Lihat Lebih Dekat Part 11
~ Perasaan Mereka ~
Sivia sedari tadi hanya duduk terdiam sambil komat-kamit tidak jelas menunggu balapan liar itu dimulai. Sedang Alvin yang sedari tadi memperhatikan Sivia hanya terkekeh geli. Entah kenapa gadis itu selalu bisa menarik perhatiannya. Pelan tangan Sivia bergerak menuju dadanya, mengelus pelan, lalu menarik nafas panjang. Ia benar-benar mempersiapkan mental dan jantungnya.
“ Aku siap, dan aku pasti kuat.” tekadnya dalam hati.
“ Lama banget sih. Aku udah pengen pulang nih. Udah sore nanti dicariin kak Rio.” dumel Sivia, walaupun jujur dalam hatinya ia begitu akan terjadi sesuatu pada jantungnya. Ia pun tak ingin Alvin tau tentang penyakitnya.
“ Udah gak sabar ya neng. Oke deh kalau gitu.” Alvin hanya nyengir lebar sambil memandang Sivia, tak lama telapak tangannya menekan klakson mobilnya.
“ TIIIIINNN…”
“ Cepetan atau pertandingan ini batal. Aku ini orang sibuk, gak bisa disuruh nunggu lama-lama.” Alvin mengeluarkan kepalanya dari kaca mobil sambil berteriak keras pada beberapa orang disana. Di arena balap liar sendiri, sudah mulai terdengar teriakan dukungan untuk Alvin dan lawan tandingnya kali ini.
“ Kali ini kamu harus siap kalah, Alvin Adhika Karisma.” Laki-laki yang sepertinya bos dari perkumpulan berandal itu hanya bisa berkata dengan sombongnya. Mungkin terlalu besar mulut.
“ Oke, kalau kamu bisa ngalahin aku. Cewek ini buat kamu.” Alvin menunjuk Sivia yang melotot kaget karena mendegar ucapan Alvin barusan.
“ PLETAAKKKK…”
“ Aduuuhh..” rintih Alvin. Kepalanya mendapat hadiah jitakan spesial dari Sivia karena perkataan yang baru saja dilontarkannya.
“ Oke kalau begitu. Gadis manis abang akan datang buat kamu.” Laki-laki itu hanya dapat tersenyum sembari menggoda Sivia dengan gaya yang cukup centil. Sivia sendiri sudah bergidik ngeri melihat ekspresi laki-laki itu.
“ Kalau kamu kalah. Siap-siap aja buat mati.” kata Sivia dingin, Alvin hanya menatapnya sebentar lalu kembali fokus pada balapan.
“ Aku gak bakal kalah. Kamu pikir aku mau kamu diambil sama dia.” Sivia terdiam mendengar penuturan Alvin barusan. Ia masih mencoba mencerna setiap kata-kata dari Alvin. Dan saat ia ingin bertanya lebih lanjut tentang kejelasan dari perkataan Alvin tadi..
“ Cepat pakai sabuk pengamanmu.” kata Alvin dengan cepat, belum sempat Sivia bertanya lagi, Alvin sudah melajukan mobilnya dengan kecepatan yang benar-benar tinggi.
“ HUAAAAAAA….” Reflek Sivia berteriak keras sambil memegangi dadanya. Tangannya pun bergerak cepat memakai sabuk pengaman.
>
Rio terbangun dari tidurnya. Dilihatnya jam di kamar adiknya. Sudah jam 4 sore, tapi masih belum ada tanda-tanda bahwa Sivia sudah pulang. Perlahan Rio mulai mengumpulkan beberapa nyawanya yang sedang terbang. Setelah yakin semua nyawanya terkumpul, diputuskannya untuk menelepon sahabat Sivia.
“ Halo Ify.”
“ Iya, ada apa kak Rio ?”
“ Apa kamu bersama Sivia ?”
“ Tidak kak , aku sedang menemani ayah di Rumah Sakit tapi bukankah Sivia pulang bersama kakak.” Rio tercekat mendengar penuturan Ify, perasaan khawatir kini mulai memenuhi rongga pikirannya.
“ Apa mungkin dia bersama Gabriel ?” tanya Rio lagi, rasa cemas sudah terbayang dibenaknya.
“ Gak kak, tadi Gab bilang, dia lagi ada urusan. Dan Sivia juga gak bilang apa-apa soal pulang bareng”
“ Apa ?? Lalu kenapa sampai sekarang ia belum pulang ke rumah.” Ify melotot kaget mendengar kalimat Rio barusan.
“ Jadi Sivia belum pulang ? Lalu kenapa kakak gak pulang bareng Sivia tadi ?”
“ Tidak tadi aku ke rumah sakit. Dan aku sudah mengirim pesan pada Sivia agar dia pulang bersamamu atau Gabriel.” Ify tersentak mendengar penuturan Rio.
“ Kalau begitu sudahlah. Aku akan mencarinya. Kamu tenang saja. Nanti aku kabari. Salam buat ayah mertuaku yaa.” Ify hanya tersenyum singkat mendengar ucapan Rio, setidaknya itu bisa membuatnya lebih tenang. Perlahan ia putus sambungan teleponnya dengan Rio.
Tanpa buang waktu, Rio segera turun dari kamar Sivia. Dengan cepat ia berjalan ke arah garasi dan menaiki salah satu mobilnya. Tak lama mobil itu pun melaju di tengah padatnya kota Jakarta.
>
Alvin masih fokus pada jalur balapannya. Ia benar-benar berkonsentrasi, ia pun sama sekali tak memperhatikan wajah Sivia yang mulai memucat. Walau begitu Sivia tetap diam di bangkunya, perlahan tangannya mulai meraba saku roknya dan mengambil air mineral dari tasnya.
Alvin hanya mengerutkan keningnya bingung. Semua yang dilakukan Sivia sekarang terlihat jelas dari sudut matanya. Walau begitu ia tetap berkonsentrasi pada jalanan di depannya. Ia tak ingin kalah. Bukan karena ia takut disebut pecundang tapi ia tak mau Sivia jadi milik laki-laki lawannya.
“ Siv, kamu kenapa ?” Alvin bertanya tanpa menatap Sivia sama sekali, pandangannya masih lurus ke depan. Walau begitu ia dapat melihat Sivia dari sudut matanya.
“ Tidak apa..” lirih Sivia, wajahnya mulai memucat dengan pasti.
>
Rio terus memacu Honda Jazz miliknya menuju ke SMA Swasta Higashi. Setibanya disana dengan terburu-buru ia masuk ke dalam area sekolah. Menelusuri setiap sudut sekolah untuk mencari adik semata wayangnya. Tapi hasilnya NIHIL, ia tak menemukan Sivia dimanapun. Ia mengumpat kesal.
Tak lama Rio pun mulai mencari ke tempat-tempat yang mungkin dikunjungi Sivia. Tapi hasilnya masih tetap sama, ia tak menemukan Sivia dimana-mana. Rasa khawatir pun menyelimuti dirinya.
>
Dengan hebat dan cukup mengerikan Alvin berhasil menyalip mobil lawannya. Mungkin jika Alvin bukan pengemudi mobil yang hebat, yang terjadi hanyalah adegan tabrakan yang benar-benar keras. Sivia sendiri dibuat melotot melihat betapa hebatnya Alvin melewati mobil tadi. Bagaimana tidak ?? Pada saat menyalip tadi jarak sisi mobil Alvin dan mobil sang bos dari gerombolan musuh hanya beberapa centimeter.
“ Alvinnn….” Sivia hanya bisa berteriak sedang Alvin hanya meringis saja.
Dan akhirnya mobil mereka sampai di finish dengan selamat. Lagi-lagi Alvin memperhatikan Sivia yang meminum butir-butir putih dari botol kecil yang ia bawa.
“ Kamu kenapa ? Kamu sakit ?” Sivia hanya terdiam tanpa menyahut.
“ Kamu sakit apa ?” tanya Alvin menyelidik kali ini nadanya agak tegas, Sivia hanya terdiam mencari alasan.
“ Ini cuma vitamin kok.” Bagi Alvin yang dikatakan Sivia barusan adalah kobohongan yang sangat klasik, bahkan anak TK sekarang pun takkan percaya pada kebohongan yang seperti itu.
“ Bohong..” Alvin menatap tajam mata Sivia, Sivia sendiri entah kenapa tak bisa berkutik ketika balik menatap mata Alvin. Mata itu begitu meneduhkan. Beda dengan mata milik Kak Rio ataupun Gabriel.
“ Siapa juga yang bohong.” Sivia mulai sok cuek dan sok dingin lagi. Alvin hanya mendengus sebal dan mencibir gadis dihadapannya sekarang.
“ Sebentar !! Kenapa wajah kamu begitu pucat.” Alvin mengangkat pelan dagu Sivia, jemarinya pun mulai bergerak menelusuri pipi gadis itu.
“ Heii, aku tidak apa-apa. Biasa sajalah !” Sivia menggenggam tangan Alvin yang masih asyik nangkring di pipinya. Alvin semakin menatap Sivia tajam.
“ Kenapa tanganmu begitu basah dan dingin. Kamu sakit apa Sivia ?” Alvin bertanya dengan tegas, Sivia sama sekali tidak menghiraukannya malah sibuk mengelap telapak tangannya menggunakan tisu di mobil Alvin.
“ Putri Es, jawab pertanyaanku.” Perintah Alvin.
“ Alvin Adhika Sipit, it’s not your business.” Alvin mencibir Sivia. Gadis ini terlalu tertutup padanya. Tak lama ia mulai mengalihakan perhatiannya pada laki-laki disana.
“ You are loser….” Alvin mengacungkan ibu jari terbaliknya pada sang bos. Tak lama, Alvin kembali melajukan mobilnya meninggalkan arena balap.
“ Suatu saat aku akan menang. Dan yang aku tau, gadis itu kunci kelemahanmu.” Sang bos lawan hanya tersenyum licik sambil memandang mobil Alvin yang terus menjauh.
“ Tenang saja Alvin, suatu saat kau yang akan menjadi pecundang.”
>
“ Kamu benar-benar tidak apa-apa ?” Sivia pun mengurungkan niatnya untuk keluar dari mobil itu ketika pertanyaan Alvin selesai dilontarkan.
“ Tenanglah. Kalau aku matipun tak ada urusannya denganmu.” balas Sivia dengan dinginnya.
“ Jangan bicara soal mati dihadapanku.” tegas Alvin dingin. Sivia hanya diam, tangannya mulai bergerak membuka mobil Alvin lagi. Sementara Alvin tetap terdiam, pikirannya mulai berjalan-jalan kembali ke masa lalunya.
“ Ternyata balapan itu sangat menyenangkan.” Sivia tersenyum tipis di depan kaca mobil alvin. Sedang Alvin hanya terdiam, rasanya lidahnya kelu melihat senyuman indah itu.
Agak sedikit bingung Alvin menatap Sivia yang berjalan menjauhinya. Kenapa langkah gadis itu menjadi begitu pelan. Apalagi tubuh gadis itu mulai tak berjalan lurus, terlihat keseimbangan gadis itu goyah. Apa yang sebenarnya terjadi ?
>
“ Sivia darimana saja kamu..” Pertanyaan keras itu terucap saat Rio melihat baying seseorang masuk ke dalam Rumah.
“ Sebentar..” perlahan Rio mendekati Sivia dan mengangkat dagu Sivia. Matanya mulai menelusuri wajah adik tersayangnya, tangannya mulai menggenggam tangan adik tersayangnya itu. Sivia sendiri hanya terdiam, tubuhnya tiba-tiba melemas.
“ Wajahmu begitu pucat, tanganmu pun berkeringat dingin. Apa kamu sakit lagi ?” Nada kemarahan yang tadi ia tunjukkan benar-benar menghilang dari setiap perkataan Rio.
“ Sakit ?? Tidak, kakak. Hari ini Sivia sangat senang.” tutur Sivia, senyum manis terlukis jelas di bibirnya. Namun itu semua tak dapat menyembunyikan kelelahan dari gerak tubuhnya dan pucat dari wajahnya.
“ Sivia senang sekali kakak.” Tangan Sivia menepuk dadanya.
“ Sedari tadi jantung Sivia berdetak kencang, bahkan sangat kencang. Seperti mau lepas tapi itu merupakan hal yang menyenangkan. Dan sensasi itu tidak menyakitkan. Walau efeknya…” Sivia tersenyum pelan, pelan tapi pasti tubunnya merosot ke bawah. Dengan sigap Rio menahan tubuh adiknya yang sudah tak bertenaga itu.
Pelan Rio mengangkat tubuh Sivia dan membawanya ke kamarnya.
“ Kakak belum mengerti maksud pembicaraan kamu...” Rio mengusap pelan kepala Sivia. Yang ia perhatikan adalah wajah pucat itu terlihat begitu bahagia.
>
Alvin akan keluar dari mobilnya saat ia melihat dua benda tergeletak manis di bangku yang tadi diduduki oleh Sivia.
“ Apa ini ?” tangan Alvin meraih salah satu dari benda itu. Matanya terbelalak kaget melihat benda itu. Dan entah kenapa hatinya terasa sakit ketika menatap benda itu. Mata Alvin mengerjap berkali-kali untuk memastikan apa yang ia lihat. Disana terpampang jelas sketsa laki-laki yang sekarang dalam status musuhnya. Rasa cemburu pun mulai menguasai pikiran dan hatinya.
“ Chris..” Pelan tangannya menggenggam erat kertas sketsa itu, mungkin lebih tepat disebut mencengkram. Sebentar saja sketsa Chris yang digambar oleh Sivia sudah menjadi begitu lecek.
Semua ini membuat Alvin bingung. Kenapa ia bisa merasa cemburu lagi. Hanya satu orang yang pernah membuatnya cemburu, dan itu cuma Keke. Gadis yang sekarang ini sudah tenang di surga. Tanpa terasa tangannya mengepal semakin kuat. Setiap melihat wajah Chris bayang Keke selalu tergambar jelas dalam pikirannya.
Alvin mulai diam, membiarkan seluruh pikirannya dirasuki oleh bayang Chris, Keke, dan Sivia. Kenapa selalu ada Sivia. Bukankah ia dan Sivia tidak akur. Alvin menggelengkan kepalanya kuat, berusaha menghilangkan bayang manis Sivia. Tangannya pun mengambil satu barang yang tersisa.
“ Botol obat yang diminum Sivia tadi ?” katanya sambil memutar-mutar botol itu. Di dalamnya terlihat masih banyak butir-butir obat yang bentuknya benar-benar sama.
“ Benar, ini bukan vitamin. Aku yakin !” hidungnya mencium aroma dalam botol itu. Darisana jelas sekali terasa perbedaan aroma obat dengan aroma vitamin.
“ Sebenarnya kamu kenapa ?”
“ Dan apa yang sebenarnya membuat aku menjadi begitu peduli padamu.”
“ Sivia, Putri Es..”
>
Laki-laki itu bangun dari tidurnya. Keringat dingin bercucuran dari pelipisnya. Mungkin karena tidur siangnya yang dihiasi oleh mimpi buruk. Pelan tangannya bergerak meraba meja kecil disebelah tempat tidurnya. Diambilnya ponsel yang tergeletak disana.
Senyum miris terlukis jelas di bibirnya. Matanya tak henti dan tak lepas memandang gambar gadis cantik yang menjadi walpaper ponselnya.
“ Keke..” lirihnya.
“ Kenapa sekalipun dimimpi, kamu tak pernah mencintaiku.” tuturnya miris.
“ Apakah kamu tak tau, kalau aku tulus mencintaimu. Bahkan Selamanya, dan takkan terganti.”
“ Alvin, kamu harus betanggung jawab untuk semua ini.”
“ Untuk Keke…”
>
Rio sedari tadi memandang wajah adiknya. Rasa bersalah, rasa kesal, rasa kasihan menyelimuti dirinya. Ia memandang wajah tentram dan pucat milik adik semata wayangnya.
“ Maaf, kakak belum bisa mendapatkan donor jantung untukmu.”
“ Maaf…”
“ Kamu harus bertahan Sivia..”
“ PRAAANGGGGG…” Perkataan Rio terpotong saat dia mendengar suara ribut dari lantai bawah yang semakin menjadi-jadi.
Sudah lebih dari setengah jam ia menahan rasa kesalnya. Sudah lebih dari setengah jam pula dua orang dewasa disana bertengkar. Pelan Rio mulai keluar dan turun menemui kedua orang dewasa disana.
“ Tuan dan Nyonya tenanglah.” kali ini nada Rio sedikit membentak. Laki-laki dewasa itu menatap Rio dengan pandangan sebal dan berjalan mendekat kea rah Rio.
“ PLAAAKKK..” tamparan kerasnya mendarat di pipi Rio. Rio sendiri tak bergeming dari tempatnya, dia hanya meringis sambil memegangi pipinya.
“ Panggil saya ayah, bukan Tuan. Karena aku ayahmu bukan majikanmu.” Bentak laki-laki dewasa itu. Sementara sang perempuan dewasa hanya terdiam, ia sama sekali tak berusaha membela anak laki-lakinya. Ia malah sibuk berkutik dengan panggilan yang baru masuk.
“ Tapi anda tak pernah menunjukkan sikap seorang ayah. Yang anda tunjukkan selama ini pada saya dan adik saya adalah pertengkaran tak bermutu kalian.” Rio beranjak pergi. Ia kembali berjalan menuju kamar Sivia.
“ Mariiooo…”
>
“ Lihat Vi, kakak ditampar.” Rio menggerakkan pelan jemari Sivia ke sudut bibirnya.
“ Jadi jangan pernah kamu tinggalin kakak. Karena kakak tidak bisa hidup tanpamu.” Rio mencium kening Sivia lama sekali. Membayangkan semua penderitaannya dan adiknya selama ini.
>
“ BRAKKK…”
“ CKLEEKKK…”
“ Kak Rioo buka pintunya kaa…” Sivia menggedor-gedor pintu kamarnya yang baru saja di kunci oleh Rio.
“ Kakk Riooo.., Please ngertiin Sivia kaaa…” teriaknya dari dalam kamar.
“ Renungkan apa kesalahanmu !!” Bentakkan keras dari Rio itu membuat Sivia bungkam.
*********
***Makasih buat yang udah baca cerbung ini***
_mei_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar