Lihat
Lebih Dekat Part 16
~
Selamat Jalan Sivia ~
“
Aku sayang padamu Alvin Adhika…” ucap Sivia lirih.
“
Sedangkan aku benar-benar mencintaimu Sivia Imelda..” balas Alvin sambil
memandang Sivia.
Sekilas Alvin melihat seulas
senyum terkembang dari bibir Sivia. Tapi detik berikutnya ia melihat air mata mengalir di pipi gadis
itu, bersamaan dengan itu terdengar deru nafas yang cukup panjang. Dan kini air
mata turun dari mata Alvin. Rasanya benar-benar sakit.
“
Sivia kamu begitu banyak meminta padaku, sedangkan aku…”
“
Tidak bolehkah aku memintamu untuk tetap disisiku.”
“
Aku masih ingin menjagamu, Sivia.”
Alvin menangis
dalam diamnya, ia merasakan tubuh Sivia semakin merosot dipelukannya. Air mata
semakin banyak keluar, inilah kali keduanya ia menangis seperti ini. Tapi sesak
yang ia rasakan benar-benar berbeda dari yang dulu. Kali ini benar-benar sakit.
“
Aku ingin menjagamu selamanya.” Ucapnya lirih.
*********
Air mata turun dimana-mana
bahkan langit seakan tak mau menggantung kesedihannya. Hujan turun mengiringi
kepergian gadis itu. Deretan pelayat berbaju serba hitam benar-benar membuat sesak
nafas.
“
Siviaaaa…” Rio hanya meronta dipegangan Gabriel. Ia benar-benar tidak rela
melihat adik tersayangnya itu mulai ditimbun di bawah tumpukan dingin tanah.
Sedangkan para sahabat hanya
bisa berdiri terpaku, mereka belum bisa menerima takdir Tuhan. Sungguh, mereka
masih ingin gadis itu tetap disini. Mereka masih ingin melihat senyumnya,
tawanya, kekuatannya, ketegarannya dan semua tentangnya.
Barisan yang awalanya terlihat penuh
sesak pun mulai berkurang. Meninggalkan 8 orang anak muda disana. Sementara di
sudut pemakaman terlihat 2 orang dewasa sedang terpaku dan menangis. Terakhir, terlihat
seorang laki-laki tampan masih berdiri kaku di gerbang pemakaman.
“
Kakak minta maaf gak bisa jaga kamu Siv.” lirih Rio, air mata bergulir
bergantian turun dari matanya.
“
Kakak minta maaf…”
“
Siviaaaa….” jerit Rio, sedari tadi ia tak berhenti menyebut nama adiknya. Ia
masih tetap berharap adiknya akan bangun dan tersenyum padanya.
“
Pulang Siv, kakak kangen.”
“
Maaf Sivia selama ini aku jahat padamu.” Zahra dan Chris mengelus perlahan
nisan Sivia. Cakka dan Shilla masih terpaku, mereka memang tak punya kesalahan
berarti pada Sivia, mereka pun tidak akrab dengan Sivia. Tapi entah kenapa
kepergian Sivia meninggalkan luka dihati
mereka.
Sementara disana Acha berjalan dan
jongkok mendekat ke arah Rio yang masih terisak.
“
Kak Sivia jangan pergi dulu, Acha belum pandai melukis.” Acha terisak pelan.
“
Acha masih ingin diajari melukis oleh kakak.”
Sebenarnya diantara orang-orang disini
yang paling terpukul adalah dua orang ini. Sedari tadi Ify dan Gabriel bergandengan
erat, mereka berusaha saling menguatkan walau air mata tak pernah berhenti mengalir
dari mata mereka.
“
Kita harus kuat Fy..” lirih Gabriel, Ify hanya diam sambil mengeratkan genggaman
tangannya pada tangan Gabriel.
“
Aku tau, Sivia pasti akan bahagia disana.” balas Ify, rasanya tak sanggup
melihat sahabat baiknya, orang yang dianggap keluarganya meninggalkan dia
secepat ini. Tuhan !!
“
Sivia, entah dimanapun kamu. Kami akan selalu mencintai. We love you..” tutur
Ify dan Gabriel bersamaan.
Terlihat dua orang dewasa
berjalan kesana, mendekat ke tempat peristirahatan terakhir putri mereka.
Anak-anak muda itu menyingikir. Memberikan ruang untuk dua orang dewasa tadi.
“
Sivia, maafin mama sama papa.” Kedua orang dewasa yang notabenya adalah orang
tua Sivia itu mulai menangis, menumpahkan semua penyesalan mereka.
“
Maaf, selama ini mama gak pernah meluk kamu. Gak pernah ngasih kamu kekuatan.
Bahkan mama gak tau kalau kamu sakit. Sebenarnya mama macam apa aku ini.”
“
Maafin juga papa yang gak bisa jaga kamu. Bahkan kami tidak pantas menjadi
orang tuamu.”
“
Maaf….”
“
Maaf karena selama kamu ada, kami hanya membuatmu terluka.” Bulir air mata
kembali mengalir dari kedua orang tuanya.
“
Kami terlalu bodoh, kami terlalu egois.” Rio benar-benar menangis ketika mendengar
perkataan orang tuanya. Seandainya bisa, ia ingin memeluk kedua orang tuanya
tapi otaknya membuat emosi yang selama ini ia pendam muncul.
“
Kalian gak pantas jadi orang tua !! Sejak kecil Sivia tidak pernah merasakan
yang namanya bahagia dari kalian. Saat ia masuk tk kalian kemana ? Saat ia ikut
lomba melukis pertama kali kalian kemana ? Saat ia divonis sakit, saat dia
operasi jantung kalian kemana ??” Rio menumpahkan semua kekesalannya.
“
Bahkan kalian meninggalkannya sejak dia berumur 1 tahun.”
“
Kak Rio tenanglah !” Perlahan Ify memeluk Rio, mencoba menenangkan laki-laki
yang begitu ia sayangi.
“
Mereka jahat fy sama Sivia.”
“
Dan kamu Sivia, buat apa kakak meneruskan cita-cita kakak menjadi dokter
spesialis jantung. Kalau kamu, orang yang ingin kakak selamatkan sudah pergi.”
“
Kamu jahat Sivia..”
Semua terdiam, mereka terlarut
dalam semua kata-kata Rio. Laki-laki itu benar-benar menyayangi dan menjaga
adiknya. Kakak yang luar biasa.
********
Alvin berjalan kaku ke makam
Sivia. Sedari tadi ia hanya berdiri di gerbang menunggu semua lebih tenang
serta menunggu hatinya siap untuk mengucapkan kata perpisahan. Tapi sampai saat
ini ia belum siap dan mungkin tak akan pernah siap.
“
Kamu jahat Siv, kamu buat banyak orang kehilangan, kamu buat semuanya menangis,
kamu buat kisah cintaku begitu tragis.”
Alvin mengusap pelan air mata yang tiba-tiba turun.
“
Tapi kamu harus tau Siv, cintaku padamu akan abadi walau kita sudah berbeda
dunia. Dan Oh iya, salam buat Keke dan sampaikan maaf padanya. Maaf karena aku
tidak bisa melindunginya dan maaf karena cintaku telah kuberikan seluruhnya
padamu.”
“
Semoga kamu bahagia disana.” Alvin tersenyum sambil memandang langit yang kini
berubah cerah.
**********
**Beberapa
Tahun Kemudian**
“
Maaf tuan, lukisan ini tidak dijual.” kata salah seorang staf pameran pada
seorang laki-laki yang sedari tadi terus memaksa membeli sebuah lukisan.
“
Berapa pun harganya akan saya bayar. Jadi katakan tawaranku pada pemilik
lukisan ini.” kata laki-laki itu lagi.
“
Sudahlah, jangan kamu dengarkan dia. Pergi saja biar aku yang urus.” Staf
pameran tadi pergi setelah bosnya tiba.
“Chris
!! Jangan mempersulit pegawaiku dong.” kata laki-laki yang baru saja datang
itu.
“
Tapi Alvin, aku ingin lukisan ini, ini kan lukisan terakhir Sivia.” Perlahan
tangan Chris bergerak meraba lukisan itu.
“
Tapi lukisan ini sudah diberikan Alvin kepadaku.” Tiba-tiba seorang laki-laki
berwajah manis muncul, disebelahnya ada gadis cantik yang menemaninya.
“
Itu benar, Chris !” tangan Alvin pun
merangkul gadis yang datang bersama laki-laki tadi. Sedangkan laki-laki itu
tersenyum, berjalan mendekat ke arah lukisan yang menjadi pokok perdebatan
mereka.
“
Chris, kamu sendiri pasti tau, siapa tokoh dalam lukisan ini.” Laki-laki
tersenyum lirih, matanya masih tetap berkaca-kaca setiap kali mengingat gadis
yang menjadi bagian penting dari hidupnya.
“
Kak Gab..” lirih gadis yang bersamanya.
“
Tenang Cha, kakak sudah mengikhlaskan Sivia pergi. Mungkin disanalah tempat
terbaik untuknya.” kata Gabriel, matanya kini jatuh pada Acha Adhika, adik dari
Alvin Adhika.
Gadis manis itu
benar-benar merupakan sosok Sivia kecil baginya, kegigihannya, senyumannya, dan
hobinya. Mungkin karena itulah, Gabriel menyukainya. Tapi bukan seutuhnya
karena sosok Sivia yang ada pada dirinya tapi juga karena pribadinya yang baik.
“ Wah kalian sudah reuni duluan nih..” beberapa
orang tiba-tiba datang dan bergabung dengan mereka.
“
Halo Kak Rio, Shilla, Zahra, Cakka, dan Ify. Selamat datang di pameran ini.
Pameran yang merupakan perwujudan dari harapan terakhir Sivia.” Alvin berkata
lirih, walau 3 tahun sudah berlalu, hatinya tetap saja goyah setiap mengingat Sivia.
Sementara yang lain hanya bisa tersenyum.
“
Pameran yang luar biasa.” puji Rio dengan tulus, setidaknya ia tidak ingin
bersedih dihari bahagia ini.
“
Chrissss, kenapa kamu tidak menjemputku. Kamu jelek banget, masa ngebiarin aku
bareng Cakka Shilla, kan aku jadi kacang.” omel Zahra, keadaan yang tadinya
tegang pun mulai mencair. Karena tingkah gadis ini.
“
Maaf ya sayang…” Chris hanya nyengir, sementara Zahra melengos sebal.
“
Kok aku bisa suka sama kamu. Padahal kan
awalnya aku suka sama Gabriel.” kali ini giliran Chris yang cemberut. Tapi itu pun
tak bertahan lama.
“
Itu karena kamu kalah saing sama Acha.” dengan cepat Chris merangkul bahu Acha,
sementara Acha hanya tertunduk malu.
“
Ohh iya, Acha kapan kamu mau mengadakan pameran lukisan ?” tanya Rio lembut,
memang sejak kepergian Sivia, Rio cukup dekat dengan gadis manis yang selalu
mengingatkannya pada adiknya itu.
“
Masih lama kak, butuh dana nih. Habis kak Alvin gak mau majang lukisan Acha
sekalian sih.” Acha pun menyenggol pelan tangan kakaknya.
“
Tidak bisa, dulu kan Sivia minta supaya pameran ini buat lukisannya dan hasil
fotoku. Jadi kamu gak boleh ikutan.”
“
Dasar…” cibir Acha.
Semuanya kini sudah bahagia
dengan kehidupan mereka masing-masing. Cakka dan Shilla telah sukses menjadi
seorang entertainment, hubungan mereka pun sudah akan melangkah ke pertunangan.
Sedang Chris kini bahagia dengan Zahra, Gabriel dan Acha. Hubungan Kak Rio dan
Ify pun semakin serius, sebentar lagi keduanya pun akan segera menikah.
“
Lalu kamu Vin ?” tanya Rio.
“
Apanya ?”
“
Kapan kamu akan melupakan Sivia, dia sudah bahagia disana Vin.” kata Rio tegas,
Alvin hanya tersenyum lirih.
“
Susah buat aku ngelupain dia. Tapi mungkin sebentar lag kak !! Aku masih ingin
menjadikan dia yang utama di hati aku.” Alvin tersenyum sambil memandang
jajaran lukisan Sivia dan foto-foto hasil jepretannya.
“
Lagipula aku masih menunggu orang yang tepat..”
“
Viaaaa kesini deh !” kata salah seorang siswa SMA yang sedang berkunjung di
pameran Alvin.
“
Ada apa Alyssa, Iel ? Jangan teriak-teriak dong budek nih telinga.” balas anak
perempuan yang tadi dipanggil Via. Kali ini giliran perhatian Rio, Gabriel,
Ify, dan Alvin tersita, nama-nama itu.
“
Ini nih coba kamu lihat foto yang ada disini.” Gadis yang bernama Alyssa itu menunjuk
foto Sivia yang tersenyum manis, foto itu diambil Alvin saat Acha dan Sivia
sedang melukis di taman.
“
Eh, kok mukanya mirip sama aku.”
“
Sivia Imelda..” gadis yang bernama Via tadi membaca nama yang ada dibawah foto
itu.
“
Apa muka aku terlalu pasaran ??” gadis yang dipanggil Via tadi mulai meraba
wajahnya.
“
Iya tuh muka kamu pasaran, tapi yang difoto ini lebih cantik daripada kamu.”
“
Hahahaha…” Anak-anak muda itu tertawa bersama.
Kali ini bukan hanya Alvin, Rio, Ify, dan
Gabriel yang menatap tiga anak muda itu, mata Cakka, Shilla, Chris, Zahra, dan
Acha pun mulai mengamati wajah gadis SMA tadi.
“
Mirip..” kata mereka bersamaan.
“
3 sahabat seperti Gab, Ify, dan Sivia.” kata mereka lagi.
“
Udahlah yuk pulang aja !” ajak gadis yang dipanggil Via tadi.
“
Kamu gak jadi beli lukisan ?” tanya Alyssa.
“
Lukisannya bagus-bagus banget lho !” tambah Gabriel.
“
Kata salah satu pegawainya gak dijual, cuma sebagai koleksi. Huhh, pemiliknya
jelek banget sihh.” omel gadis yang bernama Via tadi.
“
Hahahaha…” Chris dan Zahra tertawa lebar saat mereka mendengar gadis yang
bernama Via itu mengejek pemilik pameran ini. Tapi Alvin sendiri tetap diam, ia
terus memperhatikan wajah Via.
“
Kurasa hatiku telah kembali.” tutur Alvin sambil tersenyum dan tetap memandang
gadis bernama Via tadi.
********
***Tamat***
***Maaf
ngaretnya pollll, mohon tinggalkan jejak bagi yang udah baca***
***Terima
kasih udah mau baca sampai tamat***
_mei_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar