Lihat Lebih Dekat Part 3
~ Sivia Imelda Puri., apa yang kau sembunyikan ~
Sekarang yang ada dipikiran seorang Alvin Adhika Karisma hanyalah Sivia Imelda Puri seorang. Bukan karena ia mencintainya atau sejenisnya tapi karena rasa penasaran yang begitu besar pada gadis itu. Alvin sangat tau adiknya Acha takkan mungkin berbohong tapi ia juga sangat tau sikap Sivia selama ini. Sikap yang begitu dingin dan sangat tidak bersahabat.
“ Sivia Imelda Puri, apa yang kau sembunyikan.” Alvin terus berpikir tapi sama sekali ia tak menemukan titik terang, ia pun akhirnya tertidur dengan lelapnya.
Hari ini adalah hari Minggu yang cerah. Semula hari ini akan menjadi hari yang baik bagi Alvin karena hari ini ia berencana pergi bersama ketiga sahabatnya. Tapi semua rencananya itu gagal saat adik kesayangannya merengek-rengek untuk ditemani ke taman karena janji dengan sang guru melukis. Tapi mau bagaimana lagi ia takkan mungkin menolak permintaan adik kecilnya itu. Walau dengan begitu ia akan bertemu dengan sang Putri Es.
Mobil yang ia kendarai mulai melaju dipadatnya kota Jakarta. Kira-kira butuh sekitar 20 menit untuk sampai ke taman yang dimaksud. Disana sudah terlihat seorang gadis manis yang tengah duduk didepan sebuah kanvas yang masih putih bersih. Kali ini dia lebih terlihat cantik dan manis dengan pakaian casual yang ia kenakan.
“ Kak Sivia…”
Acha terlihat begitu bersemangat memanggil gadis itu, gadis yang selama beberapa hari terakhir ini telah menjadi musuhnya. Gadis yang membuat tidurnya semalam sangat tidak nyenyak. Rasanya cukup heran memnadang gadis itu tersenyum. Apa ?? Sekali lagi ?? Sivia tersenyum !! Tersenyum. Alvin mengedipkan matanya beberapa untuk kembali menatap Sivia, memastikan apa yang ia lihat. Tapi benar !!! Sivia tersenyum !! Omaigott.. Sivia tersenyum.. Dan yang mengherankan senyumnya benar-benar menawan. Senyum yang dulu sempat ia lihat untuk seorang laki-laki di kantin sekolahnya. Senyum tulus yang sangat manis. Dan yang lebih parahnya, senyum yang bisa membuat dirinya tak berhenti memujanya.
“ Kak Alvin jangan diam aja, kemari !!” Acha memanggil Alvin yang terdiam sembari memandang senyum Sivia yang mungkin sangat langka ia pertontonkan di sekolah. Sayang sekali ketika Sivia melihat Alvin ada disana, senyumnya itu langsung memudar dan berubah menjadi raut wajah sinis. Alvin sendiri hanya tersenyum geli melihat perubahan ekspresi Sivia.
Alvin sesekali memperhatikan Sivia yang sedang mengajari Acha melukis, sebenarnya bukan Acha yang ia perhatikan tapi Sivia. Dan ia sendiri tak tau kenapa ia terus memperhatikan Sivia. Sesekali ia mengabadikan momen-momen berharga itu dengan SLR yang ia bawa. Momen saat Sivia dan Acha tersenyum tapi entah kenapa yang paling banyak ia abadikan adalah foto saat Sivia tersenyum. Senyum yang tak pernah gadis itu tunjukkan selama ini. Alvin sendiri pun tak tau kenapa setiap ia melihat senyum itu, seperti ada yang menggelitiki perutnya. Ada rasa membuncah di dadanya.
“ Manis..” hanya kata-kata itu yang dapat terucap dari mulut Alvin ketika senyum Sivia terlukis tipis dibibirnya.
Tak lama Sivia pun berhenti melukis dan memilih berjalan-jalan ke sekitar taman. Acha sendiri masih asyik dengan lukisannya sementara Alvin malah tertidur di bangku taman.
“ Jangan tidur disini.” Selain suara itu yang Alvin dapati adalah kaleng Cola dingin yang menempel di dahinya. Alvin pun mendongakkan kepalanya untuk memandang siapa yang memberikan minuman itu. Pandangan matanya jatuh tepat pada Sivia yang kini berada didepannya. Hanya yang ia sayangkan Sivia sama sekali tak memandangnya. Pandangan Sivia tetap lurus ke depan.
“ Kak Sivia, bagaimana lukisan Acha ??” Acha yang berteriak senang sambil melambai-lambaikan tangannya. Sivia pun berjalan mendekat ke arah Acha.
“ Lukisanmu sudah jauh lebih bagus.” Sivia memuji lukisan Acha dengan sepenuh hatinya.
“ Makasih kakak, ini semua juga berkat latihan dari kakak.” Acha berkata seperti itu sambil memamerkan deretan giginya yang putih dan rapi.
“ Kak Sivia, Acha boleh melihat lukisan kakak..” Acha sudah memintanya dengan wajah yang sangat memelas, Sivia hanya membalas dengan senyum serta anggukan. Acha pun bersorak riang. Didorong rasa penasaran, Alvin pun ikut melihat hasil lukisan Sivia.
Lukisannya benar-benar indah. Seperti hidup. Lukisan yang sebenarnya cukup simple itu begitu menarik perhatian Alvin, Alvin pun sampai memotret lukisan hasil karya Sivia. Entah untuk apa.
“ It’s very beautiful.” Puji tulus dari Alvin, Sivia yang mendengar hanya mendelik sebentar lalu kembali menatap Acha yang masih terkagum-kagum pada lukisannya.
“ Alvinn….” Panggil beberapa orang yang secara tidak sengaja lewat disana. Sedangkan Alvin sendiri pun cukup kaget.
><><><><><><><><><><><
“ Oh jadi dia guru lukis adikmu.” Cakka berkata demikian sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.
“ Mungkin kalian memang jodoh ya..” Zahra mengatakan hal itu dengan santainya, ia sama sekali tak menyadari perubahan wajah salah satu sahabatnya, Shilla.
“ Hmmm… Idon’t know and I don’t care.” Alvin berkata seperti itu dengan tenangnya tanpa menyadari ada perubahan dalam hatinya.
><><><><><><><><><><><><><
“ Jodoh ya !!”
“ Aku hanya bisa berdoa., semoga mereka bukan jodoh.”
“ Karena jika mereka jodoh aku takkan tau apa yang akan terjadi pada hatiku.” Sambil berkata dalam hatinya, Shilla itu terus menerus menatap wajah tampan Alvin.
><><><><><><><><><><><><
“ mungkin memang tak lagi ada kesempatan untukku mendapatkan hatimu.”
“ tapi aku sadar, aku terlalu mencintaimu.”
“ yang ku inginkan sekarang adalah…, agar kau tak terluka.” Laki-laki itu menatap sendu wajah cantik gadis di dekatnya.
><><><><><><><><><><><><><
Berjuta perasaan tumbuh diantara mereka
Sejujurnya agak tak wajar jika tak ada perasaan yang tumbuh diantara mereka
Toh mereka sudah bersama dalam jangka waktu lama
Cinta pada pandangan pertama, aku tak percaya
Yang aku yakini..,
Cinta itu ada karena terbiasa
“ Siviaa…” Alvin memandang Sivia hanya untuk menanyakan suatu hal. Tapi tanpa ada rasa peduli Sivia tetap melenggang dengan nyamannya.
“ Aku benar-benar tak tau isi hatinya.” Alvin hanya dapat mengatakan itu dalam pikirannya, rasanya sulit mengungkapkannya.
“ Hei aku memanggil kamu !!” Alvin bebas berteriak tanpa mempedulikan pandangan bingung para siswa-siswi disekitarnya.
“ Kemana Sivia yang ramah.” Teriakan Alvin itu jelas-jelas mengundang perhatian siswa-siswi disekitarnya.
“ Apa Sivia ramah ?”
“ Tak mungkin diakan Putri Es.”
“ Alvin salah orang kali.”
“ Dasar, mana mungkin seorang Putri Es menjelma menjadi Putri Ramah.”
“ Mana mungkin gadis itu ramah, it’s very imposible.” Kasak-kusuk pun terjadi diantara murid-murid yang mendengar teriakan Alvin.
“ Kamu dengar sendiri kan..”Sivia berkata sebentar lalu meninggalkan Alvin. Alvin hanya dapat mengumpat kecil.
><><><><><><><><><><><
“ Sivia, sedekat apa kamu sama Alvin ?” Gabriel bertanya langsung pada Sivia saat dia, Sivia, dan Ify sedang makan malam bersama di sebuah café yang cukup unik.
“ Aku dan Alvin ??” Sivia bertanya dengan tatapan bingung.
“ Iya, tadi aku dengar Alvin bilang kalau kamu ramah.” Ify ikut menyambung sambil memakan-makanan yang ia pesan.
“ Ohh.., tidak. Aku hanya guru melukis adiknya.” Sivia berkata seperti itu dengan santainya.
“ What…” Gabriel spontan berteriak, teriakan yang sukses membuat makanan yang akan Ify telan salah masuk ke rongga pernafasan, dan alhasil Ify pun tersedak.
“ Uhuuukk… Uhhhuukkk…”
“ Gab, kamu jahat sama aku.” Dengan sedikit mata basah dan tangan yang masih memegangi dada, ify berkata demikian.
“ Maaf, Fy. Lagian kita kan lagi bicara, kamu malah enak-enak makan.” Gabriel berkata seperti itu sambil terkekeh sedang Sivia sudah tertawa keras. Catat ‘Tertawa Keras’.
“ Buset, Vi. Tega banget kamu sama aku.” Ify berkata demikian sambil manyun.
“ Hahahaha…” Gabriel dan Sivia pun malah tertawa melihat ekspresi Ify.
“Jadi Acha itu adik Alvin.” Gabriel berkata lagi, setelah berhasil menghentikan tawanya.
“ What..” Kali ini Ify yang kaget.
“ Lola..” hanya kata-kata itu yang terlontar dari mulut Sivia dan Gabriel sebagai respon kekagetan Ify, sedang Ify hanya dapat mencibir keduanya.
“ Tapi sifat mereka begitu berbeda.” Kata Gabriel yang diikuti anggukan Ify.
“ But it’s the fact.”
><><><><><><><><><><
Sivia kini sudah tiba di rumahnya, mobil Gabriel yang mengantarya pun sudah melaju dan pergi menuju rumah Ify. Sivia terlihat sangat ceria, memang hari-harinya terasa indah jika ia bersama kedua sahabatnya. Karena menurutnya hanya kedua sahabatnya dan kakaknya yang sangat mengerti dirinya. Apabila ia sedang bad mood tak pernah ada kata tanya ‘kenapa’ yang terlontar dari mulut mereka bertiga. Yah., karena mereka sudah saling mengerti.
Tapi kebahagiaan itu terasa begitu singkat saat ia tiba di dalam rumah. Terlihat jelas, di ruang keluarga kedua orang tuanya asyik bertengkar. Kakaknya sendiri hanya duduk di depan televisi tanpa mempedulikan pertengkaran orang tuanya.
“ Bertengkar aja terus.” Sivia dengan sinis berkata demikian lalu segera naik ke kamarnya.
“ Itu dia anakmu !!”
“ Bukankah sikapnya lebih mirip dengan sikapmu.”
Rio yang tau adiknya pasti sekarang sedang sangat sedih pun memutuskan untuk pergi ke kamar adiknya.
“ Tuan Fred dan Nyonya Melda, saya mohon ijin pergi ke kamar.” Kata-kata Rio yang sangat ‘sopan’ sukses membuat ke dua orang tuanya bungkam.
><><><><><><><><><
“ Sayang, jangan sedih.” Rio kini telah mengelus kepala Sivia.
“ Kakak..” Sivia membalikkan tubuhnya yang terkelungkup tadi, menatap dalam mata Rio, dan memeluk kakaknya dengan erat.
“ Huaaaa….” Sivia hanya dapat menangis hebat di dada Rio. Rio tau adiknya berpura-pura dingin hanya untuk menutupi segala ketakutan dan kegelisahan dalam hatinya.
><><><><><><><><><
“ BRUUKKKKK…”
Hari yang begitu cerah mereka awali dengan wajah tanpa senyuman. Hanya ada tatapan sinis dari orang-orang yang tadi bertabrakan. Ini sangat berbeda dengan wajah orang-orang yang ada disekitar mereka. Walaupun ada yang memang datar tapi lebih banyak yang mengembangkan senyum mereka.
“ Sini..” Laki-laki yang tadi jatuh bersama gadis itu mengulurkan tangannya untuk membantu gadis itu berdiri.
“ Gak usah.” Gadis itu hanya menepis tangan laki-laki itu sambil berdiri.
“ Kalian teman Sivia juga.” Rio berkata demikian dengan semangat, sedangkan Sivia sudah memelototi Rio dengan mata besarnya yang indah.
“ Emm..” Cakka hanya dapat menggaruk kepalanya.
“ Bukan, aku musuhnya.” Dengan santai Alvin berkata itu sambil memandang Rio, dia kan laki-laki yang dulu membuat Sivia tersenyum.
“ Wooww..” Rio hanya terkejut dan kemudian tersenyum kecil.
“ Kalau gitu perkenalkan aku Mario Praditya Putra, kalian boleh panggil aku Kak Rio.”
“ Kenapa aku harus panggil kamu dengan sebutan kak.” Alvin berkata sinis, sahabatnya hanya dapat menepuk jidat sedang rio hanya terkekeh kecil.
“ Karena aku adalah kakak kelasmu sekaligus kakak dari musuhmu.” Rio berkata demikian sambil merangkul pundak Sivia, Alvin hanya terbelalak, sedang Sivia mencibir sang kakak.
“ Kalian begitu berbeda, ternyata Sang Putri Es punya kakak yang begitu ramah.” Alvin berkata demikian sambil menyembunyikan rasa malunya.
“ Kalau begitu boleh aku berkenalan dengan kamu, musuh Sivia dan kalian sahabat musuh Sivia.” Rio berkata demikian sambil tersenyum bijaksana, senyum yang sukses membuat mereka mengangguk.
“ Alvin.” Raut wajahnya tetap datar.
“ Shilla.” Kali ini Shilla mengembangkan senyum yang menawan.
“ Cakka.” Dengan gayanya yang cool dan senyum manisnya.
“ Zahra.” Tetap dengan gayanya yang centil, namun tetap terlihat cantik dan anggun.
“ Boleh kalian memperkenalkan diri.” Zahra meminta sambil memandang seseorang disana.
“ Hahaha.. ayo kalian juga perkenalkan diri kalian.” kata rio bijaksana.
“ Kamu dulu Fy.” Rio berkata sambil menyenggol bahu Ify, Ify hanya tersenyum kecil, senyum yang selama ini jarang ia perlihatkan ketika di sekolah. Senyum yang cukup membuat Shilla, Alvin, Cakka, dan Zahra terkejut.
“ Ternyata bisa tersenyum juga.” batin mereka.
“ Aku Alyssa panggil Ify.” Dengan raut wajah yang datar Ify memperkenalkan dirinya, wajah yang sangat berbeda dari saat ia tersenyum tadi.
“ Aneh..” cibiran itu terlontar saja dari bibir Zahra, Ify hanya dapat memandang Zahra sinis.
“ Aku Gabriel, kalian pasti tau.” Gabriel berkata demikian sambil memamerkan deretan giginya yang rapi.
“ Sudahlah ayo pergi !!” Sivia sudah akan beranjak dari sana saat Rio menahan lengannya.
“ Kau belum memperkenalkan dirimu..” Rio berkata dengan lembut dan sabar kepada adik semata wayangnya.
“ Buat apa lagi kakak, toh mereka tau siapa aku.” Dengan sinis dan dinginnya Sivia berkata itu.
“ Ayolah !!” kali ini Gabriel yang bicara sambil menggenggam tangan Sivia, hal itu sukses membuat salah seorang dari mereka menahan gejolak dari hatinya yang sebenarnya ia sendiri pun tak sadar.
“ Oke !! Sivia Imelda Puri.” Setelah berkata demikian ia langsung berjalan meninggalkan kumpulan orang itu.
“ Dingin banget sih..” omel Shilla dan Zahra walaupun dengan nada yang begitu lirih.
“ Kalau kalian sudah mengenalnya, mungkin kalian akan sayang padanya.” Kata-kata itu telontar saja dari mulut Rio, Gabriel, dan Ify secara bersamaan. Sedang Cakka, Zahra, dan Shilla hanya berkerut tak mengerti, sedang Alvin semakin menahan rasa penasaran dan bingung.
**********
*** The story jus for fun ***
*** Bagi yang mau komentar ke blog ini langsung, fb : m3i_poe3@yahoo.com atau twitter @eimeinar ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar