Jumat, 24 Februari 2012

Lihat Lebih Dekat Part 15 ( Akhir bahagia ?? )


Lihat Lebih Dekat Part 15
~ Akhir bahagia ?? ~

“ Shill..” suara khas Alvin mengalihkan perhatian Shilla yang sedang berkemas dibantu oleh seorang suster.

“ Saya permisi dulu.” Pamit suster itu.

“ Boleh aku bicara ?” Kali ini Alvin menunjukkan raut yang cukup serius.  

“ Kenapa harus minta ijin sih. Ayo bicara saja.” Shilla tersenyum , tangannya menepuk-nepuk tempat tidurnya. Alvin pun segera duduk disebelah Shilla.

“ Kamu sudah mengerti kan ?” tanya Alvin, Shilla hanya menggeleng.

“ Apa maksudmu ?”

“ Kamu pasti sadar siapa yang benar-benar kamu suka dan siapa yang benar-benar menyukaimu.” kata Alvin, matanya menatap mata Shilla dalam.

“ Kamu Vin, yang aku suka itu kamu. Bukan yang lain.” jawab Shilla saat itu.

“ Dasar bodoh ! Aku itu hanya sekedar obsesi kamu bukan cinta kamu. Dan apa kamu belum sadar, selama ini ada seseorang yang selalu ada dan benar-benar ada buat kamu.” Shilla terdiam mendengar penuturan Alvin.

                Kini pikirannya melayang ke sosok laki-laki yang selalu bersamanya, Cakka. Shilla ingat, sejak dia kecil Cakka selalu melindunginya. Saat boneka kesayangannya diambil oleh sekumpulan anak-anak nakal, Cakka berusaha merebutnya. Bahkan Cakka sampai terluka, dan saat itu datang Alvin yang berhasil mengusir anak-anak nakal tadi. Mungkin dari sanalah Alvin menjadi obsesinya.

                Saat dia SMP, dia dijauhi semua murid perempuan dikelasnya karena dia cantik. Alasan yang benar-benar konyol. Tapi Cakka selalu ada dan mendukungnya. Saat ia menangis karena mendengar gunjingan teman-teman perempuannya, Cakka menutup telinganya memberikan semua kekuatan padanya. Dan oleh Cakka pula ia dikenalkan pada Zahra dan Keke, sahabat barunya.

                Shilla ingat, ia selalu bercerita tentang rasa sukanya pada Alvin ke Cakka, bukan Zahra ataupun  Keke. Saat Keke jadian dengan Alvin, Cakka menguatkannya. Memberinya semangat, dan yang paling berharga, saat kecelakaan kemarin Cakka selalu merawatnya, menemaninya, dan pada satu malam ia mendengar panjatan doa tulus dari Cakka untuk kesehatannya, kesembuhannya.

“ Tuhan apakah selama ini aku salah..”

“ Ya.. Cakka adalah orang yang kamu cintai. Orang yang selama ini ada untukmu.” tutur Alvin saat melihat air mata mengalir melalui pipi Shilla.

“ Aku sadar Vin. Dan kali ini aku tidak akan mengecewakannya lagi.” kata Shilla sambil menyeka air matanya.

“ Ini baru Shilla, sahabatku tersayang.” Alvin mengusap pelan puncak kepala Shilla. Mereka berdua kini tersenyum dan berpandangan.

“ Kamu juga harus kejar cintamu.” kata Shilla, Alvin mengangguk mantap.

><><><><><><><>< 

                Alvin, Chris, Rio, Gabriel, dan Ify sedang menunggu Sivia sadar dari tidur panjangnya. Kabar dari dokter tadi benar-benar membuat pikiran mereka terang. Walau begitu Sivia belum juga menunjukkan tanda-tanda kalau dia akan sadar.

“ Tookk..tookkk..” suara ketukan pintu mengalihkan perhatian mereka dari Sivia. Dengan malas Ify berjalan menuju pintu kamar tempat Sivia dirawat.

“ Untuk apa kalian disini ?” tanya Ify dingin saat melihat Cakka, Zahra, dan Shilla berada di depan pintu.

“ Tidak bolehkah kami menjenguk teman sekelas kami ?” tanya Shilla sopan.

“ Masuklah..” kata Rio sambil tersenyum.  Shilla tersenyum, Ify pun meninggalkan ketiga orang itu.

Pelan Zahra mendorong kursi roda Shilla menuju tempat dimana orang-orang itu menunggu Sivia sadar. Sedang Cakka mengikuti dibelakang mereka dengan senyum yang terukir jelas di wajahnya. Mungkin Shilla sudah memperjelas semuanya. Mengungkapkan sebuah kejujuran yang terselimuti sebuah obsesi.

“ Sivia belum sadar ?” tanya Shilla pelan, Rio hanya menggeleng pasrah.

“ Mungkin sebentar lagi.” Tepat saat itu, gerakkan kelopak mata dan jemari Sivia membuat mereka kembali fokus memandang Sivia. Berharap gadis itu bangun dari tidur panjangnya.

Tak lama mereka mengukir senyum, ketika mata Sivia mulai perlahan terbuka. Harapan-harapan baru pun muncul dibenak mereka.

“ Kak Rio..” lirih Sivia.

“ Kakak disini Siv, kakak seneng banget kamu udah sadar. Terima kasih udah ngasih kesempatan buat kakak ngejaga kamu lebih lama. Makasih..” Dengan cepat Rio mendekat ke arah Sivia. Menggenggam lembut tangan adik tersayangnya itu.

“ Sudah berapa lama Sivia tidur ?” tanya Sivia masih dengan suaranya yang lemah.

“ 5 hari..” balas Rio, kali ini Sivia membelalakkan matanya.

“ Mama Papa ?” tanya Sivia cepat.

“ Mereka gak tau.” Rio menghela nafas beratnya, sedang Sivia menghembuskan nafas leganya.

“ Lebih baik begini, aku tidak ingin mengganggu proses perceraian mereka.” Tiba-tiba tangis Sivia pecah, ia sama sekali belum pernah merasakan hangatnya kasih sayang kedua orang tuanya.

“ Kak Rio..”

“Sivia capek.” keluh Sivia, semakin lama semakin banyak air mata yang mengalir.

“ Kamu gak boleh bilang begitu. Kakak sayang sama kamu.”

“ Kakak butuh kamu…”

“ Siv, kami selalu ada untukmu. Akan selalu.” secara tiba-tiba Gabriel dan Ify menggenggam tangan Sivia. Mereka saling berpandangan dan menguatkan. Sivia pun tersenyum, membiarkan tangan kakaknya menghapus air matanya.

><><><><><><><>< 

                Sivia sedang asyik melukis saat suara ketukan pintu sukses membuat dirinya terkejut. Segera ia meringkas kanvas dan semua alat lukisnya. Dengan sedikit dorongan ia memasukkan semua alat-alat lukis itu ke kolong tempat tidurnya. Dan saat dirasa semuanya beres, ia pun membalas ketukan itu.

“ Masuk..” balasnya pelan namun cukup terdengar.

                Seorang laki-laki seumurnya segera masuk. Sivia tersenyum ringan, hal yang belum pernah ia tunjukkan pada semua orang selain kedua sahabatnya dan kakaknya. Dilihatnya tangan laki-laki itu, disana ada satu buket mawar putih kesukaannya.

“ Udah sehat ?” tanya laki-laki itu.

“ Dan terima kasih telah menolongku waktu itu.” lanjut laki-laki itu.

“ Sama-sama Chris, dan apakah karena aku menolongmu kamu tidak jadi melaksanakan aksi balas dendammu pada Alvin menggunakan aku ?” pertanyaan Sivia sukses membuat Chris bungkam. Darimana gadis ini bisa tau rencananya, bahkan ia sama sekali tidak menunjukkan raut wajah marah.

“ Kamu pasti bingung, darimana aku tau semua ini ?” Chris hanya mengangguk setuju.

“ Mudah kok. Aku sudah cukup lama hidup di dunia ini, dan diwaktuku itu aku belajar memahami sifat manusia. Termasuk kamu.”

“ Aku pun tau kalau Alvin suka sama aku, dan kamu mau buat aku suka sama kamu. Itu semua untuk membuat Alvin kecewa. Benarkan ?” Sivia hanya tersenyum perlahan, sementara Chris tertunduk dalam, rasa malu dan bersalah kini menyelimuti dirinya.

“ Sudahlah, toh itu gak penting. Aku tau, hidupku tak akan lama lagi.” Sivia tersenyum pahit, ia memutar tubuhnya membelakangi Chris. Membiarkan rasa dingin perlahan memasuki dadanya.

“ Kamu harus bertahan !!” kata Alvin yang baru saja datang. Sivia terhenyak, segera ia putar tubuhnya menghadap Alvin yang kini sudah berdiri tegap di sampingnya.

“ Dan aku tidak menyangka kau serendah itu Christoffer.” sindir Alvin pada Chris.

“ Yang menjadikan aku rendah adalah ayahmu, Alvin Adhika.” kata Chris dengan kasar, merasa tidak terima, Alvin mencengkram keras kemeja Chris.

“ Jangan bawa-bawa ayahku. Banci !!” umpat Alvin.

“ Jadi sampai sekarang kamu tidak sadar ? Kamu tidak tau ? Mobil yang menabrak Keke adalah mobil salah satu anak buah ayahmu. Aku mengatakan ini dengan segudang bukti. Bukan hanya omong kosong. Maka dari itu aku membencimu. Aku benci kamu yang begitu bodoh.” Alvin melepas cengkramannya pada kemeja Chris, tubuhnya terasa lemas seketika. Kini ia terduduk di lantai.

“ Kalian berdua bodoh ya !!” perkataan Sivia yang tiba-tiba menghentikan suasana aneh antara Chris dan Alvin.

“ Apa maksudmu ?” tanya Chris tak mengerti, emosinya masih begitu tinggi.

“ Chris, yang kamu benci itu adalah kamu yang tidak bisa melindungi Keke bukan Alvin atau ayahnya. Dan Alvin aku tidak mengerti, kenapa kamu terlalu naïf. Terlalu naïf untuk mengerti perasaan sahabatmu yang begitu mencintai orang yang juga kamu cintai. Dan seandainya saat itu kamu mau mempertahankan Keke semuanya tidak akan serumit ini.”

“ Tapi Keke yang nolak aku. Dia gak mau aku jadi pacarnya, melindunginya.”

“ Nah itu yang membuat kamu begitu bodoh.”

“ Apa maksudmu ??”

“ Sudahlah, selesaikan masalah kalian diluar. Aku sedang sakit. Dan tidak berminat, mendengar obrolan semacam ini.” Sivia kembali berbaring dan menutupi dirinya dengan selimut. Chris dan Alvin pun berjalan keluar dengan pasrah.
               
                Dan kini waktunya mereka menyelesaikan masalah mereka. Dengan kepala dingin dan bijaksana. Dan dengan segala keterbukaan hati.

><><><><><><><>< 

                Sivia akan mendorong kursi rodanya ke arah taman saat sebuah tangan memegang tangannya. Sivia membalikkan tubuhnya dan menatap laki-laki itu.

“ Alvin…” panggil Sivia.

“ Mau kemana ? Aku antar ?” Sivia mengangguk, dan Alvin tersenyum.

“ Taman…”

                Kedua orang itu berkeliling disekitar taman. Mereka sama sekali tidak berbicara. Mungkin masih sama-sama canggung.

“ Istirahat Vin.” pinta Sivia.

                Alvin mengangguk pelan dan membawa Sivia ke sebuah kursi taman. Disana Alvin membantu Sivia untuk duduk.

“ Jaga semuanya Vin..” kata Sivia tiba-tiba. Sementara Alvin memandang Sivia tidak mengerti.

“ Aku titip kak Rio, titip Ify, Gabriel, dan Acha. Aku sayang banget sama Acha.” Sivia berkata seperti itu seraya tersenyum.

“ Kamu apa-apaan sih Vi ?” tergambar jelas raut wajah tidak suka dari Alvin. Perkataan Sivia barusan tidak bisa ia terima dengan hatinya.

“ Dan aku titip hatiku ke kamu. Aku suka sama kamu.” Kali ini Alvin tertegun, menatap Sivia. Mencari kebenaran dalam kata-kata gadis dihadapannya itu.

“ Aku juga suka kamu..” balas Alvin yakin, Sivia tersenyum.

“ Aku tau..” perlahan Sivia menyandarkan kepalanya di bahu Alvin.

“ Tapi aku akan pergi. Untuk selamanya.” Saat Alvin akan membuka mulutnya untuk mengeluarkan kata-kata protes dengan cepat jemari Sivia membungkamnya.

“ Jangan dipotong dulu, mungkin ini kata-kata terakhirku.” ucap Sivia lagi.

“ Vin kamu suka fotografi kan ? Nanti kalau kamu ngadain pameran buat hasil pembekuan kenangan milik kamu itu. Tolong sertain juga lukisan-lukisan jelekku.” Kali ini Sivia menangis, pelan tangan Sivia bergerak untuk memeluk tubuh Alvin. Sementara Alvin tetap diam. Hatinya benar-benar terkoyak mendengar kata-kata Sivia barusan.

“ Lukisan itu mencerminkan semua harapanku. Dan kehidupanku.”

“ Dan buat kamu, jaga diri baik-baik. Mulailah hubungan baik dengan Chris, kalian adalah sahabat.”

“ Sahabat..”

“ Aku bisa bertahan sampai disini pun karena sahabatku dan kakakku. Kak Rio, Gabriel, dan Ify.”

“ Dan Alvin, aku ucapkan terima kasih. Kamu membuat hidupku berwarna. Kamu satu-satunya orang, yang berani padaku. Mengejekku bahkan mengajakku balapan. Itu menyenangkan.” Alvin melihat Sivia tersenyum lebar dalam dekapannya.

“ Siviaa…”

“ Kali ini giliranmu bicara.” Sivia mengurai pelukannya dan kembali menyandarkan kepalanya ke bahu Alvin.

“ Sivia, disini, aku bicara kalau aku butuh kamu. Jangan tinggalkan aku. Lagipula ada kak Rio, Ify, Gabriel, Acha, aku dan masih banyak lagi orang yang sayang padamu. Jangan pernah tinggalkan kami.” tutur Alvin lirih, Sivia tersenyum masam.

“ Tolong jangan meminta hal yang mustahil kepadaku.” Terlihat Sivia sedang menyeka air matanya.

“ Aku tetap harus pergi..”

“ Walau aku tidak ingin pergi..”

“ Boleh aku minta satu permintaan lagi ?” Alvin terdiam, tidak mengangguk atau menggeleng.

“ Bilang ke papa dan mamaku, aku mencintai mereka. Aku tau, aku tidak berarti untuk mereka. Aku hanya seorang anak yang mungkin tidak mereka butuhkan bahkan tidak mereka inginkan. Merasakan pelukan mereka pun aku tak pernah. Hanya suara ribut yang setiap harinya aku dengar dari mereka. Aku mau dipeluk Vin.” Sivia menyeka bulir air mata yang mulai turun.

“ Tapi walau begitu, aku mencintai mereka. Dan cinta ini akan tetap sama sampai kapan pun.”

“ Capekk Vin..” keluh Sivia tiba-tiba, terlihat Sivia menepuk-nepuk dadanya. Rasa sesak mulai memenuhi rongga dadanya. Alvin mulai memandang Sivia khawatir, wajah Sivia kali ini benar-benar pucat.

“ Balik ke kamar rawat yuk.” ajak Alvin, Sivia menggeleng. Wajahnya makin terlihat pucat.

“ Sini dehh..” gerakan tangan Sivia membuat Alvin mendekatkan wajahnya ke arah Sivia.

Pelan dirasakan oleh Alvin tangan dingin Sivia menyentuh kedua pipinya. Tangan itu membawanya, dan sekarang keningnya tepat di depan bibir Sivia. Dan kali ini Alvin merasakan ada sesuatu dingin menyentuh keningnya. Yap, Sivia mencium lama keningnya.

“ Aku sayang padamu Alvin Adhika…” ucapnya lirih.

“ Sedangkan aku mencintaimu Sivia Imelda..”

                Sekilas Alvin melihat seulas senyum terkembang dari bibir Sivia. Tapi sedetik kemudian ia melihat air mata mengalir di pipi gadis itu, bersamaan dengan itu terdengar deru nafas yang cukup panjang. Dan kini air mata turun dari mata Alvin.

“ Kamu begitu banyak meminta padaku, sedangkan aku…”

“ Tidak bolehkah aku memintamu untuk tetap disisiku.”

“ Aku masih ingin menjagamu, Sivia.”

Alvin menangis dalam diamnya, ia merasakan tubuh Sivia semakin merosot ke bawah. Air matanya semakin banyak keluar, inilah kali keduanya ia menangis seperti ini. Tapi sesak yang ia rasakan benar-benar berbeda dari yang dulu. Rasanya jauh lebih sakit.


*****


***Makasih udah mau baca***
***Dan mohon tinggalkan jejak bagi yang udah baca***




_mei_




Tidak ada komentar:

Posting Komentar