Jumat, 24 Februari 2012

Destiny, You and Me Part 6 ( Hujan dan Cinta )


Destiny, You and Me Part 6
~ Hujan dan Cinta ~

“ Baiklah kelompok 10 terdiri dari Alvin Jonathan, Ashilla Zahrantiara, Cakka Kawekas, Nur Wahid Hidayat, Oik Cahya, Sivia Azizah.” Semua orang yang baru saja disebutkan dalam kelompok itu langsung membelalakkan mata mereka.

“ Sekarang semua anggota kelompok berkumpul jadi satu dan segera tentukan ketua kelompoknya. Satu lagi tidak ada pertukaran anggota kelompok.” kata sang pemandu tegas ketika melihat banyak anak yang mengangkat tangan mereka dan berwajah tidak senang.

“ Kenapa harus sekelompok sama kamu !” kata Alvin tiba-tiba. Cakka yang sedari tadi berbincang dengan Sivia pun memelototi Alvin.

“ Idihhh.. kamu pikir aku mau satu kelompok sama kamu. Gak banget !” balas Cakka.

“ Dasar Jelek.” ejek Alvin.

“ Mata kamu burem ya ? Orang cakep gini dibiliang jelek. Dasar cowok merem !” balas Cakka.

“ Jelek !”

“ Merem !”

“ Jelek !”

“ Merem !”

“ Diam kalian berdua !” tegur Dayat yang sedari tadi hanya diam.

“ Ini siapa yang bakal jadi ketua kelompoknya ?” tanya Dayat.

“ Aku..” kata Alvin dan Cakka bersamaan. Mereka pun saling berpandangan.

“ Aku aja..” kata mereka berdua lagi.

“ Jangan kalian berdua  ! Dayat aja.” kata Shilla, Oik, dan Sivia bersamaan.

                Sivia, Oik, dan Shilla pun saling berpandangan. Sivia pun melemparkan senyumnya pada Shilla dan Oik. Tapi sayang Shilla malah membuang muka sedang Oik hanya menundukkan kepalanya.

Sivia sendiri hanya menghela nafas, ia sedikit tau kenapa orang-orang itu bersikap begitu padanya. Ia banyak mendengar kisah-kisah BLINK dari Ify dan Pricilla.

                Dayat tersenyum puas dan segera menemui pemandu untuk acara jalan-jalan di hutan dan mengambil peta rute hutan yang akan mereka masuki dan mendengarkan petunjuk dari sang pemandu.

“ Eh, Via tambah cantik aja.” gombal Alvin, Sivia sendiri hanya tersenyum singkat.

“ Apa deh Vin. Gak berubah kamu, masih aja suka gombal. Padahal tampang cool gitu.” balas Sivia.

“ Udah deh Via, jangan di dengerin. Sini sama aku aja.” dengan cepat Cakka segera merangkul bahu Sivia agar lebih dekat padanya.

“ Apasih ? Dasar Cicak.” Kini giliran Alvin yang menarik tangan Sivia menjauh dari Cakka.

“ Kangen Vi sama kamu..” dengan gemasnya Alvin mencubit hidung Sivia.

“ Alvinnn.. sakitt..” Sivia mencoba menjauhkan tangan Alvin dari hidung.

“ Plaaakkk…” dengan kasar Cakka memukul tangan Alvin yang berada di hidung Sivia.

“ Gak apa-apa kan vi ?” tanya Cakka, Sivia hanya mengangguk. Sebentar Cakka memperhatikan wajah Sivia.

“ Kamu gak pa-pa ? Wajah kamu kelihatan pucat ?” tangan Cakka kini memegang lembut pipi Sivia, hal itu membuat Oik memalingkan wajahnya. Shilla sendiri menatap Sivia dengan pandangan kesal.

  Gak pa-pa kok. Tenang aja.” Sivia menurunkan tangan Cakka dan segera memalingkan wajahnya.

“ Heii.. Ayo jalan !” ajak Dayat yang baru saja datang.

><><><><><><>< 

                Mereka berenam telah berkeliling ke sekitar hutan, tapi masih kurang 2 bendera lagi agar kelompok mereka bisa menang.

“ Istirahat bentar yuk.” ajak Oik. Cakka, Dayat, dan Alvin yang sedari tadi bersemangat berjalan pun mulai mengalihkan perhatian pada ketiga gadis yang kini terduduk lemas di atas tanah.

“ Ya udah istirahat bentar.” kata Dayat.

“ Vi, kamu kenapa ?” tanya Cakka saat melihat Sivia yang sedari tadi memegangi pergelangan kakinya.

“ Gak pa-pa kok.” Sivia hanya menggelengkan kepalanya tanpa menghadap ke depan.

“ Carmuk lagi dehhh !” kata Shilla pelan saat melihat para laki-laki berkumpul di sekeliling Sivia.

“ Mungkin sakit beneran Shil. Lihat dia udah meringis gitu.” kata Oik pelan, dia pun ikut berjalan ke tempat Sivia duduk.

“ Kamu mau posisi kamu diambil dia.” kata shilla tegas, Oik pun langsung terpaku di tempatnya.

“ Aku dengar kemarin manajemen manggil dia. Aku gak mau jauh sama kamu, Ik.” tutur Shilla.

“ Mungkin bukan cuma posisi aku tapi cowok yang aku sukai juga.” lirih Oik setelah melihat ke arah Sivia dan yang lainnya, Shilla hanya menggeleng.

“ Dia takkan mendapat apa-apa.” Tangan Shilla merangkul perlahan bahu Oik, mencoba memberikan kekuatan pada sahabat dekatnya ini.

                Sementara disana, Cakka perlahan-lahan membuka sepatu Sivia. Ia tidak ingin menyakiti kaki Sivia yang memang sudah sakit. Sivia sendiri terus menunduk, tidak mau memperlihatkan wajahnya sedikit pun.

“ Ya ampun, ini udah parah Via. Lihat bengkaknya udah sampai biru gini. Kenapa kamu gak bilang ? Ini karena jatuh di sungai tadi ?” tanya Cakka bertubi-tubi. Sivia sendiri tetap diam.

“ Emang gak sakit Vi ?” tanya Alvin sambil menyentuh kaki Sivia.

“ Aaaaaaa…. Sakit.” jerit Sivia saat tangan Alvin menyentuh kakinya, dengan cepat Cakka menyingkirkan tangan Alvin.

“ Dasar bodoh.” omel Cakka.

“ Maf.. maaf.. maaf.” sesal Alvin.

“ Kenapa kamu dari tadi terus menunduk ?” tanya Dayat yang sedari tadi diam saja. Pelan tangan Dayat pun mengangkat dagu Sivia.

“ Ya ampun Vi, kamu pucat banget.” panik Dayat.

“ Aku gak papa kok.” kata Sivia sambil menepis pelan tangan dayat.

“ Kalian ada yang bawa perban ?” tanya Dayat, semua hanya menggeleng.

“ Kalau handuk dan gunting ada yang bawa ?” tanya Dayat lagi, buru-buru Alvin dan Cakka menggeledah tas mereka. Sementara Oik dan Shilla hanya diam toh mereka tak membawa semua yang dicari Dayat.

“ Aku handuk..”

“ Aku gunting..”

                Cakka dan Alvin saling berpandangan sejenak ketika mereka tau kalau mereka sama-sama menyodorkan barang yang dicari Dayat.

“ aku duluan..” kata Cakka.

“ aku duluan bodoh..” keras Alvin.

“ aku..”

“ aku..”

“ Kalian berdua berisik ! Sini !” Dengan kasar Dayat segera mengambil handuk dan gunting dari tangan Cakka dan Alvin.

                Dengan telaten Dayat memotong handuk itu. Yang lain hanya menatap Dayat tak mengerti, apa Dayat mau main-main dalam kondisi Sivia yang seperti sekarang ? Entahlah !

                Akhirnya Dayat pun berhenti memotong handuk itu. Kini semua mulai mengerti ketika Dayat membalutkan potongan handuk itu dengan rapi ke kaki Sivia. Dayat sengaja memotong handuk itu menjadi lembaran panjang yang ia buat seperti perban.

“ Terima kasih Day.” ucap Sivia sembari tersenyum.

“ Ucapan buat aku mana ?” Cakka dan Alvin saling berpandangan tidak suka. Mereka mengucapkan hal yang sama dalam waktu bersamaan.

“ aku kan yang bawa handuk..” kata Cakka pada Alvin.

“ Aku bawa gunting..” kata Alvin pada Cakka.

“ Lebih guna aku !” kata mereka berdua bersamaan.

 “ Udahh, kalian berdua berjasa dan saling melengkapi. Makasih banyak yaaa..” Cakka dan Alvin saling berpandangan malu mendengar ucapan Sivia serta senyum Sivia.

“ Jangan senang dulu, rasa sakit di kakimu itu hanya akan hilang sebentar. Jadi mari kita balik ke tenda saja. Mengobati kakimu jauh lebih penting.” kata Dayat, Cakka dan Alvin mengangguk setuju.

“ Ehh, tapi kita tinggal sedikit lagi.” cegah Shilla sementara Oik mengangguk setuju.

“ Tapi kasihan Sivia.” kata Cakka.

“ Ehh, aku gak pa-pa kok. Kalian cari saja dan aku menunggu disini.”

“ Kalau gitu aku temenin.” Alvin langsung mengambil posisi di sebelah Sivia.

“ Gak usah, kalau kalian selesai mengambil semua bendera, kembali kesini. Aku menunggu disini.” Sivia mendorong pelan tubuh Alvin yang duduk disampingnya. Kemudian dipandangnya teman-temannya secara bergantian sambil tersenyum dan mengangguk.

><><><><><><><>< 

“ Sial !! Kenapa aku bisa kepisah sama kelompok aku.” gerutu seorang cowok.

“ Ify…”

“ Kanya..”

“ Chris..”

“ Prissy…”

“ Sion…”

                Laki-laki itu terus berjalan mencari teman-temannya, sampai ia merasakan titik-titik hujan yang mulai menjatuhi tubuhnya.

“ Aduhh.. mana hujan lagi.” keluhnya. Mata laki-laki itu segera berputar dan mencari tempat berteduh sebelum hujannya benar-benar bertambah deras.

“ Ahh.. itu disana.” Laki-laki itu segera berjalan ke arah gubuk kecil sebelum hujan bertambah lebat.

><><><><><><>< 

“ Aduhh hujan..” keluh Sivia.

 Sekarang Sivia masih berada di bawah pohon tempat ia beristirahat tadi. Perlahan Sivia berdiri dengan berpegangan pada pohon dibelakangnya.

“ Sakit..” lirihnya.

                Hujan pun kini bertambah lebat. Sivia tetap berjalan perlahan, kedinginan pasti ! Tapi mau bagaimana lagi untuk berjalan saja kakinya terasa sangat sakit apalagi untuk berlari. Sivia sedikit menambah kecepatannya ketika melihat ada gubuk kecil disana.

><><><><><><>< 

                Laki-laki yang sedari tadi berteduh sambil menatap titik hujan pun kini mengalihkan pandangan pada seorang gadis yang berjalan ke arahnya. Dan tepat di hadapannya gadis itu terhuyung lemas, tak tinggal diam laki-laki itu segera menahan tubuh gadis itu agar tidak jatuh ke atas tanah.

“ Sivia, kamu kenapa ? Kenapa bisa basah kuyub seperti ini ?” tanya laki-laki itu.

“ Gabriel…” lirih Sivia. Tanpa banyak bertanya lagi Gabriel membantu Sivia untuk naik ke atas gubuk kecil itu.

                Gabriel memandang Sivia dari atas sampai bawah. Badan Sivia benar-benar kuyub oleh hujan. Terlihat Sivia yang menggigil kedinginan dan meringis kesakitan. Gabriel pun segera merangkak mendekat ke arah Sivia.

“ Keadaanmu sangat buruk. Kamu begitu pucat dan ini, kakimu kenapa ?” tanya Gabriel.

“ Terkilir..” jawab Sivia singkat. Kedua tangannya terus ia gosokkan untuk mencari kehangatan.

“ Lepas jaketmu.” suruh Gabriel. Sementara Sivia sendiri memandang Gabriel tak mengerti.

“ Udah lepas aja.” Sivia pun akhirnya menuruti perintah Gabriel, walau ia tak tau maksud Gabriel.

“ Untung baju kamu gak basah.” kata Gabriel saat melihat jaket Sivia sudah terlepas. Sivia masih terdiam bingung, tapi ia segera tau saat Gabriel melepas jaket yang ia pakai dan mengenakannya pada tubuhnya yang kedinginan.

“ Aku gak terlalu kedinginan. Buat kamu aja.” Gabriel hanya tersenyum, Sivia sendiri tidak membantah karena sekarang ia benar-benar kedinginan.

“ Aroma tubuh Gabriel. Lembut !!” batinnya saat menghirup dalam aroma jaket yang ia kenakan.

                Gabriel dan Sivia banyak bercerita sembari menunggu hujan reda. Dan kini hujan sudah reda.

“ Balik ke penginapan yuk.” ajak Gabriel pada Sivia. Sivia tetap terdiam, kakinya terasa semakin ngilu.

“ Aku disini dulu. Kakiku sakit sekali.”

“ Tapi semakin lama kamu disini, udara dingin akan semakin menyapamu.” Sivia hanya tersenyum.

“ Aku tau, tapi untuk menggerakkan kakiku pun aku gak bisa Gab. Kamu duluan aja.” tutur Sivia sambil memandangi lilitan handuk di kakinya.

                Tanpa diduga Gabriel berjongkok dihadapan Sivia.

“ Naik ! Aku akan menggendongmu sampai ke penginapan. Dan aku tidak menerima penolakan.” ucap Gabriel tegas. Sivia pun pasrah, Gabriel memang tipe keras kepala, seperti dirinya. Ia pun segera naik ke punggung Gabriel.

“ Mari pulang !!” teriak Gabriel semangat.

“ Dasar bocah..” ledek Sivia sambil membenarkan letak tangannya yang kini melingkar di leher Gabriel.

“ Tapi terima kasih..” sambil mengucapkan terima kasih, Sivia memberikan ciuman di pipi Gabriel. Dan tepat setelah itu, rona merah bergerak cepat menjalar di wajah mereka berdua.

*******

***makasih udah mau baca***
***tinggalkan jejak bagi yang udah baca***



_mei_



Tidak ada komentar:

Posting Komentar