Lihat Lebih Dekat Part 12
~ Penyakit Sivia ~
Sivia sedari tadi tidak berhenti memukul pintu kamarnya. Ia benar-benar berharap Rio membukakan pintu untuknya. Walaupun begitu Sivia sadar, Rio melakukan ini karena dia menyayangi Sivia dan karena Sivia mungkin melakukan hal yang salah.
“ Kak Rio….” Teriaknya pelan.
“ Sivia minta maaf kak !”
Tiba-tiba saja Sivia memegang dadanya. Dadanya terasa sangat sesak dan nafasnya mulai tidak beraturan. Dengan bertumpu pada dinding kamarnya, Sivia berjalan pelan. Dengan cepat ia mengobrak-abrik isi tas sekolahnya tapi botol obat yang ia cari tidak ada disana.
Rasa sakit semakin menguasainya. Pelan tubuh Sivia turun ke lantai. Rasanya seluruh badannya lemas dan tidak bisa digerakkan.
“ Kak Rio..” lirih Sivia pelan, air mata mulai turun membasahi pipi Sivia. Sementara tangan Sivia terus memukul dadanya dengan keras, ia hanya ingin mengusir rasa sakit yang teramat sangat itu.
><><><><><><><><><
Rio berjalan dengan wajah masamnya. Sekarang pikirannya sedang melayang kemana-mana. Ia begitu sedih mengingat keadaan Sivia. Ia benar-benar tidak ingin kehilangan Sivia. Walau begitu mungkin Rio sedikit mengerti kenapa Sivia melakukan hal itu. Mungkin Sivia hanya ingin mencoba hal yang belum pernah ia lakukan sama sekali.
“ Kak Riooo…” panggil dua orang anak remaja yang berjalan mendekati Rio.
“ Sivia mana kak ?” tanya salah seorang dari mereka.
“ Di rumah.”
“ Sakit lagi kak ??” Tiba-tiba saja raut wajah kedua orang itu berubah menjadi cemas. Mereka sama-sama takut terjadi apa-apa pada gadis yang begitu mereka sayangi itu.
“ Ify, Gabriel kalian tenang aja. Sivia gak kenapa-kenapa kok cuma sedang aku hukum di kamar.” Jelas Rio. Ify dan Gabriel berkerut tidak mengerti.
Rio menghela nafas panjangnya. Kemudian ia menatap Gabriel dan Ify dan mulai menjelaskan duduk perkaranya.
><><><><><><><><><><
Laki-laki ini sedang fokus pada jalanan pagi kota Jakarta. Sebenarnya pagi ini ia sudah sampai di sekolah tapi karena tadi ia mendengar percakapan beberapa orang, ia pun memutuskan untuk meninggalkan sekolah dan melanjutkan rencananya.
“ It’s my second step.” Senyum licik tergambar jelas dari wajahnya.
Tak lama mobil yang ia kendarai sampai di sebuah rumah besar. Ia pun masuk diam-diam ke rumah itu. Pelan, laki-laki itu berjalan mengelilingi halaman rumah itu. Langkahnya terhenti saat ia tiba di depan sebuah anak tangga yang lucu, dilihatnya bagian atas anak tangga itu.
Di ujung anak tangga itu ada sebuah balkon kamar. Disana pun terdapat beberapa pot bunga dengan tanaman mawar putih yang mulai berkembang. Menurut informasi yang ia dapat, di rumah ini hanya ada dua orang tua, pembantu, dan dua orang anak.
Ia tersenyum, ia tau, ini kamar sasarannya. Jelas saja ia tau karena anak dari rumah ini hanya satu laki-laki dan satu perempuan. Dan mana mungkin seorang laki-laki menanam bunga mawar putih di balkonnya.
Dengan cepat laki-laki itu menaiki satu persatu anak tangga. Dan kini ia telah sampai di balkon kamar itu. Ia agak sedikit kaget ketika tiba disana, ia mendengar suara tangisan dan rintihan. Laki-laki itu pun mencoba mengitip dari sela gorden yang tersingkap. Dan matanya benar-benar terbelalak kaget melihat gadis incarannya menangis dan tergeletak tak berdaya di lantai kamar.
><><><><><><><><><
“ Tapi setelah Sivia ikut balapan dia gak apa-apa kan ?” tanya Gabriel dan Ify dengan nada cemas. Rio hanya mengangkat bahu.
“ Kok gak tau sih kak ?” tanya Ify.
“ Aku cuma bingung. Kemarin itu setelah balapan, aku lihat wajah Sivia yang pucat banget. Tubuhnya juga lemas banget. Tapi…”
“ Tapi apa kak ?” tanya Gabriel dengan tidak sabar.
“ Tapi waktu Sivia tidur. Aku lihat dari wajahnya dia itu bahagia banget.” tutur Rio, Ify dan Gabriel hanya terdiam.
“ Mungkin karena selama ini aku terlalu mengekangnya.”
“ Kakk Rio..” Panggilan dari seorang laki-laki, menghentikan pembicaraan serius antara Rio, Gabriel, dan Ify.
“ Ada apa Alvin ?” tanya Rio saat melihat siapa yang memanggilnya.
“ Ini, Alvin cuma mau ngembaliin vitamin ke Sivia tapi Alvin gak lihat dia dari tadi.” tutur Alvin sambil menyerahkan botol obat milik Sivia.
“ Vitamin ? Ini kan obat.” kata Rio pelan.
“ Obat apa ? Kemarin si Sivia bilang ini vitamin.” Alvin mulai berkerut tidak mengerti, Rio hanya tersenyum kecut.
Secara tiba-tiba Rio merasakan ponselnya bergetar. Dengan cepat Rio melihat siapa yang menelepon.
“ Rumah..” batin Rio bingung, tapi Rio tetap mengangkat telepon itu.
“ Halo !” sapa Rio.
“ Den Rio, ini bibi. Disini ada temen non Sivia yang bilang kalau non Sivia pingsan di kamar.” Rio tersentak seketika mendengar penuturan sang bibi pembantu rumah mereka.
“ Apa Bi ?” tanya Rio tidak percaya, sekarang Ify, Gabriel, dan Alvin menatap Rio bingung.
“ Halo kak Rio ! Ini aku Chris, tadi dari jendela kamar Sivia aku lihat dia sedang pingsan.Terus kakak taruh dimana kunci kamar Sivia.” Terdengar nada panik dari suara Chris.
“ Chris, cepat kamu suruh bibi ambil kunci di meja belajar kamar aku. Terus bawa Sivia ke Rumah Sakit Kasih Ibu. Aku tunggu disana dan jangan sampai terlambat, Please.” Pinta Rio. Alvin yang mendengar nama Chris disebut benar-benar merasa tidak suka sekaligus bingung. Sedang Gabriel dan Ify sudah sangat cemas mendengar nama Sivia dan Rumah Sakit disebut-sebut.
“ Baik kak. Aku akan membawanya secepat mungkin.”
Rio segera memutus teleponnya dengan Chris. Segera ia berlari menuju ke tempat parkir. Dibelakangnya Gabriel, Ify, dan Alvin mengikutinya.
Sesampainya di tempat parkir Rio segera membuka mobilnya dan masuk ke dalamnya. Diikuti Gabriel, Ify, dan Alvin yang ikut masuk ke mobilnya.
“ Heh kenapa kamu ikut masuk ?” tanya Ify ketika sadar kalau Alvin sedang duduk disebelahnya. Gabriel segera menengok ke belakang dan memandang Alvin aneh, sedang Rio tetap fokus pada jalanan.
“ Emang gak boleh ?” tanya Alvin dengan nada dinginnya. Ify hanya melengos sebal dan kembali memusatkan pikirannya pada keadaan Sivia.
><><><><><><><><><
Chris tidak henti-hentinya menatap wajah pucat Sivia. Entah kenapa ia begitu sedih melihat keadaan Sivia sekarang. Sebelah tangan Chris mulai menyentuh wajah Sivia perlahan.
“ Cantik..” gumamnya.
Chris menggelengkan kepalanya kuat saat tau apa yang baru saja ia ucapkan. Ia mencoba menekan semua rasa kasihan pada gadis yang akan jadi sasaran permainannya untuk menghancurkan Alvin.
“ Aku gak boleh lemah. Aku harus bisa membalas Alvin.” tegas Chris, perlahan tangannya turun dari wajah Sivia.
“ Maaf kalau nanti aku melukaimu..” Chris pun segera melajukan mobilnya dengan cepat.
“ Maafkan aku Sivia…”
><><><><><><><><><
Dengan cepat Chris mengangkat tubuh Sivia yang kini terkulai lemas. Dari ujung koridor depan ia dapat melihat Rio, Ify, Gabriel, dan Alvin.
“ laki-laki itu lagi.” Chris dari dalam hati.
Rio yang mengetahui Chris sudah dekat dengan mereka segera mengambil alih Sivia dari gendongan Chris. Dengan cepat Rio meletakkan Sivia di tempat tidur, para suster pun segera membawa Sivia ke UGD. Mereka semua masih gelisah menunggu kehadiran dokter. Wajah Rio pun terlihat sangat lelah. Pelan Ify menarik Rio ke pelukannya.
“ Kak Rio tenang yaa., Sivia kuat kok !” Ify mencoba menguatkan Rio dengan kata-katanya. Tapi sayang itu tidak berhasil, Rio tetap gelisah.
Sementara Gabriel dan Alvin benar-benar terlihat gelisah. Mungkin mereka takut orang yang mereka cintai kenapa-napa, walau Alvin belum sadar akan perasaannya pada Sivia. Sedang Chris terus menatap tak suka pada Alvin.
“ Semudah itu kamu melupakan Keke yang merelakan hidupnya untukmu.”
Tak lama pintu terbuka, mereka melihat Sivia yang dipindah ke ruang lain oleh beberapa suster. Tidak berselang lama seorang dokter keluar. Rio segera menghampiri sang dokter dan bertanya bagaimana keadaan adiknya sekarang.
“ Dok bagaimana keadaan Sivia ?” Sang dokter hanya menggeleng pasrah.
“ Maaf, kita benar-benar butuh donor jantung untuk Sivia.” Alvin dan Chris tersentak kaget mendengar penuturan dokter, mereka kan memang sama sekali tidak tau soal penyakit Sivia.
“ Kenapa dia butuh donor jantung ? Bukannya dia baik-baik saja ?” tanya Alvin dan Chris bersamaan, mereka lalu saling pandang sebentar lalu membuang muka.
“ Tidak, dia tidak baik-baik saja. Asal kalian tau selama ini dia menggunakkan jantung buatan. Dan dia harus bertaha dengan jantung itu.” Dengan cepat Rio menghapus air mata yang baru saja turun dari matanya.
Alvin dan Chris terdiam. Mereka tidak menyangka sama sekali.
><><><><><><><><><
Alvin masuk ke kamar rawat Sivia secara perlahan. Ia masuk setelah melihat Rio, Gabriel, Ify, dan Chris keluar dari kamar rawat Sivia. Pelan ia mendekati ranjang Sivia. Ia duduk di samping tempat tidur Sivia. Entah apa yang membuat Alvin menganggam tangan Sivia.
Alvin tidak mengerti, setiap ia di dekat Sivia, ia selalu kehilangan kontrol dirinya. Ia yang semula pendiam dan dingin bisa berubah menjadi seorang yang cerewet dan begitu perhatian.
“ Aku gak pernah nyangka kalau kamu selemah ini.” Alvin semakin mengeratkan genggamannya pada tangan Sivia.
Pelan Alvin merasakan gerakan tangan Sivia yang mulai sadar. Alvin kini menatap mata Sivia yang mulai mengerjap dan terbuka.
“ Kamu sudah tidak apa-apa ?” Sivia mendengar pertanyaan itu tapi tidak terlalu jelas. Yang ia tau suara bariton milik laki-laki itu bukan milik Rio ataupun Gabriel. Sivia mencoba membuka matanya lagi, dan kali ini ia berhasil. Ia menatapa pelan laki-laki dihadapannya.
“ Alvin ??” lirih Sivia dengan sisa tenaganya.
“ Kenapa kamu gak pernah bilang kalau kamu punya penyakit jantung. Harusnya kamu bilang ! Kalau kamu bilang aku gak akan pernah ajak kamu balapan. Maaf..” kata Alvin, Sivia memandang Alvin lalu tersenyum.
“ Ini bukan salah kamu kok. Aku yang mau..”
“ Sivia, aku suka padamu…” ucap Alvin secara tegas.
**********
***terima kasih udah mau baca***
***bagi yang udah baca diharapkan buat ninggalin jejak buat penulis***
_mei_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar