Lihat Lebih Dekat Part 14
~ Dimulainya Jalan Nasib ~
Laki-laki itu masih tetap terdiam di samping sebuah gundukan tanah. Gundukan tanah yang terlihat basah mungkin karena hujan sebelumnya. Perlahan ia gerakkan tangannya mengusap nisan di atas gundukan tanah itu.
“ Mama, kayaknya Gab udah gak ada kesempatan buat dapetin Sivia. Sivia murni nganggep Gab sahabatnya gak lebih, Ma.” Gabriel tersenyum pahit.
“ Tapi gak papa kok. Gabriel bakalan tetep sayang sama Sivia. Dia itu udah jadi bagian penting dalam hidup Gab, seperti mama dan Ify. Kalian itu segalanya buat Gab.”
“ Dan mungkin emang Gab harus mencoba buka hati Gab buat cewek lain.” Dengan perlahan Gabriel menaburkan kelopak mawar merah ke atas makam sang bunda.
Tiba-tiba bulu kuduk Gabriel meremang. Suara tangisan yang entah darimana asalnya berhasil membuat Gabriel gelisah dan cukup takut. Ia memang bukan tipe cowok penakut tapi siapa sih yang gak ngeri kalau dia sedang berada sendirian di makam dan tiba-tiba terdengar suara tangisan seorang perempuan.
“ Gak mungkin ada Kunti siang-siang begini kan..” batin Gabriel, gerak tubuhnya benar-benar menunjukkan kalau dia gelisah.
Dengan mengumpulkan seluruh keberaniannya, Gabriel pun mulai mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru pemakaman ini. Matanya berhenti bergerak saat menangkap sosok seorang gadis sedang menangis di samping salah satu makam.
“ Bukannya itu seragam sekolah Higashi yaa..” batin Gabriel lagi, ia mulai memperhatikan pakaian gadis itu. Dan benar, itu memang seragam sekolahnya.
“ Emang ada Kunti pakai baju seragam. Kok aneh !!” Gabriel hanya menggaruk kepalanya, ia sedang berada di antara rasa takut dan penasaran.
Gabriel pun memberanikan dirinya untuk menghampiri gadis itu. Pelan ia menepuk bahu gadis itu.Gabriel menghela nafas lega saat tangannya bisa menyentuh bahu gadis itu. Sedang gadis yang sedari tadi tertunduk dan menangis itu pun segera mendongakkan kepalanya. Melihat siapa yang mengganggu acara merenungnya.
“ Gabriel….”
“ Zahraaa…..”
>
Shilla terdiam di dalam mobilnya, ia masih terpaku dan terlarut dalam pikirannya sendiri. Apa benar kalau Cakka menyukainya. Tapi selama ini dia tidak menyadari hal itu. Dan semua hal ini membuatnya pusing. Omaigott !!
“ Tapi..tapi….” lirih Shilla, tanpa ia sadari air mata mulai mengalir di pipinya.
“ Tapi aku gak pernah sadar soal itu.”
“ Aku gak tau…”
“ Tinnnnnn…” dengan kasar Shilla memencet klakson mobilnya.
“ Dan dia gak pernah bilang soal itu. Apakah aku sama saja dengan Alvin yang tidak peka.”
“ Siallll…” Shilla pun segera menjalankan mobilnya dengan kecepatan yang cukup tinggi.
>
“ Kak Rio, Ify takut banget..” sedari tadi Ify terus memeluk Rio dengan erat, sementara Rio sendiri hanya mengusap puncak kepala Ify dengan lembut, mencoba menenangkan hati gadis yang ia sukai.
“ Tenang dan percayalah, ayahmu itu kuat. Setidaknya untuk sekarang beliau tidak pernah meninggalkanmu sendirian. Percayalah !” tutur Rio. Ify memandang Rio sejenak, mencari kebenaran dari semua kata-kata Rio.
“ Ify..” panggilan lembut itu membuyarkan semuanya, kini ditatapnya ibunya yang baru saja datang itu. Wajahnya terlihat pucat mungkin karena takut dan panik.
“ Untuk apa anda kemari, toh anda gak pernah peduli pada ayah saya.” kata Ify dengan nada dinginnya, sedangkan ibunya hanya menatap putrinya nanar. Ia merasa bersalah, kenapa anaknya bisa sampai begitu membencinya seperti ini.
“ Ibu peduli tapi ibu gak bisa nunjukkin semuanya.” Ify mendengus sebal. Alasan klasik menurutnya.
“ Apa selalu bekerja tanpa melihat waktu itu yang namanya peduli. Apa tidak mau bicara pada suami itu yang namanya peduli. Apa tidak mau memandang dan bertanya kabar anak dan suami itu yang disebut peduli. Sebenarnya apa arti peduli bagi anda ?” Ify benar-benar mengeluarkan semua unek-uneknya yang ia pendam selama ini.
“ Ify…” Ibunya menunduk sedih, menahan uraian air mata yang siap menyeruak kapan saja. Sedangkan Rio sedari tadi menggenggam tangan Ify, berusaha menenangkan gadis itu.
“ Kamu gak tau Fy.” tutur Ibunya lirih.
“ Kamu gak tau..”
“ Gak !! Ify emang gak tau apa-apa tentang Ibu dan Ify gak mau tau. Cukup dengan ayah, bagi Ify ayah segalanya bukan ibu.” Ify memalingkan wajahnya, jujur saja ia tidak sanggup melihat Ibunya menangis. Dan ia tak sanggup berkata seperti itu.
“ Kamu gak tau sayang, gimana rasanya jika orang yang kamu sayangi sakit parah. Melihatanya terbaring tak berdaya. Sakit! Kamu gak tau berapa besar usaha ibu mencari uang untuk pengobatan ayahmu dan segala fasilitas yang kamu dapatkan sekarang.” Ify tertegun sejenak, mencoba meresapi setiap perkataan ibunya. Hatinya benar-benar terketuk.
“ Ibu pernah berpikir untuk berhenti bekerja dan mengurus kalian berdua. Ibu ingin, tapi ibu takut ! Ibu takut kamu tak siap hidup sederhana dan yang lebih menakutkan, ibu takut tidak bisa membiayai seluruh biaya ayahmu. Ibu gak mau kehilangan ayahmu. Ibu terlalu cinta padanya.” Kali ini Ify benar-benar merasa bersalah, selama ini ia tak pernah memikirkan keadaan dan perasaan ibunya. Yang ia tau hanya menyalahkan ibunya atas semua perbuatan baiknya.
“ Minta maaf Fy.” tutur Rio pelan di telinga Ify.
“ Ibu, ify minta maaf kalau selama ini Ify egois. Gak pernah dengerin semua perintah Ibu. Maaf.. maaf.. maaf.. Ify salah bu.” Dengan satu gerakan cepat Ify memeluk erat ibunya.
“ Ibu juga minta maaf, gak bisa nemenin kamu tumbuh dewasa. Selalu sibuk kesana-kemari. Maaf sayang.” Perlahan sang ibu mendaratkan ciumannya di kening Ify.
“ Kita mulai dari awal bu.” kata Ify.
“ Iya, dengan ayah juga.” kata sang ibu saat sang suami dibawa ke kamar pasien.
“ Kita bertiga, membuat lembar cerita baru.”
“ Ify sayang Ibu.” Sekali lagi Ify memeluk ibunya erat.
>
Dua orang itu sedari tadi mondar-mandir di depan UGD. Raut cemas terlihat jelas dari 2 orang diantara mereka. Sedangkan satu orang hanya duduk tenang di bangku tunggu. Mungkin karena ia tak punya hubungan dekat dengan teman di UGD.
“ Kenapa bisa begini kka ?” tanya Zahra pelan, sedari tadi air matanya terus mengalir, ia benar-benar cemas.
“ Aku juga gak tau ! Arkhhhh…”
“ BUKKKK…” Cakka memukul dinding di depannya dengan keras.
Tiba-tiba dari arah pintu masuk terlihat dua orang yang berlari, wajah mereka benar-benar panic dan cemas. Dan salah satu dari mereka menggendong seorang gadis yang berwajah pucat pasi.
“ Siviaaa..” Gabriel benar-benar terkejut melihat Sivia yang kini berada di punggung Alvin. Segera Gabriel menghampiri Alvin dan Chris yang berjalan terburu-buru ke arah UGD.
“ Dokter.. Suster !!” teriak Chris dan Alvin bersamaan.
“ Sivia kenapa ?? Kalian apakan dia ??” Pertanyaan Gabriel itu sama sekali tidak dijawab oleh Alvin ataupun Chris, mereka berdua tetap fokus mencari suster dan dokter. Sedang disana Cakka dan Zahra terpaku. Apalagi ini ??
Tak berapa lama, seorang dokter dan beberapa suster mendatangi ketiga laki-laki itu sambil mendorong tempat tidur pasien. Alvin pun dengan segera membaringkan Sivia ke tempat tidur pasien. Kini mereka bertiga menatap Sivia yang dibawa masuk ke UGD.
Perlahan Gabriel berjalan mendekat ke arah Alvin dan Chris, dalam tatapan matanya tersimpan banyak kemarahan tapi ia coba redam semua amarahnya dalam kepal erat tangannya.
“ Kalian harus menjelaskan semuanya kepadaku.” tutur Gabriel tegas. Alvin tetap diam sambil menunduk, ia benar-benar takut terjadi apa-apa pada gadis yang kini memenuhi hatinya itu. Sedang Chris masih terpaku, ingatannya melayang saat Sivia menolong dirinya, bahkan gadis yang ingin ia manfaatkan itu, benar-benar tulus.
“ Betapa jahatnya aku.” batin Chris.
“ Katakan sesuatu !! Aku tak butuh kebisuan kalian !!” Gabriel tidak dapat lagi menahan emosinya.
“ Aku akan menceritakan semuanya.” kata Chris sambil memandang Alvin yang masih bungkam.
*** Flashback On ***
Sivia dan Chris sedang asyik meikmati keindahan danau. Tapi sesuatu terjadi, perahu yang dinaiki Chris dan Sivia tidak seimbang. Dan tidak mencapai 5 menit, perahu itu oleng dan dua orang diatasnya terjatuh ke danau. Alvin benar-benar terkejut, ia benar-benar tau kalau Chris tidak bisa berenang.
Tanpa melepas bajunya, Alvin segera masuk ke danau dan berusaha menyelamatkan Sivia dan Chris. Kini Alvin sudah sampai di tempat Chris dan Sivia terjatuh. Disana Alvin melihat jelas Chris yang berpegangan erat pada Sivia. Wajah Chris benar-benar pucat karena ketakutan.
“ Alvin, cepat tolong Chris.” Chris dan Alvin sejenak memandang Sivia. Sivia sendiri hanya mengangguk yakin. Alvin pun segera membawa Chris ke tepi danau.
Sementara disana Sivia tersenyum. Sayang, senyumnya tidak bertahan lama. Rasanya jantungnya berhenti berdetak. Kakinya yang sedari tadi bergerak agar bisa mengapung di air pun jadi diam dan kaku.
Perlahan tapi pasti Sivia tenggelam. Dan tepat saat Alvin meletakkan Chris di tepi danau, tubuh Sivia sudah tidak terlihat lagi di permukaan air.
Kali ini, giliran jantung Alvin dan Chris yang dibuat mencelos. Mereka tidak lagi melihat Sivia di permukaan danau. Gadis itu menghilang. Tapi tanpa aba-aba Alvin segera masuk ke dalam danau lagi. Matanya berkeliling sejenak, mencari tempat dimana gadis itu tenggelam. Dan dapat !!
Dengan cepat Alvin meraih tangan Sivia. Dan dengan usaha kerasnya ia berhasil membawa gadis itu ke tepi danau. Wajahnya begitu pucat, gerakkan naik turun dadanya pun begitu pelan.
“ Bagaimana keadaan Sivia ?” Chris segera mendekat dan bertanya saat melihat Alvin membawa Sivia ke tepi danau. Alvin hanya menggeleng tanda tidak tau.
Alvin mencoba memberikan pertolongan pertama, namun nihil ! Gadis itu sama sekali tak memberikan respon. Alvin dan Chris mulai panik, dan tanpa pikir panjang Alvin segera menggendong Sivia dan berlari mencari taksi, sedang Chris mengikuti langkah Alvin dari belakang. Ia sama cemasnya dengan Alvin.
*** Flashback Off ***
“ Siaaaallll…” dengan kasar Gabriel menghantamkan tangannya ke dinding.
“ Gabriel !!” panggilan itu berhasil mengalihkan pikiran orang-orang yang ada disana.
“ Kak Rio, Ify…” lirih Gabriel.
“ Apa yang terjadi Gab ?” tanya Rio, raut cemas dan takut kini terpatri jelas di wajahnya. Gabriel pun mulai menceritakan kembali apa yang tadi Chris ceritakan padanya.
Tepat saat cerita itu selesai Rio merasakan tubuhnya lemas. Sedang Ify sudah menangis sambil memegang baju Rio dari belakang.
“ Kenapa kalian gak bisa jaga Sivia !” bentak Rio keras. Emosi benar-benar menguasainya kali ini.
“ Maaf..” lirih Chris dan Alvin.
“ Alvin..” sebuah suara yang ia kenal menyebut namanya.
“ Zahra Cakka ?? Sejak kapan kalian disini ? Dan untuk apa kalian disini ?” tanya Alvin.
“ Shilla kecelakaan.”
“ Apaaaa ??”
“ Tuhannn !! Sebenarnya apa mauMu.” lirih Alvin.
>
“ Kak Alvin, ayo makan !!” panggil Acha dari luar kamar Alvin.
“ Kakak gak nafsu makan Cha.” balas Alvin singkat. Acha hanya menghela nafas panjang, sepanjang hari ini Alvin terus-menerus mengurung dirinya di kamar. Ia tak tau apa yang terjadi pada kakak kesayangannya itu.
Pelan Acha masuk ke kamar Alvin, dilihatnya kakaknya itu sedang terpaku sambil memandangi langit-langit kamarnya. Achapun memutuskan untuk naik ke tempat tidur Alvin.
“ Kakak kenapa ? Ada masalah ? Apa Acha bisa bantu ?” pertanyaan polos keluar dari bibir Acha, Alvin hanya memandangi Acha. Mata Acha yang begitu bening membuat Alvin memeluknya dengan erat.
“ Sivia.. Shilla..” lirih Alvin dipelukan Acha.
“ Kak Sivia sama Kak Shilla kenapa ?” Acha bertanya dengan agak takut, sementara tangannya mengelus punggung Alvin.
“ Mereka masuk rumah sakit Cha. Dan itu gara-gara kakak. Argghhhh…” Acha memeluk Alvin dengan kuat, mencoba menenangkan kakak tersayangnya itu.
“ Acha emang gak tau apa-apa tapi kakak jangan nyalahin diri kakak terus. Dan kalau memang kakak merasa bersalah, perbaiki semuanya. Bangkit dan berikan yang terbaik untuk mereka. Semampu kakak. Sekuat kakak.” Alvin memandang takjub adiknya, ia menggeleng pelan. Tak menyangka kalau adiknya yang biasanya manja itu bisa bersikap begitu dewasa.
“ Makasih.. tumben bijak ?? Biasanya manjanya minta ampun !!” Kali ini Alvin sudah bisa menggoda Acha, bukannya marah Acha hanya tersipu malu.
“ Iihh, pipi adik kakak merah banget. Sini peluk lagi.” Alvin sudah merentangkan tangannya untuk memeluk Acha, tapi dengan cepat Acha menghindar.
“ Gak mau…” balas Acha sambil turun dari ranjang Alvin. Dan saat Acha akan berjalan keluar, dengan satu gerakan cepat Alvin menahan tangan Acha dan mencium lembut kening adik tersayangnya itu.
“ Kakak sayang banget sama Acha.” Kali ini muka Acha benar-benar merah merona. Acha pun segera keluar dari kamar Alvin.
“ Acha juga sayang banget sama kak Alvin. Makanya Ayo Makan !!” teriak Acha, wajahnya yang menyembul dari balik pintu masih terlihat merona. Alvin hanya terkekeh melihat ekspresi Acha dan segera bangun menuju meja makan.
“ Makasih Cha..” batinnya.
>
Cakka, Zahra, dan Alvin sedang menunggu Shilla yang kata dokter akan segera sadar. Mereka bertiga benar-benar cemas dengan keadaan Shilla. Mereka terus memperhatikan Shilla, doa-doa tulus mereka panjatkan untuk kesembuhan Shilla. Saat mereka melihat Shilla mengerjapkan mata, mereka segera mendekat ke arah gadis itu. Memanjatkan berjuta terima kasih pada Tuhan.
“ Alvin..” panggil Shilla lemah.
“ Alvin..” lirih Shilla lagi, kali ini Cakka hanya mampu tersenyum kecut. Walau begitu ia tetap senang, gadis yang pemilik hatinya kini bangun dan ada untuk mereka. Alvin sendiri masih terdiam, pandangannya jatuh pada Cakka.
“ Aku pergi.” kata Alvin dingin. Dan tepat saat ia akan membuka pintu, tangan Cakka menahannya.
“ Jangan egois Vin. Shilla butuh kamu ! Dia butuh kamu Bodoh !” bentak Cakka keras, Zahra hanya terdiam di samping Shilla, sedang Shilla menatap bergantian kedua laki-laki itu.
“ Siapa yang egois ! Aku ??” bentak Alvin balik.
“ Iya..” balas Cakka kasar.
“ Kamu yang egois Kka. Kamu selalu maksa aku buat balas perasaan Shilla, tapi kamu sendiri tau kalau aku sayang sama Shilla gak lebih dari sahabat ! Dan yang paling buat kamu egois, kamu selalu rela melepas Shilla buat aku padahal kamu tau kalau kamu itu Cinta sama Shilla lebih dari siapapun. Sadar Kka !” Alvin keluar dari kamar Shilla, meninggalkan Cakka yang masih terpaku disana.
Shilla dan Zahra pun terdiam mendengar perkataan Alvin.
>
Alvin kini berada di depan sebuah kaca. Kaca yang membatasinya menemui gadis yang sedang memenuhi rongga hatinya, cintanya. Ia hanya bisa melihat tanpa bisa memberikan gadis itu kekuatan, dia terlalu pengecut dan tidak boleh masuk.
“ Kenapa kamu disini ?” tanya seorang gadis dengan nada dinginnya.
“ Aku hanya ingin tau bagaimana keadaannya.” Alvin menjawab pertanyaan gadis itu tanpa melepas pandangannya dari sosok gadis yang kini tengah terbaring tak berdaya disana, dibalik kaca.
“ Apa kamu lupa ? Yang menyebabkan dia seperti ini adalah kamu dan sahabatmu itu.” kata gadis itu.
“ Dia bukan sahabatku !! Maka dari itu, aku ingin disini dan menjaga Sivia.” tegas Alvin. Gadis itu hanya menggeleng.
“ Sivia gak butuh kamu jaga. Lagipula disini ada aku, kak Rio, dan Gab yang akan selalu menjaga dia.” kata gadis itu tegas.
“ Ify sudahlah..” lirih Rio, kondisi Rio sekarang benar-benar berantakan. Sudah semalaman dia berada di rumah sakit dan menjaga Sivia.
“ Tapi kak…”
“ Sudahlah Fy, mungkin dengan sakitnya Sivia kali ini, dia bisa beristirahat agak lama. Bukankah akhir-akhir ini ia benar-benar kelelahan.” Gabriel memotong perkataan Ify dengan kalimat bijaknya, Ify pun terdiam.
“ Duduklah. Kita tunggu Sivia bangun sama-sama.” kata Gabriel halus, raut wajahnya menunjukkan kalau dia benar-benar lelah. Sama halnya dengan Rio, dia berjaga disini semalaman.
“ Apakah Sivia sudah sadar ?” tanya seorang laki-laki yang baru saja datang. Kini semua menatap laki-laki itu dan semuanya hanya terdiam.
“ Maafkan aku, kalau saja dia tidak menolongku, dia tidak akan seperti ini.” tutur Chris sambil menunduk dalam.
“ Tenanglah. Ini pilihan Sivia.” kata Rio bijak. Tak berapa lama Rio memejamkan matanya dan menyenderkan kepalanya ke bahu Ify yang duduk disebelahnya.
“ Ehh…” kaget Ify.
“ Biarkan aku istirahat sejenak dibalik kehangatanmu.” Ify diam dan hanya mengangguk, sementara Rio kembali memejamkan matanya.
“ Aku juga capek Fy..” kali ini Gabriel ikut menyenderkan kepalanya di bahu Ify juga.
“ Aku akan menjaga kalian. Demi Sivia.” lirih Ify. Semetara disana Alvin dan Chris semakin merasa bersalah.
****
***makasih udah mau baca***
***bagi yang baca tinggalkan jejak buat penulis***
_mei_
~ Dimulainya Jalan Nasib ~
Laki-laki itu masih tetap terdiam di samping sebuah gundukan tanah. Gundukan tanah yang terlihat basah mungkin karena hujan sebelumnya. Perlahan ia gerakkan tangannya mengusap nisan di atas gundukan tanah itu.
“ Mama, kayaknya Gab udah gak ada kesempatan buat dapetin Sivia. Sivia murni nganggep Gab sahabatnya gak lebih, Ma.” Gabriel tersenyum pahit.
“ Tapi gak papa kok. Gabriel bakalan tetep sayang sama Sivia. Dia itu udah jadi bagian penting dalam hidup Gab, seperti mama dan Ify. Kalian itu segalanya buat Gab.”
“ Dan mungkin emang Gab harus mencoba buka hati Gab buat cewek lain.” Dengan perlahan Gabriel menaburkan kelopak mawar merah ke atas makam sang bunda.
Tiba-tiba bulu kuduk Gabriel meremang. Suara tangisan yang entah darimana asalnya berhasil membuat Gabriel gelisah dan cukup takut. Ia memang bukan tipe cowok penakut tapi siapa sih yang gak ngeri kalau dia sedang berada sendirian di makam dan tiba-tiba terdengar suara tangisan seorang perempuan.
“ Gak mungkin ada Kunti siang-siang begini kan..” batin Gabriel, gerak tubuhnya benar-benar menunjukkan kalau dia gelisah.
Dengan mengumpulkan seluruh keberaniannya, Gabriel pun mulai mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru pemakaman ini. Matanya berhenti bergerak saat menangkap sosok seorang gadis sedang menangis di samping salah satu makam.
“ Bukannya itu seragam sekolah Higashi yaa..” batin Gabriel lagi, ia mulai memperhatikan pakaian gadis itu. Dan benar, itu memang seragam sekolahnya.
“ Emang ada Kunti pakai baju seragam. Kok aneh !!” Gabriel hanya menggaruk kepalanya, ia sedang berada di antara rasa takut dan penasaran.
Gabriel pun memberanikan dirinya untuk menghampiri gadis itu. Pelan ia menepuk bahu gadis itu.Gabriel menghela nafas lega saat tangannya bisa menyentuh bahu gadis itu. Sedang gadis yang sedari tadi tertunduk dan menangis itu pun segera mendongakkan kepalanya. Melihat siapa yang mengganggu acara merenungnya.
“ Gabriel….”
“ Zahraaa…..”
>
Shilla terdiam di dalam mobilnya, ia masih terpaku dan terlarut dalam pikirannya sendiri. Apa benar kalau Cakka menyukainya. Tapi selama ini dia tidak menyadari hal itu. Dan semua hal ini membuatnya pusing. Omaigott !!
“ Tapi..tapi….” lirih Shilla, tanpa ia sadari air mata mulai mengalir di pipinya.
“ Tapi aku gak pernah sadar soal itu.”
“ Aku gak tau…”
“ Tinnnnnn…” dengan kasar Shilla memencet klakson mobilnya.
“ Dan dia gak pernah bilang soal itu. Apakah aku sama saja dengan Alvin yang tidak peka.”
“ Siallll…” Shilla pun segera menjalankan mobilnya dengan kecepatan yang cukup tinggi.
>
“ Kak Rio, Ify takut banget..” sedari tadi Ify terus memeluk Rio dengan erat, sementara Rio sendiri hanya mengusap puncak kepala Ify dengan lembut, mencoba menenangkan hati gadis yang ia sukai.
“ Tenang dan percayalah, ayahmu itu kuat. Setidaknya untuk sekarang beliau tidak pernah meninggalkanmu sendirian. Percayalah !” tutur Rio. Ify memandang Rio sejenak, mencari kebenaran dari semua kata-kata Rio.
“ Ify..” panggilan lembut itu membuyarkan semuanya, kini ditatapnya ibunya yang baru saja datang itu. Wajahnya terlihat pucat mungkin karena takut dan panik.
“ Untuk apa anda kemari, toh anda gak pernah peduli pada ayah saya.” kata Ify dengan nada dinginnya, sedangkan ibunya hanya menatap putrinya nanar. Ia merasa bersalah, kenapa anaknya bisa sampai begitu membencinya seperti ini.
“ Ibu peduli tapi ibu gak bisa nunjukkin semuanya.” Ify mendengus sebal. Alasan klasik menurutnya.
“ Apa selalu bekerja tanpa melihat waktu itu yang namanya peduli. Apa tidak mau bicara pada suami itu yang namanya peduli. Apa tidak mau memandang dan bertanya kabar anak dan suami itu yang disebut peduli. Sebenarnya apa arti peduli bagi anda ?” Ify benar-benar mengeluarkan semua unek-uneknya yang ia pendam selama ini.
“ Ify…” Ibunya menunduk sedih, menahan uraian air mata yang siap menyeruak kapan saja. Sedangkan Rio sedari tadi menggenggam tangan Ify, berusaha menenangkan gadis itu.
“ Kamu gak tau Fy.” tutur Ibunya lirih.
“ Kamu gak tau..”
“ Gak !! Ify emang gak tau apa-apa tentang Ibu dan Ify gak mau tau. Cukup dengan ayah, bagi Ify ayah segalanya bukan ibu.” Ify memalingkan wajahnya, jujur saja ia tidak sanggup melihat Ibunya menangis. Dan ia tak sanggup berkata seperti itu.
“ Kamu gak tau sayang, gimana rasanya jika orang yang kamu sayangi sakit parah. Melihatanya terbaring tak berdaya. Sakit! Kamu gak tau berapa besar usaha ibu mencari uang untuk pengobatan ayahmu dan segala fasilitas yang kamu dapatkan sekarang.” Ify tertegun sejenak, mencoba meresapi setiap perkataan ibunya. Hatinya benar-benar terketuk.
“ Ibu pernah berpikir untuk berhenti bekerja dan mengurus kalian berdua. Ibu ingin, tapi ibu takut ! Ibu takut kamu tak siap hidup sederhana dan yang lebih menakutkan, ibu takut tidak bisa membiayai seluruh biaya ayahmu. Ibu gak mau kehilangan ayahmu. Ibu terlalu cinta padanya.” Kali ini Ify benar-benar merasa bersalah, selama ini ia tak pernah memikirkan keadaan dan perasaan ibunya. Yang ia tau hanya menyalahkan ibunya atas semua perbuatan baiknya.
“ Minta maaf Fy.” tutur Rio pelan di telinga Ify.
“ Ibu, ify minta maaf kalau selama ini Ify egois. Gak pernah dengerin semua perintah Ibu. Maaf.. maaf.. maaf.. Ify salah bu.” Dengan satu gerakan cepat Ify memeluk erat ibunya.
“ Ibu juga minta maaf, gak bisa nemenin kamu tumbuh dewasa. Selalu sibuk kesana-kemari. Maaf sayang.” Perlahan sang ibu mendaratkan ciumannya di kening Ify.
“ Kita mulai dari awal bu.” kata Ify.
“ Iya, dengan ayah juga.” kata sang ibu saat sang suami dibawa ke kamar pasien.
“ Kita bertiga, membuat lembar cerita baru.”
“ Ify sayang Ibu.” Sekali lagi Ify memeluk ibunya erat.
>
Dua orang itu sedari tadi mondar-mandir di depan UGD. Raut cemas terlihat jelas dari 2 orang diantara mereka. Sedangkan satu orang hanya duduk tenang di bangku tunggu. Mungkin karena ia tak punya hubungan dekat dengan teman di UGD.
“ Kenapa bisa begini kka ?” tanya Zahra pelan, sedari tadi air matanya terus mengalir, ia benar-benar cemas.
“ Aku juga gak tau ! Arkhhhh…”
“ BUKKKK…” Cakka memukul dinding di depannya dengan keras.
Tiba-tiba dari arah pintu masuk terlihat dua orang yang berlari, wajah mereka benar-benar panic dan cemas. Dan salah satu dari mereka menggendong seorang gadis yang berwajah pucat pasi.
“ Siviaaa..” Gabriel benar-benar terkejut melihat Sivia yang kini berada di punggung Alvin. Segera Gabriel menghampiri Alvin dan Chris yang berjalan terburu-buru ke arah UGD.
“ Dokter.. Suster !!” teriak Chris dan Alvin bersamaan.
“ Sivia kenapa ?? Kalian apakan dia ??” Pertanyaan Gabriel itu sama sekali tidak dijawab oleh Alvin ataupun Chris, mereka berdua tetap fokus mencari suster dan dokter. Sedang disana Cakka dan Zahra terpaku. Apalagi ini ??
Tak berapa lama, seorang dokter dan beberapa suster mendatangi ketiga laki-laki itu sambil mendorong tempat tidur pasien. Alvin pun dengan segera membaringkan Sivia ke tempat tidur pasien. Kini mereka bertiga menatap Sivia yang dibawa masuk ke UGD.
Perlahan Gabriel berjalan mendekat ke arah Alvin dan Chris, dalam tatapan matanya tersimpan banyak kemarahan tapi ia coba redam semua amarahnya dalam kepal erat tangannya.
“ Kalian harus menjelaskan semuanya kepadaku.” tutur Gabriel tegas. Alvin tetap diam sambil menunduk, ia benar-benar takut terjadi apa-apa pada gadis yang kini memenuhi hatinya itu. Sedang Chris masih terpaku, ingatannya melayang saat Sivia menolong dirinya, bahkan gadis yang ingin ia manfaatkan itu, benar-benar tulus.
“ Betapa jahatnya aku.” batin Chris.
“ Katakan sesuatu !! Aku tak butuh kebisuan kalian !!” Gabriel tidak dapat lagi menahan emosinya.
“ Aku akan menceritakan semuanya.” kata Chris sambil memandang Alvin yang masih bungkam.
*** Flashback On ***
Sivia dan Chris sedang asyik meikmati keindahan danau. Tapi sesuatu terjadi, perahu yang dinaiki Chris dan Sivia tidak seimbang. Dan tidak mencapai 5 menit, perahu itu oleng dan dua orang diatasnya terjatuh ke danau. Alvin benar-benar terkejut, ia benar-benar tau kalau Chris tidak bisa berenang.
Tanpa melepas bajunya, Alvin segera masuk ke danau dan berusaha menyelamatkan Sivia dan Chris. Kini Alvin sudah sampai di tempat Chris dan Sivia terjatuh. Disana Alvin melihat jelas Chris yang berpegangan erat pada Sivia. Wajah Chris benar-benar pucat karena ketakutan.
“ Alvin, cepat tolong Chris.” Chris dan Alvin sejenak memandang Sivia. Sivia sendiri hanya mengangguk yakin. Alvin pun segera membawa Chris ke tepi danau.
Sementara disana Sivia tersenyum. Sayang, senyumnya tidak bertahan lama. Rasanya jantungnya berhenti berdetak. Kakinya yang sedari tadi bergerak agar bisa mengapung di air pun jadi diam dan kaku.
Perlahan tapi pasti Sivia tenggelam. Dan tepat saat Alvin meletakkan Chris di tepi danau, tubuh Sivia sudah tidak terlihat lagi di permukaan air.
Kali ini, giliran jantung Alvin dan Chris yang dibuat mencelos. Mereka tidak lagi melihat Sivia di permukaan danau. Gadis itu menghilang. Tapi tanpa aba-aba Alvin segera masuk ke dalam danau lagi. Matanya berkeliling sejenak, mencari tempat dimana gadis itu tenggelam. Dan dapat !!
Dengan cepat Alvin meraih tangan Sivia. Dan dengan usaha kerasnya ia berhasil membawa gadis itu ke tepi danau. Wajahnya begitu pucat, gerakkan naik turun dadanya pun begitu pelan.
“ Bagaimana keadaan Sivia ?” Chris segera mendekat dan bertanya saat melihat Alvin membawa Sivia ke tepi danau. Alvin hanya menggeleng tanda tidak tau.
Alvin mencoba memberikan pertolongan pertama, namun nihil ! Gadis itu sama sekali tak memberikan respon. Alvin dan Chris mulai panik, dan tanpa pikir panjang Alvin segera menggendong Sivia dan berlari mencari taksi, sedang Chris mengikuti langkah Alvin dari belakang. Ia sama cemasnya dengan Alvin.
*** Flashback Off ***
“ Siaaaallll…” dengan kasar Gabriel menghantamkan tangannya ke dinding.
“ Gabriel !!” panggilan itu berhasil mengalihkan pikiran orang-orang yang ada disana.
“ Kak Rio, Ify…” lirih Gabriel.
“ Apa yang terjadi Gab ?” tanya Rio, raut cemas dan takut kini terpatri jelas di wajahnya. Gabriel pun mulai menceritakan kembali apa yang tadi Chris ceritakan padanya.
Tepat saat cerita itu selesai Rio merasakan tubuhnya lemas. Sedang Ify sudah menangis sambil memegang baju Rio dari belakang.
“ Kenapa kalian gak bisa jaga Sivia !” bentak Rio keras. Emosi benar-benar menguasainya kali ini.
“ Maaf..” lirih Chris dan Alvin.
“ Alvin..” sebuah suara yang ia kenal menyebut namanya.
“ Zahra Cakka ?? Sejak kapan kalian disini ? Dan untuk apa kalian disini ?” tanya Alvin.
“ Shilla kecelakaan.”
“ Apaaaa ??”
“ Tuhannn !! Sebenarnya apa mauMu.” lirih Alvin.
>
“ Kak Alvin, ayo makan !!” panggil Acha dari luar kamar Alvin.
“ Kakak gak nafsu makan Cha.” balas Alvin singkat. Acha hanya menghela nafas panjang, sepanjang hari ini Alvin terus-menerus mengurung dirinya di kamar. Ia tak tau apa yang terjadi pada kakak kesayangannya itu.
Pelan Acha masuk ke kamar Alvin, dilihatnya kakaknya itu sedang terpaku sambil memandangi langit-langit kamarnya. Achapun memutuskan untuk naik ke tempat tidur Alvin.
“ Kakak kenapa ? Ada masalah ? Apa Acha bisa bantu ?” pertanyaan polos keluar dari bibir Acha, Alvin hanya memandangi Acha. Mata Acha yang begitu bening membuat Alvin memeluknya dengan erat.
“ Sivia.. Shilla..” lirih Alvin dipelukan Acha.
“ Kak Sivia sama Kak Shilla kenapa ?” Acha bertanya dengan agak takut, sementara tangannya mengelus punggung Alvin.
“ Mereka masuk rumah sakit Cha. Dan itu gara-gara kakak. Argghhhh…” Acha memeluk Alvin dengan kuat, mencoba menenangkan kakak tersayangnya itu.
“ Acha emang gak tau apa-apa tapi kakak jangan nyalahin diri kakak terus. Dan kalau memang kakak merasa bersalah, perbaiki semuanya. Bangkit dan berikan yang terbaik untuk mereka. Semampu kakak. Sekuat kakak.” Alvin memandang takjub adiknya, ia menggeleng pelan. Tak menyangka kalau adiknya yang biasanya manja itu bisa bersikap begitu dewasa.
“ Makasih.. tumben bijak ?? Biasanya manjanya minta ampun !!” Kali ini Alvin sudah bisa menggoda Acha, bukannya marah Acha hanya tersipu malu.
“ Iihh, pipi adik kakak merah banget. Sini peluk lagi.” Alvin sudah merentangkan tangannya untuk memeluk Acha, tapi dengan cepat Acha menghindar.
“ Gak mau…” balas Acha sambil turun dari ranjang Alvin. Dan saat Acha akan berjalan keluar, dengan satu gerakan cepat Alvin menahan tangan Acha dan mencium lembut kening adik tersayangnya itu.
“ Kakak sayang banget sama Acha.” Kali ini muka Acha benar-benar merah merona. Acha pun segera keluar dari kamar Alvin.
“ Acha juga sayang banget sama kak Alvin. Makanya Ayo Makan !!” teriak Acha, wajahnya yang menyembul dari balik pintu masih terlihat merona. Alvin hanya terkekeh melihat ekspresi Acha dan segera bangun menuju meja makan.
“ Makasih Cha..” batinnya.
>
Cakka, Zahra, dan Alvin sedang menunggu Shilla yang kata dokter akan segera sadar. Mereka bertiga benar-benar cemas dengan keadaan Shilla. Mereka terus memperhatikan Shilla, doa-doa tulus mereka panjatkan untuk kesembuhan Shilla. Saat mereka melihat Shilla mengerjapkan mata, mereka segera mendekat ke arah gadis itu. Memanjatkan berjuta terima kasih pada Tuhan.
“ Alvin..” panggil Shilla lemah.
“ Alvin..” lirih Shilla lagi, kali ini Cakka hanya mampu tersenyum kecut. Walau begitu ia tetap senang, gadis yang pemilik hatinya kini bangun dan ada untuk mereka. Alvin sendiri masih terdiam, pandangannya jatuh pada Cakka.
“ Aku pergi.” kata Alvin dingin. Dan tepat saat ia akan membuka pintu, tangan Cakka menahannya.
“ Jangan egois Vin. Shilla butuh kamu ! Dia butuh kamu Bodoh !” bentak Cakka keras, Zahra hanya terdiam di samping Shilla, sedang Shilla menatap bergantian kedua laki-laki itu.
“ Siapa yang egois ! Aku ??” bentak Alvin balik.
“ Iya..” balas Cakka kasar.
“ Kamu yang egois Kka. Kamu selalu maksa aku buat balas perasaan Shilla, tapi kamu sendiri tau kalau aku sayang sama Shilla gak lebih dari sahabat ! Dan yang paling buat kamu egois, kamu selalu rela melepas Shilla buat aku padahal kamu tau kalau kamu itu Cinta sama Shilla lebih dari siapapun. Sadar Kka !” Alvin keluar dari kamar Shilla, meninggalkan Cakka yang masih terpaku disana.
Shilla dan Zahra pun terdiam mendengar perkataan Alvin.
>
Alvin kini berada di depan sebuah kaca. Kaca yang membatasinya menemui gadis yang sedang memenuhi rongga hatinya, cintanya. Ia hanya bisa melihat tanpa bisa memberikan gadis itu kekuatan, dia terlalu pengecut dan tidak boleh masuk.
“ Kenapa kamu disini ?” tanya seorang gadis dengan nada dinginnya.
“ Aku hanya ingin tau bagaimana keadaannya.” Alvin menjawab pertanyaan gadis itu tanpa melepas pandangannya dari sosok gadis yang kini tengah terbaring tak berdaya disana, dibalik kaca.
“ Apa kamu lupa ? Yang menyebabkan dia seperti ini adalah kamu dan sahabatmu itu.” kata gadis itu.
“ Dia bukan sahabatku !! Maka dari itu, aku ingin disini dan menjaga Sivia.” tegas Alvin. Gadis itu hanya menggeleng.
“ Sivia gak butuh kamu jaga. Lagipula disini ada aku, kak Rio, dan Gab yang akan selalu menjaga dia.” kata gadis itu tegas.
“ Ify sudahlah..” lirih Rio, kondisi Rio sekarang benar-benar berantakan. Sudah semalaman dia berada di rumah sakit dan menjaga Sivia.
“ Tapi kak…”
“ Sudahlah Fy, mungkin dengan sakitnya Sivia kali ini, dia bisa beristirahat agak lama. Bukankah akhir-akhir ini ia benar-benar kelelahan.” Gabriel memotong perkataan Ify dengan kalimat bijaknya, Ify pun terdiam.
“ Duduklah. Kita tunggu Sivia bangun sama-sama.” kata Gabriel halus, raut wajahnya menunjukkan kalau dia benar-benar lelah. Sama halnya dengan Rio, dia berjaga disini semalaman.
“ Apakah Sivia sudah sadar ?” tanya seorang laki-laki yang baru saja datang. Kini semua menatap laki-laki itu dan semuanya hanya terdiam.
“ Maafkan aku, kalau saja dia tidak menolongku, dia tidak akan seperti ini.” tutur Chris sambil menunduk dalam.
“ Tenanglah. Ini pilihan Sivia.” kata Rio bijak. Tak berapa lama Rio memejamkan matanya dan menyenderkan kepalanya ke bahu Ify yang duduk disebelahnya.
“ Ehh…” kaget Ify.
“ Biarkan aku istirahat sejenak dibalik kehangatanmu.” Ify diam dan hanya mengangguk, sementara Rio kembali memejamkan matanya.
“ Aku juga capek Fy..” kali ini Gabriel ikut menyenderkan kepalanya di bahu Ify juga.
“ Aku akan menjaga kalian. Demi Sivia.” lirih Ify. Semetara disana Alvin dan Chris semakin merasa bersalah.
****
***makasih udah mau baca***
***bagi yang baca tinggalkan jejak buat penulis***
_mei_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar