya bergerak menggenggam lembut tangan Sivia.

“ Kamu percaya takdir kan ?” Sivia mengangguk. 

“ Kamu harus tau kalau diantara kita itu ada takdir yang begitu kuat.” Gabriel mengeratkan genggaman tangannya pada tangan Sivia. Sivia sendiri mulai mendengarkan dengan serius kata-kata Gabriel.

“ Jadi kamu jangan takut. Karena aku adalah tempatmu pulang. Begitu pula sebaliknya.” Gabriel menarik nafas sebentar, hal itu membuat Sivia tersenyum, ia ingat kata-kata ini pernah Gabriel ucapkan satu tahun lalu saat ia akan pergi berobat. Saat ia akan meninggalkan laki-laki itu.

“ Karena aku adalah takdirmu. Dan kamu pasti sembuh.” Sivia tersenyum manis, perlahan Sivia menunduk dan mencium kening Gabriel.

“ Aku tau, aku yakin, ada takdir diantara kamu dan aku. Takdir yang begitu kuat.”

“ Takdir, kamu dan aku..” ucap Gabriel tegas, sekarang giliran Gabriel yang mencium kening Sivia. Gabriel mencium cukup lama kening Sivia, Sivia sendiri menikmatinya. Menikmati setiap desiran halus yang menghangatkan dadanya. Menikmati setiap detiknya bersama laki-laki yang ia cintai.

“ Aku mencintaimu..”

><><><><><><><>< 

“ Bagaimana operasinya ?” Sivia yang masih terbaring lemah bertanya pada Gabriel yang sedang menemaninya.

“ Kata Dokter Jo semuanya berjalan lancar. Kamu pasti sembuh.” Gabriel tersenyum dan menyodorkan sendok bubur ke mulut Sivia. Sivia pun dengan perlahan memakan bubur itu.

“ Hueeekkk…” Gabriel terkejut saat Sivia memuntahkan bubur yang baru saja ia makan, tapi yang membuat ia lebih terkejut adalah saat Sivia juga memuntahkan banyak darah. Gabriel pun dengan cepat bergerak memencet tombol panggilan untuk dokter.

                Sekarang Gabriel sedang menunggu di luar ruangan bersama ibunya Sivia. Tidak lama dokter Jo keluar, Gabriel mendengarkan dengan serius apa yang kedua orang dewasa itu bicarakan. Perlahan rasa sesak mulai menjalari dadanya.

“ Cobaan apa lagi…” lirih Gabriel.

><><><><><><><><>< 

**Satu Tahun Kemudian**

                Sudah satu tahun berlalu sejak hari itu Sivia. Operasi itu berhasil, tapi karena keadaan Sivia terus memburuk akhirnya Sivia dibawa ke luar negeri lagi. Dan sekarang hiruk pikuk bandara tidak mampu menutupi wajah bahagia tiga orang disana.

“ Gabriel, Ify, Chris..” panggilan lembut itu berhasil membuat ketiga sahabat itu menoleh ke samping. Dilihatnya seorang gadis cantik tersenyum ke arah mereka.

“ Siviaaa…” Ify berteriak kencang sambil memeluk Sivia dengan erat.

“ Aku rindu padamu.” Ify berbisik, Sivia tersenyum dan membalas pelukan Ify.

“ Oh iya, selamat buat jadiannya. Kapan nih makan-makannya ?” Sivia mengerling nakal ke arah Ify dan Chris. Terlihat semburat merah menjalar di pipi Ify. Sementara Chris hanya menggaruk kepalanya, salah tingkah.

“ Apaan sih vi.”

“ Hahahaha..” Sivia tertawa renyah melihat ekspresi kedua sahabatnya itu. Sivia masih terus tertawa saat matanya menatap laki-laki yang berdiri dibelakang Ify.

                Senyum Sivia terkembang sempurna. Dia berjalan ke arah laki-laki itu, laki-laki itu tersenyum dan merentangkan kedua tangannya lebar-lebar. Sivia pun segera berlari dan menghambur ke dalam pelukannya.

“ Kamu tau ? Aku rindu padamu.” ucap Sivia.

“ Itu gak seberapa. Aku benar-benar merindukanmu dan mencintaimu.” Gabriel mengecup pelan pipi Sivia.

“ Aduhh please deh ini tempat umum.” ejek Chris, Gabriel mendengus sebal sementara Sivia kembali tertawa renyah.

“ Sadar dong, kamu juga pacaran, itu tangan kamu…” Gabriel menunjuk tangan Chris yang melingkar di pinggang Ify. Chris sendiri hanya membalasnya dengan cengiran.

><><><><><><><>< 

                Gabriel dan Sivia sedang berada di Dufan. Mereka berdua mulai menggali lagi kebersamaan yang sempat hilang sejak satu tahun yang lalu. Memberikan waktu untuk bersama.

“ Gabrieeell, minta fotonya dong !” Sivia terdorong ke belakang saat fans-fans Gabriel berdatangan. Sivia tersenyum dan memakai kacamata hitamnya. Perlahan ia berjalan menjauh, memberikan kesempatan pada Gabriel untuk melayani keinginan fansnya.

“ Aduuhh, iya sabar yaa. Satu-satu yaa..” Gabriel berujar sambil celingukan mencari Sivia. Akhirnya dilihatnya gadis itu sedang duduk sambil memakan kembang gula.

“ Iyaaa satu-satu..” ucap Gabriel saat ia kembali terdorong oleh fansnya.

“ Capekkk..” keluh Gabriel. Sivia menyodorkan botol air mineralnya pada Gabriel. Dan hanya tiga kali teguk Gabriel berhasil membuat botol itu kosong.

“ Kamu haus apa gak pernah minum ?” Sivia menggeleng sementara Gabriel tersenyum.

“ Cieee yang sekarang artis top.” goda Sivia.

“ Yah sekarang aku emang ada dihati orang-orang. Emang susah jadi orang ganteng.” Sivia mendengus sebal, masih saja narsis.

“ Tapi kamu tau gak, kalau yang ada di puncak hati aku itu cuma kamu.” Gabriel mencubit pelan hidung Sivia. Sivia hanya tersenyum sambil memegang tangan Gabriel.

“ Aku tau kok kalau kamu itu cinta banget sama aku. Karena aku juga ngerasain hal yang sama.” Gabriel tersenyum lebar mendengar penuturan Sivia.

                Gabriel dan Sivia pun memulai kembali aktivitas yang sempat tertunda. Mereka mencoba wahana-wahana disana, dari yang menakutkan sampai yang paling menyenangkan. Dari komidi putar sampai ke tornado. Sekarang kedua sejoli itu sedang duduk di salah satu bangku. Menikmati matahari yang mulai kembali ke peraduannya.

“ Itu Gabriel kan ? Gabriel Stevent ?” Sivia sedikit mempertajam pendengarannya saat ia mendengar nama Gabriel disebut.

“ Yang bersamanya itu bukannya Sivia Azizah ?”

“ Sivia Azizah ? Siapa dia ?”

“ Mantan member BLINK, dan lo harus tau kalau Sivia itu keluar dari BLINK karena sakit-sakitan lho.”

“ Idihh, masak Gabriel jalan sama cewek penyakitan. Gak banget !”

                Sivia hampir saja menangis saat tiba-tiba ia merasakan tangan Gabriel menutup telinganya. Sivia menatap Gabriel yang tersenyum sambil menggeleng, Sivia mengerti, dengan begini ia tidak dapat mendengar apa-apa. Sekarang Gabriel sedang melindunginya, Sivia pun tersenyum manis pada Gabriel.

                Lambat laun Sivia melihat wajah Gabriel yang semakin keruh. Mungkin Gabriel mulai tidak suka mendengar dia dijelek-jelekkan. Sivia tersenyum, kali ini giliran  tangan Sivia bergerak menutup telinga Gabriel.

“ Kita sama-sama tidak bisa mendengarkan mereka.” Sivia berbisik di telinga Gabriel.

“ Karena yang boleh kita dengarkan cuma kata hati kita masing-masing.” lanjut Gabriel.

><><><><><><><><>< 
                Sivia berjalan dengan mengandalkan tangan Gabriel. Matanya tertutup rapat. Entah dibawa kemana dirinya malam ini, ia tak tau, yang ia ikuti hanya kemana Gabriel membawanya. Sivia merasakan udara yang begitu segar memasuki paru-parunya.

                Gabriel mulai membuka penutup mata Sivia. Sivia tersenyum lebar saat melihat apa yang ada di depannya. Di depannya ada sebuah pohon besar. Pohon itu adalah pohon yang menjadi saksi bisu persahabatan mereka. Dan entah bagaimana, sekarang di pohon itu tergantung banyak sekali fotonya saat bersama Gabriel.

                Dari mulai foto mereka saat masih kecil sampai sekarang. Setiap detail hari-harinya, setiap detail waktu yang telah mereka lewatkan kini dibekukan indah melalui kamera. Dan sekarang semua kenangan itu tergantung manis di pohon persahabatan mereka.

                Suasana taman bunga itu malam ini pun benar-benar menyenangkan dan romantis. Semua terlihat begitu rapi dan cantik. Gabriel mulai menarik tangan Sivia, membawa gadis itu ke meja yang telah ia siapkan.

“ Indah bukan ?” Sivia menjawab pertanyaan Gabriel dengan mengangguk berkali-kali. Gabriel tersenyum melihat tanggapan Sivia.

“ Dulu semua yang ada disini menjadi saksi persahabatan kita, tapi sekarang aku ingin mengikatmu dalam ikatan persahabatan yang jauh lebih dalam. Maukah kamu jadi sahabatku selamanya ? Menemaniku setiap waktunya ? Sahabat hidupku ? Sahabat seumur hidup ?” Gabriel berlutut di depan Sivia, tangannya mengacungkan kalung dengan bandul Siviel.

“ Kalau sahabat selamanya aku tidak tau. Aku masih terlalu muda untuk menikah, tapi aku mau kok kalau jadi pacarmu. Karena aku mencintaimu.”

“ Dasar ! Maksudku juga jadi pacarku.” Gabriel mencubit pipi Sivia dengan gemas.

“ Aku hanya menggoda Gabb..”

“ Tapi percayalah ada takdir, kamu dan aku. Dan itu luar biasa.” Setelah mengatakan hal itu, Gabriel mencium kening Sivia.

*** TAMAT ***


***Holaaaa ngaretnya lama yaa, tapi akasih udah mau baca***
***Dan bagi yang udah baca harap tinggalkan jejak***



_mei_



Tidak ada komentar:

Posting Komentar