Minggu, 02 Oktober 2011

Lihat Lebih Dekat Part 10

Lihat Lebih Dekat Part 10
~ Kisah Mereka ~

                Rio berjalan di lorong Rumah Sakit Pelita dengan hati yang diliputi kecemasan. Baru saja dokter yang menangani Sivia menelepon secara mendadak. Setelah menerima telepon itu, dengan segara Rio meninggalkan sekolah yang bahkan belum memulai aktivitas belajar mengajaranya. Nafas Rio sedikit memburu ketika sampai di depan ruangan serba putih ini. Dengan takut dan ragu, ia mengetuk pintu dihadapannya.

“ Silakan masuk.” Setelah terdengar sahutan dari dalam, dengan takut Rio masuk ke dalam ruangan itu.

“ Apa yang terjadi, dok ? Kenapa tiba-tiba menelepon ?” Rio kini sudah dalam posisi duduk di depan meja sang dokter. Sang dokter menatap Rio sejenak dan kemudian menghela nafas berat.

“ Maaf, orang yang sebelumnya sudah siap mendonorkan jantungnya untuk nona Sivia tiba-tiba saja membatalkannya.” Rio tercekat, ia kini hanya menunduk sedih. Rasanya begitu sakit.

                Selalu saja begini, setiap orang yang pada awalnya ingin mendonorkan jantung untuk Sivia selalu saja membatalkannya secara tiba-tiba. Hal inilah yang membuat Sivia tak mau berharap lagi untuk sembuh. Tuhan, apakah tak ada lagi kesempatan untuk Sivia sembuh ?

“Saya capek dok, selalu saja begini. Kali ini alasan apa lagi ?” tanya Rio, matanya terlihat agak sedikit berkaca-kaca.

 “ Ada anggota keluarganya yang lebih membutuhkan jantung itu.” Sang dokter benar-benar merasa iba melihat Rio. Sang dokter begitu mengenal Rio dan perjuangan Rio.

Setiap satu minggu sekali Rio selalu datang ke rumah sakit ini. Selalu menanyakan adakah jantung yang bisa diberikan pada adik tercintanya. Rio menyimpan semua kesedihannya ini sendiri, Sivia bahkan tidak tau menahu soal ini. Karena sudah sejak lama Sivia tak berharap lagi mendapat donor jantung. Ia terlalu sering kecewa.

Apalagi kedua orang tua mereka, yang ada dipikiran kedua orang dewasa itu hanya kerja, cari uang, dan bertengkar. Mereka bahkan tak tau kalau Sivia sedang menderita penyakit yang serius. Mungkin terdengar sangat klasik kalau kedua orang tua mereka tak tau penyakit Sivia. But it’s the fact. Tapi Rio tak mau berhenti, ia akan melakukan yang terbaik untuk adiknya.

“ Kalau begitu terima kasih, dok. Dan kalau ada perkembangan lagi mengenai donor jantung segera hubungi saya.”

“ Nak Rio, sebenarnya di Singapura sudah ada donor jantung.” Rio menatap dokter itu, tak lama ia menggeleng lemah.

“ Andai saya bisa mengajaknya kesana.” Rio menghela nafasnya berat.

“ Ia masih tak mau berpisah dengan sahabatnya dan yang lebih ia tak ingin orang tua kami tau tentang penyakitnya.” Dengan langkah gontai Rio berjalan keluar dari ruangan sang dokter, sang dokter sendiri hanya dapat menatapnya nanar.

“ Kakak gak akan pernah nyerah buat cari donor jantung buatkamu.” tekad Rio yang begitu kuat.

><><><><><><><><>< 

“ Hei, kamu udah lihat foto tadi ?”

“ Udah., ihh gak percaya deh, masak si Putri Es bisa senyum kaya gitu.”

“ Iyatuh, mungkin foto itu cuma hasil rekayasa.”

“ Emang sih dia cantik, tapi kan mukanya itu udah kaku. Dingin kayak es.”

“ Iya, tapi yang ngedit foto itu pinter banget ya. Bisa kayak asli.”

“ Tapi gak tau kenapa foto itu kaya asli, mana cantik banget dia.”

                Sivia menutup telinganya rapat. Komentar-komentar itu benar-benar mengganggunya. Alvin benar-benar menghancurkan imej yang selama ini telah dibangunnya susah payah. Sebenarnya Ify dan Gabriel ingin memarahi semua anak yang membicarakan Sivia. Tapi hal itu hanya akan terjadi andai saja saat ini bukan jam perjalanan.

“ BRAAKKK…” Semua mata kini mengarah ke laki-laki itu. Laki-laki itu berdiri tegap setelah menggebrak meja.

“ Kalian semua, stop bicarain Sivia, panas tau ngedengernya. Gak ada gitu topik lain.” Chris kembali duduk, semua yang ada disana tercengang bahkan Alvin pun melongo melihat kelakuan Chris. Kenapa Chris mau membela Sivia ?

“ Ada apa ini ?” Kali ini guru mapel Fisika yang terkenal killer ini balik bertanya. Ia menatap tajam satu-persatu murid di kelasnya. Semua murid pun dengan serempak menunjuk Chris dan Sivia. Mereka tak mau menjadi sasaran kemarahan Bu Cici.

“ Chris, Sivia jelaskan apa yang sedang terjadi ? Apakah kalian main-main saat jam pelajaran saya ? Kalian tau apa hukuman untuk kalian ?” Tatapan tajam Bu Cici benar-benar membuat Chris dan Sivia bungkam.

“ Saya….” Belum sempat Sivia mengajukan pembelaan, kata-katanya telah dipotong oleh Bu Cici.

“ Kalian berdua, keluar sekarang ! Tanpa ada protes !” Tangan Bu Cici telah menunjuk tepat ke pintu kelas. Dengan kesal dan sedikit menggerutu Sivia keluar  kelas mengikuti perintah Bu Cici. Yah, Sivia tau kalau dirinya pasti tidak sanggup melawan perkataan Bu Cici. Sedang Chris hanya tersenyum senang.

“ First step, Done !!” Chris hanya tersenyum sinis, sebelum keluar kelas ia sempat melihat tatapan mata tidak suka dari Alvin.

“ Kok aku jadi gelisah kayak gini ya..” batin Alvin sambil memandang Chris yang berjalan di belakang Sivia.

><><><><><><><><><>< 

“ Sorry, gara-gara aku, kita jadi dikeluarkan dari kelas.” sesal Chris .

“ Wajahmu tak menunjukkan kalau kamu sedang menyesal.” Sivia memandang wajah Chris sejenak lalu berjalan meninggalkan Chris yang masih berdiam di tempatnya.

“ Gadis yang unik dan menarik.” Chris berbalik ke arah lapangan basket, sebentar saja matanya langsung berbinar, ia melihat bola basket tergeletak manis di tengah lapangan. Segera ia berlari dan mengambil bola basket itu.

><><><><><><><><><>< 

                Entah kenapa Sivia tak bisa berhenti menggambar sketsa laki-laki yang sedang asyik bermain basket disana. Saat ini di matanya laki-laki itu terlihat sangat berbeda. Ia terlihat lebih ramah dan ceria. Sivia mulai mengganti fokus matanya saat ia merasakan tepukan pelan di bahunya, seiring itu dengan segera ia menyembunyikan sketsa yang ia buat tadi.

“ Nanti aku pinjamin catatanku deh. Jadi gak usah khawatir ketinggalan pelajaran.” Ify langsung duduk disebelah Sivia. Sivia hanya tersenyum singkat sambil memandang sahabat tersayangnya itu.

“ Ehh, tadi pagi aku lihat lho.” Sivia mengangkat kedua alisnya bersamaan. Ia mulai menggoda Ify.

“ Lihat apaan ??” tanya Ify bingung.

“ Lihat kamu yang asyik berduaan sama kak Rio. Mana ada adegan cium pipi lagi.” Sivia hanya nyengir lebar, sesekali ia menepuk pipinya, sementara Ify hanya menutupi wajahnya yang malu.

“ Ahhh, apaan sih siv. Malu kan..” Ify mencoba mencubit pelan lengan Sivia. Sivia sendiri terus menghindari cubitan Sivia.

“ Halo nona-nona cantik ! Gembira amat nih, pasti lagi bicarain aku yaa.” narsis Gabriel yang baru saja datang. Sivia dan Ify menatap Gabriel dan kemudian tertawa keras.

“ Hahahaha, narsis kamu, Gab.” Ify dan Sivia bersama-sama menjulurka lidahnya pada Gabriel. Gabriel sendiri hanya melengos sebal.

“ Kalah lagi deh. Mentang-mentang aku cowok sendiri, kompak gitu kalian berdua. Tau deh yang namanya emansipasi.” Gabriel hanya manyun dan langsung duduk disebelah Sivia. Sementara Sivia dan Ify menatap Gabriel lucu.

“ Ini..” Gabriel mengulurkan dua jus jambu pada Sivia dan Ify. Dengan senang Sivia dan Ify mengambil jus jambu itu.

“ Enak yaa kalian, tinggal suruh udah dapat jus. Mana gratis lagi.” sindir Gabriel, Ify dan Sivia kembali cekikikan lagi.

“ Yaa, enak doonggg..”

“ Jelek ah..” balas Gabriel singkat. Kini mereka bertiga pun asyik bercengkrama. Membicarakan semua yang ada dalam hati mereka.

“ Gab hari ini kamu ada acara ??” tanya Sivia.

“ Ada..”

“ Kalau kamu Fy ??” tanya Sivia lagi.

“ Aku harus ngantar papa ke RS nih.” Ify hanya terunduk sedih.

“ Maaf, jangan sedih ya Ify sayaaangg..” Sivia mencubit pipi Ify pelan, ia ingin memberikan kekuatan pada sahabatnya itu.

“ Makasih Sivia sayang..” balas Ify sambil mencubit pipi Sivia balik.

“ Ehh, kenapa kok tiba-tiba tanya kaya gitu ??” Gabriel berusaha mengalihkan topik pembicaraan.

“ Gak papa kok. Cuma mau tau aja.” balas Sivia singkat.

><><><><><><><><><>< 

                Gadis itu terus menyeka keringat yang mengucur deras dari pelipisnya. Sudah hampir 1 jam ia berdiri di gerbang sekolah untuk menunggu sebuah taksi lewat. Keringatnya semakin bertambah banyak karena matahari yang sedang senang-sengangnya bersinar.

                Tadi kakaknya mengSMS dirinya bilang tidak bisa pulang bersama. Sebenarnya ia ingin pulang bersama sahabatnya tapi kedua sahabatnya sedang ada urusan. Ia tidak ingin mengganggu mereka  sama sekali. Alhasil dia harus rela berpanas-panasan untuk menunggu taksi.

“ Tau gini aku naik mobil sendiri.” gerutunya pelan.

“ Hei, kau kenal dengan Alvin Adhika Karisma ?” Seorang siswa laki-laki sebaya dirinya namun dengan seragam sekolah yang berbeda mendekati gadis itu, Sivia.

“ Gak kenal..”

“ Kau benar-benar tidak mengenalnya ? Jangan bohong ! Setauku dia sangat terkenal di sekolah ini. Bahkan dia anak pemilik sekolah ini.” Laki-laki agak sedikit membentak, Sivia sendiri yang terkejut mundur beberapa langkah. Matanya mulai menyapu lingkungan sekolah, sudah sangat sepi.

“ Aku bilang gak ya gak.” Sivia melengos sebal, kenapa sih ia harus berurusan dengan orang seperti ini.

“ Kalau begitu sudahlah.Ngomong-ngomong kamu cantik juga ya. Apa kamu mau pergi bersamaku.” Laki-laki itu mencoba memegang tangan Sivia tapi dengan cepat Sivia menepis tangannya dan  menjauhkan dirinya.

“ Gak usah pegang-pegang.” katanya dingin.

“ Sok dingin banget sih..” laki-laki itu mencoba mendekati Sivia lagi, Sivia sendiri terus berjalan mundur sampai tubuhnya menempel ke pagar sekolah.

“ Ini pak satpamnya kemana lagi.” batin Sivia, matanya tak henti menatap pos satpam yang sedang kosong.

“ Sudah kubilang ikutlah saja denganku. Aku tidak mengigit kok.” Laki-laki itu mencoba mendekati Sivia lagi.

“ BRAAAKKK..” Laki-laki itu jatuh tersungkur. Baru saja mobil Alvin menabrak tubuhnya. Sivia sendiri yang melihat itu hanya membelalakkan matanya terkejut. Laki-laki itu masih terduduk sambil meringis kesakitan, untunglah mobil Alvin tidak dalam kecepatan tinggi saat menabraknya.

                Pelan, Alvin keluar dari mobilnya dan menghampiri laki-laki itu. Ia menatap laki-laki itu dengan tatapan mata yang sangat sinis dan tidak suka. Entah kenapa ia tidak suka melihat laki-laki itu menggoda Sivia.

“ Ada apa Tian ? Apa bosmu belum juga lelah mengirim tantangan untukku ? Atau kamu mau cari mati sama aku ?” Alvin bertanya dengan nada sinisnya dan wajah yang sangat dingin.

“ Hahaha, sekarang bosku mengajakmu balap mobil di arena biasa.” Tian balik berkata sinis.

“ Kamu pasti tidak akan bisa menang.”

“ Dan apa kamu tidak pernah diajari sopan santun ?” lanjutnya lagi, Alvin hanya tersenyum kecut mendengar pertanyaan itu.

“ Sopan santunku tidak akan pernah kutunjukkan pada orang sepertimu.” balas Alvin sinis.

“ Cepat kamu datang kalau tidak mau disebut BANCI.” Tian sudah naik ke jok motornya dan segera melajukan motor itu.

Sivia sendiri masih mematung menatap adegan barusan. Alvin berjalan mendekati Sivia pelan.

“ Halo putri es ! Sedang apa kamu disini sendirian ? Apa ketiga bodyguardmu tidak ada yang mengantarmu pulang ?” Alvin tersenyum sinis sambil memandang Sivia.

“ ADUUHH..” Alvin menjerit kesakitan karena Sivia menginjak kakinya.

“ Makan tuh bodyguard. Mereka itu sahabat dan kakakku, STUPID !” Sivia memandang jalalan, segera ia berlari saat melihat taksi yang lewat di jalanan.

“ Taksi..” Taksi itu berhenti tepat didepan Sivia. Tapi saat Sivia mau masuk ke dalam taksi.

“ Gak jadi pak !” Alvin menutup pintu taksi dengan cepat dan membawa Sivia masuk ke dalam mobilnya.

“ Apa-apaan sih.” Sivia hanya merengut masam dan berusaha memberontak. Kini mobil Alvin telah melaju di jalanan kota Jakarta.

“ Kita itu musuh, dasar sipit.”

“ Sesama sipit dilarang saling mengejek. Kamu harus tau rasanya deg-degan setengah mati.” Alvin hanya tersenyum licik, sedang  Sivia mulai gelisah. Pelan tangannya bergerak memegang jantungnya.

“ Tapi…”

“ Diam saja kamu ! Apa kamu takut pada tantanganku ? Dasar Pengecut !” Merasa tidak terima, Sivia hanya memandang Alvin tajam.

“ Siapa takut !!” Alvin sendiri hanya tersenyum puas, sementara Sivia merutukit kata-katanya barusan.

><><><><><><><><>< 

                Rio terduduk lemas di sofa rumahnya. Sudah 5 rumah sakit besar ia kelilingi tapi hasilnya nihil. Rumahnya pun masih begitu sepi, seperti biasanya.

“ Bibi..” panggil Rio. Seorang wanita paruh baya berjalan tergopoh-gopoh ke arah sang majikannya.

“ Ada apa den Rio ?” tanya wanita itu.

“ Sivia sudah pulang ?” tanya Rio sambil memandang foto Sivia yang terpajang besar di ruang tamu.

“ Belum den, mungkin masih main sama neng Ify dan den Gabriel.”

“ Ya sudah kalau begitu Bi. Terima kasih.” Sang bibi hanya mengangguk dan kembali ke belakang. Rio hanya menghela nafas panjang, perlahan ia berjalan masuk ke kamar Sivia. Pelan ia merebahkan tubuhnya di tempat tidur Sivia.

“ Kakak akan selalu cari yang terbaik buat kamu.” Rio mulai menutup matanya dan tidur.

“ Selalu..”

><><><><><><><><><>< 

“ Bagaimana kondisi ayah saya dok ?” seorang gadis cantik kini sedang berbincang dengan salah seorang dokter.

“ Kondisinya saat ini jauh lebih baik daripada saat ia pertama dibawa kemari.” Gadis itu hanya tersenyum lega.

“ Apakah ibumu tidak bisa datang kemari, Ify ?” tanya sang dokter.

“ Dia terlalu sibuk untuk mengurusi urusan seperti ini. Sudah cukup dengan saya saja.” Ify tersenyum kecut, perasaan sedih kini memenuhi rongga hatinya.

“ Baiklah ini resep obatnya. Jangan sampai beliau terlambat minum obat.” Ify hanya mengangguk mengerti, ia berjalan keluar dari ruangan sang dokter.

Setelah menebus obat, ia masuk ke kamar ayahnya. Terlihat disana seorang laki-laki dewasa tengah terbaring lemah.

“ Apakah ayah sudah merasa enakan ?” tanya Ify pelan. Laki-laki itu hanya tersenyum dan mengangguk.

“ Kamu tenanglah. Ayah itu kuat.” Sang ayah mencoba tersenyum, Ify juga ikut tersenyum.

“ Ify benci sama ibu.”

“ Ibu gak pernah peduli sama ayah. Ibu selalu jahat sama ayah.” Ify segera menyeka air matanya yang mulai turun.

“ Jangan bilang begitu. Jika ibu tak peduli pada ayah mana mungkin ia mau membanting tulang untuk pengobatan ayah.”

“ Tapi ibu selalu menunjukkan sikap buruknya pada ayah. Bahkan kadang ia membentak ayah, tak mau bicara sama ayah, tak mau menatap mata ayah.” Ify semakin sesenggukan, sang ayah hanya terdiam. Beliau sendiri tak tau kenapa istri yang begitu ia cintai tengah berubah.

><><><><><><><><>< 

“ Selamat siang mama sayang.” Gabriel tersenyum senang, ia meletakkan seikat bunga mawar merah kesukaan ibunya di dekat nisan ibunya.

“ Mama, hari ini Gab ditolak Sivia lagi. Mungkin bagi Sivia Gabriel gak lebih dari sekedar sahabat.” Gabriel mengelus pelan nisan ibunya.

“ Oh, iya. Gab juga minta maaf, sudah lama Gab gak ngunjungi makam mama.”

“ Tapi Gab tetap sayang sama mama kok. Cinta Gab buat mama itu besar banget.”

“ Gab pamit dulu ya, ma.” Gabriel mulai keluar dari pemakaman sang Ibu, ia berhenti sebentar lalu menyeka air mata yang entah sejak kapan sudah turun.

><><><><><><><><>< 

“ Mungkin emang udah gak ada lagi ruang di hati Alvin untukku.” Shilla hanya tersenyum masam, disebelahnya terlihat Cakka yang sedikit gelisah.

“ Kok tumben berdua aja, Alvin kemana ?” tanya Zahra yang baru saja datang.

“ Gak tau.” Mereka semua terdiam sejenak.

“ Eh, ada hubungan apasih antara Alvin sama si Sivia itu ?” Zahra memulai membuka pembicaraan diantara mereka. Shilla mendelik tajam ke arah Zahra.

“ Ngelihatinnya gak usah gitu banget kali Shil. Aku tau kok kalau kamu suka sama Alvin.” Shilla tersentak mendengar penuturan Zahra. Cakka sendiri masih terdiam.

“ Kok kamu bisa tau ? Aku kan gak pernah cerita sama siapapun kecuali Cakka. Dan gak mungkin Cakka yang ngebocorin ini semua.” Shilla mencoba tenang dan menatap Cakka tajam. Cakka hanya mengangkat bahu dan menggeleng.

“ Kelihatan kali dari semua sikap kamu. Aku kan bukan cewek yang buta soal hal begituan. Tapi aku yakin kok, Alvin pasti gak tau. Dia kan sama sekali gak peka sama perasaannya sendiri.” tutur Zahra, ingatannya mulai berselancar ke beberapa tahun yang lalu.

“ Dan aku tau kalau kamu suka sama Shilla.” Zahra berbisik tepat di telinga Cakka saat Shilla sedang tidak memperhatikan mereka. Cakka yang kaget hanya melotot tak percaya.

><><><><><><><><><>< 

“ Selamat siang keke.” Chris berbicara pada foto seorang gadis di salah satu figura kamarnya.

“ Aku sudah memulai rencanaku. Rencanaku untukmu.”

“ Aku ingin menghancurkan Alvin Adhika Karisma, UNTUKMU.”

                Tak lama Chris sudah terbawa ke alam mimpinya. Saat tertidur ia terlihat begitu manis dan tenang.  Chris itu sebenarnya anak yang sangat baik tapi karena suatu masalah dengan Alvin. Ia berubah drastis. Mulai dari penampilan sampai semua sikapnya.

“ Alvin…” lirihnya dalam mimpi.

*********


_mei_




Tidak ada komentar:

Posting Komentar