Minggu, 04 September 2011

Lihat Lebih Dekat Part 7


Lihat Lebih Dekat Part 7
~ Rasa Itu Semakin Jelas ~


                Alvin kini hanya melamun sambil berbaring di tempat tidurnya. Wajah lembut Gabriel yang sedang menyuapi dan mengelus kepala Sivia masih menari-nari jelas dalam ingatannya. Tadi sore selama adegan-adegan itu bergulir entah kenapa hati Alvin begitu terusik. Ia merasa sangat tak nyaman dan tak suka melihat adegan-adegan yang diperankan oleh Gabriel dan Sivia. Tapi dia siapa ?? Dia bukan siapa-siapanya Alvin. Lelah memkirkan apa yang sempat dialami hatinya tadi, ia pun tertidur.

><><><><><><><><><><>< 

                Mungkin hari ini adalah yang cukup sial bagi Sivia. Seharusnya ia tadi tak usah memaksa masuk sekolah jika ujung-ujungnya hanya upacara dadakan yang jadi agenda hari ini. Hari ini pemilik SMA Swasta Higashi, Bapak Johan Karisma datang berkunjung. Sekolah ingin memberikan penyambutan yang cukup meriah pada sang pemilik sekolah yang sudah lama tak berkunjung kemari. Kondisi Sivia memang belum pulih sepenuhnya tapi aturan memaksanya mengikuti upacara kali ini. Dasar aturan bodoh !!

                Yang lebih buruknya lagi, upacara kali ini ia sama sekali tidak ditemani Gabriel ataupun Ify. Gabriel bertugas sebagai pemimpin upacara, sedang Ify menjadi pembawa acara dalam upacara penyambutan kali ini. Yang ada dipikiran Sivia adalah kenapa upacara penyambutan ini harus dengan berpanas-panas jika mereka punya aula yang begitu besar, tertutup, dan yang pasti TIDAK PANAS.

                Upacara penyambutan baru memasuki babak awal tapi keringat dingin tak hentinya mengucur dari tubuh Sivia. Tubuhnya sudah tak karuan, kepalanya terasa sangat berat, dan dadanya mulai sesak lagi. Sedang di lain tempat Gabriel, Ify, Rio sedari tadi merasa tidak tenang, takut kalau penyakit Sivia akan kambuh lagi.

                Pipi Sivia yang putih pun kini berwarna merah karena sengatan panas matahari. Sebenarnya semua anak-anak kelas Sivia sudah memperhatikan Sivia sejak tadi. Bahkan Shilla yang berdiri di samping Sivia sudah mengajak Sivia mundur ke belakang dan istirahat. Tapi Sivia tetap diam, sebenarnya Sivia juga mau diajak ke belakang, tapi sayang, kakinya terlalu berat untuk di langkahkan, nafasnya pun semakin tak teratur.

                Mereka mulai cemas. Walaupun Sivia itu begitu dingin tapi mereka semua kan juga punya hati, mereka masih peduli. Bagaimana mereka tak kasihan jika melihat Sivia dengan wajahnya yang tadi sempat memerah karena panas berubah menjadi pucat pasi. Nafas Sivia sendiri sudah semakin terasa sesak dan tak teratur. Pertahanannya jebol, dan tubuhnya terhuyung ke depan lalu ke belakang.

                Alvin yang memang berdiri di belakang Sivia segera menangkap tubuh Sivia agar tak jatuh ke tanah. Wajah Alvin benar-benar cemas ketika melihat Sivia sudah tak sadarkan diri di pelukannya. Dengan cepat ia menggendong Sivia dan membawanya ke UKS.

                Dari arah lain, terlihat Sang pemilik sekolah langsung memanggil seorang bodyguardnya. Ia tak peduli dengan pandangan bingung semua murid-murid disana.

“ Cari tau tentang gadis itu.” Perintahnya, matanya tak lepas menatap seorang gadis yang tengah berada dalam gendongan putra pertamanya.

><><><><><><><><>< 

                Entah kenapa hati Rio semakin cemas tak karuan ketika dari jauh ia melihat kasak-kusuk terjadi di kelas sang adik. Memang tak terlalu jelas apa yang sedang terjadi tapi tak dapat dipungkiri perasaannya sungguh tidak enak.

><><><><><><><><>< 

                Pelan Alvin membaringkan tubuh Sivia di salah satu ranjang UKS. Sial baginya karena sang guru piket sedang ijin tak masuk. Segera dilepasnya sepatu Sivia. Sekarang Alvin sedang kelabakan mencari minyak kayu putih untuk menghangatkan tangan dan kaki Sivia yang ketika ia pegang tadi, begitu dingin. Sambil mencari ditengoknya wajah Sivia yang makin pucat pasi.

“ UHHUKK.,UHHUUKKK…” suara itu benar-benar menghentikan aktivitas Alvin. Ia malah berjalan mendekat ke arah ranjang dimana Sivia sudah mulai sadar.

                Suara nafas Sivia benar-benar membuatnya panik. Alvin yang mendengarnya dengan cepat tau bahwa Sivia sedang kesakitan karena bernafas. Asma ?? Itu yang muncul dipikiran Alvin pertama kali. Alvin mulai berjalan kesana-kemari tanpa tentu untuk mencari inhaler. Tapi genggaman tangan Sivia menghentikan pencariannya.

“ Air…” dengan nafas yang tersengal Sivia mengatakan itu. Sedang Alvin dengan cekatan menyambar dan membuka tutup botol air mineral yang disediakan di meja UKS. Lalu Alvin segera memberikannya minum itu pada Sivia.

                Masih dengan sisa tenaganya Sivia merogoh saku roknya. Dikeluarkannya botol putih yang berisi butir-butir obat. Segara Sivia menelan beberapa butir obat sembari meminum airnya. Desah nafasnya sudah mulai menormal lagi. Sivia kini memejamkan matanya erat, tapi ia tidak tidur. Keadaan sama seperti saat Alvin menjenguk Sivia kemarin, bedanya kali ini tanpa elusan Gabriel di kepala Sivia.

“ Kau sudah tak apa ? Sudah enakan ?” entah dorongan apa sampai membuat Alvin menggenggam tangan Sivia dan bertanya dengan nada yang benar-benar lembut.

“ Iya, terima kasih telah menolongku.” Tampaknya Sivia sendiri belum sadar kalau tangannya telah digenggam oleh Alvin. Pikirannya masih fokus untuk menghilangkan rasa nyeri yang cukup lumayan di jantungnya. Rasa sakit itu melebihi rasa sakit yang kemarin. Dan entah kenapa rasa sakit itu tak kunjung hilang.

“ Wajahmu masih begitu pucat, kau benar sudah tak apa.” Perlahan tangan Alvin menyentuh wajah Sivia. Sivia hanya diam tak memberikan jawaban atau respon. Rasa sakit semakin kuat mendera jantungnya. Tangannya yang digenggam Alvin tanpa sadar mencengkram erat tangan Alvin. Alvin tersentak kaget, pandangannya langsung ia kembalikan ke wajah Sivia.

                Mata Sivia masih memejam erat tapi terlihat jelas air mata yang mulai meleleh keluar. Alvin bingung dengan apa yang harus lakukan. Ia sama sekali tak tau dengan apa yang sedang terjadi pada Sivia. Tangannya mulai mengelus kepala Sivia, sama persis dengan apa yang Gabriel lakukan kemarin. Berharap itu manjur untuk menenangkan gadis ini.

“ Kalau sakit cengkram saja tanganku.” Alvin berbisik pelan tepat di telinga Sivia.

“ Sakit..” lirih Sivia, air matanya terus turun tanpa henti. Sementara Alvin, ia tak tau perasaan apa yang mendorongnya untuk menghapus air mata Sivia. Pelan disekanya air mata gadis itu.

“ Jangan nangis yaa, apa yang sakit ?”

“ DEG..” Alvin sadar apa yang barusan ia katakan. Hebat seorang Sivia Imelda Puri bisa membuat Alvin Adhika Karisma menaruh perhatian yang cukup besar bahkan sebuah perhatian yang tak pernah diberikan pada seorang perempuan pun kecuali adik dan mamanya.

“ BRAAKKK..” pintu UKS terbuka dengan kasar sampai membentur dinding, disana terlihat 3 orang yang terburu-buru masuk ke dalam UKS. Alvin melihat siapa yang baru saja masuk , kemudian menghentikan aktivitas mengelus kepala Sivia.

“ Siviaaa…” pekik mereka semua bersamaan, bagaimana tidak terkejut. Mereka melihat Sivia dengan wajah pucatnya apalagi ditambah air matanya yang turun.

                Rio segera berjalan mendekat ke arah ranjang Sivia. Alvin sedikit menyingkir untuk memberikan ruang bagi Rio. Alvin hanya memperhatikan saja apa yang akan dilakukan Rio.

“ Sivia, yang sakit apa, dimana ? Ayo bilang sama kakak.” Suara rio terdengar sedikit bergetar, ia benar-benar cemas dengan kondisi Sivia sekarang.

“ Kak rio, sesak banget kak dan jantung Sivia sakit banget kak.” Sivia membuka matanya perlahan, tangannya ia letakkan di dadanya.

“ Sabar ya sayang, ayo kita ke rumah sakit aja.” Rio mengelus kepala Sivia dan sedikit membujuk sang adik.

Sementara itu beberapa orang terlihat masuk ke dalam UKS. Ify, Gabriel, dan Alvin memandang orang-orang itu sejenak, lalu kembali menfokuskan pandangan mereka pada Sivia.

“ Ayo, vi kita ke rumah sakit. Kakak gak mau lihat kamu sakit.” Jemari rio menghapus air mata Sivia yang sedari tadi telah turun. Zahra, Cakka, dan Shilla hanya tertegun, mereka tak tau apa yang tengah terjadi. Yang mereka lihat adalah Sivia yang sedang menangis. Sementara Sivia hanya menggeleng kuat, menolak ajakan Rio.

“ Via takut…” lirihnya, air mata semakin membanjiri pipinya.

                Tiba-tiba Rio mengangkat  tubuh Sivia. Ia tak peduli dengan penolakan yang Sivia berikan tadi. Sekarang yang ada dalam pikirannya hanyalah agar keadaan Sivia bisa membaik. Tapi tepat saat Rio mengangkat tubuh Sivia, tiba-tiba gadis itu memuntahkan semua isi perutnya. Muntahan Sivia kini tersebar di lantai dan seragam yang Rio kenakan. Zahra segera menutup mata dan hidungnya, iuuhhh gak banget, menjijikkan. Sedang yang lain malah bertambah khawatir melihat Sivia yang seperti itu.

                Rio meletakkan tubuh Sivia kembali ke ranjang. Ify dan Gabriel mulai mendekat ke arah Sivia, sedang Alvin menjauh. Ify mengeluarkan sapu tangannya dan menyeka sisa muntahan dari mulut Sivia. Rio pun keluar dan menuju ke kamar mandi, ia ingin membersihkan bajunya sejenak dan menyiapkan mobil untuk membawa adiknya pergi dari sana.

“ Sivia tadi pagi kamu gak makan yaa, ngaku jangan bohong !!” Gabriel berkata dengan nada yang cukup tegas. Sivia hanya mengangguk pasrah, tubuhnya semakin terasa tidak enak. Gabriel dan Ify hanya mendecak kesal.

“ Udah tau sakit., masih aja ngeyel !!” Ify berkata dengan cukup tegas dan berwibawa.

“ Sakit...” Sivia mulai merintih lagi, dengan cepat Gabriel menggendong tubuh Sivia dan berjalan meninggalkan UKS. Sedang Ify hanya mengekor di belakangnya.

                Sekarang Gabriel dan Alvin saling berhadapan. Gabriel hanya tersenyum simpul, sedang Alvin bergidik ngeri karena baru kali ini ia dihadiahkan senyuman dari seorang cowok. Ia masih normal. Sedang seorang cewek disana merasa melayang karena senyuman manis yang barusan terkembang di bibir Gabriel.

“ Alvin, makasih udah nolong Sivia.” Ify berkata seperti itu sambil tersenyum singkat namun begitu mempesona. Gabriel juga mengangguk tanda setuju dengan ucapan Ify. Tak mau berlama-lama segera Ify menarik Gabriel dari sana, ia tau mungkin rio sudah menunggu mereka di tempat parkir.

                Sementara disana Cakka, Shilla, dan Zahra memandang Alvin dengan tatapan bingung. Yang mereka lihat adalah pandangan Alvin yang tidak mau lepas dari Gabriel yang menggendong Sivia. Entah kenapa pandangan tajam Alvin itu begitu menyayat hati Shilla.

><><><><><><><><><>< 

“ Beneran tadi si Ify senyum..” Kini Cakka, Alvin, Shilla, dan Zahra tengah berada di café favorit mereka. Cakka sendiri masih memikirkan senyum yang tadi sempat di pertontonkan Ify. Senyum yang baru pertama kali ia lihat dari seorang Alyssa Saufika Maharani.

“ Manis banget senyumnya..” gumam Cakka lagi.

“ Makasih kka, aku tau kalau gak bakal ada cowok yang gak suka sama aku. Apalagi dengan senyumku yang mempesona.” Zahra berkata seperti itu dengan pedenya. Yah walau begitu memang tak dapat dipungkiri bahwa Zahra memiliki wajah yang cukup menawan.

“ Narsiisss….”

“ Mereka berdua itu orang aneh kali. Kalau diluar bisa senyum tapi kalau di sekolah dinginnya gak nahan sampai minta dicium.” Alvin berkata seperti itu dengan santainya, sesekali ia meminum jus jeruk yang telah ia pesan.

“ Berdua ???” Cakka, Shilla, dan Zahra tampak bingung, bukankah mereka tadi hanya membicarakan Ify.

“ Iya, si putri es sifatnya sama persis kayak gitu.” Kata Alvin sembari mengambil sesuatu dari tasnya. Zahra, Cakka, dan Shilla mengerutkan kening mereka.

“ Lihat ini..” Alvin mengambil kameranya dan mempertontonkan beberapa hasil jepretannya.

“ Cantik banget..” Pujian tulus meluncur begitu saja dari mulut Cakka, Shilla, dan Zahra.

“ Vin, ini beneran si sivia sang putri es ? Beda banget yaa ?” Zahra hanya dapat menggaruk tengkuknya, sedang Alvin hanya diam. Alvin sendiri masih belum percaya kalau yang ia potret itu adalah Sivia.

                Foto itu menunjukkan wajah seorang gadis yang sedang asyik melukis dengan adiknya tersayang.

“ Ehh., ngomong-ngomong si sivia itu sakit apa sih ?” Zahra sedikit menyenggol lengan Alvin.

“ yee., mana ku tau.” Cakka dan Shilla hanya terkekeh melihat ekspresi Alvin yang cukup lucu dalam menjawab pertanyaan Zahra.

“ idihh., tapi enak yaa jadi sivia..”

“ enak kenapa ??” Shilla memotong ucapan Zahra.

“ enak gitu digendong Gabriel, maauuu doong….” Zahra mulai menunjukkan gaya manjanya.

“ Hahahaha…” mereka malah tertawa bersama.

“ Ngarep…” Cakka, Shilla, dan Zahra sambil menjulurkan lidahnya.

><><><><><><><><><>< 

“ Eh..,ngomong-ngomong kok Alvin motret senyumnya Sivia yaa, kayaknya tadi juga masih ada foto Sivia.” Zahra mulai membuka pembicaraan. Sekarang Zahra, Cakka, dan Shilla sedang ada dalam satu mobil.

“ DEG..” hati Shilla begitu sakit mendengarnya. Benar juga yang diucapkan Zahra. Apa memang Alvin jatuh cinta pada Sivia.

“ Ya..Tuhan jangan sampai..” Shilla membatin pedih karena beberapa fakta yang ia dapat.

“ Mungkin Alvin cuma mau motret Sivia yang lagi senyum aja. Kan memang senyum Sivia manis banget. Jangan pikir yang macem-macem deh.” Cakka berkata dengan bijak, sebenarnya maksud perkataan Cakka tadi agar tak membuat Shilla cemas.

“ Yahh mungkin..” balas Zahra sekenanya. Sementara Cakka masih menatap Shilla yang gelisah ditempatnya.

><><><><><><><><><>< 

                Alvin kini menatap bintang-bintang yang bertaburan indah diatas langit bersama Acha. Mereka berdua duduk berdampingan dan nampak sangat akur. Dalam keheningan yang tercipta, pikiran Alvin kembali melayang ke beberapa kejadian di UKS.

                Perutnya kini seperti dipenuhi kupu-kupu yang tengah berterbangan bahagia. Setiap ia mengingat bagaimana ia menggenggam jemari halus Sivia, bagaimana ia mengusap lembut kepala Sivia, dan bagaimana ia menghapus air mata yang mengalir dari mata Sivia. Dan yang terpenting adalah bagaimana Sivia bisa membuat Alvin dan semua perasaannya melayang hanya gara-gara memikirkan hal itu.

                Ia merasa laki-laki yang ada di UKS tadi itu bukan dirinya, laki-laki itu seperti sisi lain dari dirinya. Sebab dirinya tak pernah berlaku sebaik itu pada perempuan selain pada adik dan mamanya. Tanpa disadari rona merah menjalar di pipinya dan senyum terukir di bibirnya saat ia membayangkan rentetan peristiwa di UKS tadi.

“ Kak Alvin udah gila yaa ??” Acha bertanya dengan nada menggoda. Bagaimana tidak dikatai gila, jika seseorang tiba-tiba tersenyum dan lagi wajahnya memerah.

“ Enak aja dasar…” Kata Alvin sambil merangkul Acha dari samping.

“ Ihh.. kakak bau ihh..” ejek Acha. Alvin malah mendekatkan ketiaknya pada Acha dan…

“ Bukkk….” Alvin terjatuh karena di dorong Acha.

“ Siapa suruh macam-macam sama Acha..” Acha hanya menjulurkan lidahnya.

“ Ehh.., Cha, kakak mau nanya nih.”

“ Nanya apaan kak ??” Acha mulai bersemangat menunggu pertanyaan dari kakaknya.

“ Sivia itu sering sakit yaa ??” Sedikit terkejut Acha mendengarnya, baru kali ini Alvin menayakan orang lain, apalagi perempuan. Acha pun tersenyum menggoda.

“ cieee.., jatuh cinta nih sama kak Via..” Acha mencubit lengan Alvin, sedang Alvin hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia malu dan bingung.

“ udahhh., gak usah ngejek. Jawab aja kenapa sih adikku sayangg..” dengan gemas Alvin mecubit hidung Acha. Oleh Acha segera ditepisnya tangan kakaknya itu lalu memanyunkan bibirnya.

“ Iyaaa.., kakakku sayang. Acha sendiri gak tau banyak soal kak Via, tapi kadang saat ngajar Acha menulis ia sering minum obat-obatan gitu deh.”

“ Ohh.., ya udah sana tidur.” Alvin merangkul Acha masuk ke dalam rumah.

“ Tadi itu obat apa yaa..” Alvin mulai berpikir dalam perjalanannya menuju kamarnya.


**********

***Makasih buat yang udah baca cerita ini***
***Dan saya minta tolong tinggalin jejak, buat penulis yaa**



_mei_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar