Selasa, 09 Agustus 2011

Di Penghujung


Takkan Pernah Habis Air Mataku
Bila Kuingat Tentang Dirimu
Mungkin Hanya Kau Yang Tau
Mengapa Sampai Saat Ini Ku Masih Sendiri

            Tempat ini sudah terlihat sepi sekarang, tidak seperti tadi. Isak tangis tak lagi terdengar, yang ada hanya suara semilir angin. Laki-laki itu masih setia berdiri disana, menundukkan kepalanya dalam-dalam. Dengan langkah beratnya ia berjalan ke depan mendekati sebuah gundukan tanah bertabur bunga yang masih basah.

            Sambil berjalan disekamya air mata yang berlomba-lomba keluar dari matanya. Ditepi gundukan tanah itu kini ia berjongkok. Tangan besarnya mengelus lembut batu nisan disana. Bulir air mata yang terus berlomba-lomba keluar dari matanya, kali ini tak dihapusnya. Tatapan mata sendu ia pancarkan ke arah gundukan tanah itu.

            Kini matanya menerawang jauh, menerawang kesaat-saat terindah dan terburuknya.

~ 7 Agustus 2010 ~
“ BYUUURRR…”
“ maaf kak.” ucap gadis itu sambil menunduk.
“ kalau jalan tuh pakai mata.” bentak laki-laki itu.
“ maaf kak.” kata gadis itu, tubuhnya terlihat agak sedikit bergetar.
“ Rio, udahlah lagian dia juga gak sengaja numpahin minum ke baju kamu.” kata salah seorang sahabatnya yang biasa dipanggil, Alvin.
“ tapi vin., baju aku sekarang basah.” kata rio sambil menatap Alvin.
“ kamu lihat bajunya juga basah.” kata Alvin sambil menunjuk baju gadis yang menabrak rio.
“ maaf kak.” kata gadis itu takut.
“ hahhh..” rio hanya menghela nafas panjangnya.
“ sudahlah., tak apa.” kata rio pasrah sekaligus kasihan pada gadis itu.
“ bener kak.” kata gadis itu sambil mengangkat wajahnya perlahan.
“ iya..” kata rio dengan berat hati.
“ kalau begitu terima kasih kakak.” kata gadis itu, wajahnya kini terlihat sepenuhnya karena dia sudah tak menunduk lagi.

            Detik itu juga rio merasakan getaran-getaran aneh di dadanya. Melihat senyum gadis itu, ingin rasanya dia menjaganya.
“ makasih ya kak.” kata gadis itu sambil tersenyum manis.

            Entah apa yang membuat rio membalas senyum gadis itu dengan senyum manisnya yang jarang sekali ia tunjukkan. Alvin hanya terpaku melihat sahabatnya tersenyum.
“ Viaaa…” panggil seorang gadis sambil melambaikan tangannya.
“ Kak, via dipanggil sahabat via. Via kesana dulu. Nanti kalau noda di bajunya tidak bisa hilang, kakak bisa cari via di kelas via. Via mau kok tanggung jawab.” kata Sivia nama gadis itu sambil tetap memamerkan senyum manisnya.
“ Jadi nama kamu via, kamu kelas berapa ??” Tanya rio.
“ Iya nama aku sivia, tapi manggilnya via aja. Aku kelas X3.” kata sivia polos.
“ kalau gitu via pamit dulu ya kak.” kata via sambil menyerahkan sapu tangannya.
“ buat bersihin baju kakak.” teriak sivia sambil berlari meninggalkan rio.
“ menarik bukan yo.. !!” kata Alvin sembari menaik turunkan alisnya, rio hanya tersenyum simpul menanggapi perkataan Alvin.
**********
Adakah Disana Kau Rindu Padaku
Meski Kita Kini Ada Di Dunia Berbeda
Bila Masih Mungkin Waktu Ku Putar
Kan Kutunggu Dirimu

            Rio masih mengusap air mata yang jatuh dari matanya. Mengingat awal pertemuannya dengan gadis yang benar-benar ia sayangi. Rasanya sangat sesak mengingat itu semua.

~ 27 Agustus 2010 ~

            Sivia kini tengah berjalan di koridor bersama sahabatnya, Ify. Senyum manis terkembang di bibir mereka berdua. Dari arah lain ada Rio dan Alvin yang tengah berlarian di koridor. Dan mereka berempat pun dipertemukan dalam sebuah tabrakan kecil.
“ BRRUUUUKKKK”
“ aduhhhh…” rintih mereka berempat.
“ kamu tidak apa-apa ??” Tanya rio pada sivia.
“ ga papa kok.” kata sivia sambil tersenyum manis.

            Lagi-lagi jantung rio berdetak lebih cepat melihat senyum sivia itu. Dan dengan agak takut ia ulurkan tangannya pada sivia. Sivia pun dengan senang hati menerima uluran tangan rio.
“ makasih kak.” ucap sivia pelan.
“ sama-sama. Maaf udah buat kamu jatuh.” kata rio sambil mengambil sesuatu dari kantongnya.
“ nih..” kata rio sambil menyodorkan sebuah sapu tangan.
“ makasih udah dirawat.” kata sivia.
“ vi., pergi yuk !!” ajak ify sang sahabat.
“ yuk !!!” balas sivia sambil berjalan meninggalkan rio, tapi terlebih ia sempatkan untuk melambai pada rio.
“ kamu suka yo.” kata Alvin.
“ aku tak tau.” balas rio sambil tetap mempertahankan senyum manisnya.
*********
Biarlah Ku Simpan Sampai Nanti Aku Kan Ada Disana
Kenanglah Diriku Dalam Kedamaian
Ingatlah Cintaku Kau Tak Terlihat Lagi
Namun Cintamu Abadi

            Tetes air mata semakin deras ketika mengingat saat-saat mereka mulai dekat. Sivia, seorang gadis yang benar-benar bisa membawa keindahan dalam hidup rio. Memberikan rasa manis dan pahit. Kenangan itu pun mulai berputar lagi dalam pikirannya.

~ 24 Oktober 2010 ~

            Hari ini tepat hari ulang tahun rio yang ke 17. Hari ini pula dengan berani, rio putuskan untuk menyatakan perasaannya pada sivia. Pertama kali ia datang ke kelas sivia, ditariknya sivia keluar dan dibawanya ke taman di dekat lapangan.
“ Sivia., aku cinta sama kamu. Selama aku kenal kamu, aku selalu merasa senang. Kau buat hidupku lebih berwarna. Aku sayang sama kamu, dimataku kamu itu baik, polos, jujur, dan aku suka segalanya tentang kamu. Aku tau aku bukan tipe cowok romantis, tapi aku tulus sayang sama kamu. Maukah kamu menjadi seseorang yang lebih berarti lagi di hatiku ??” ungkap rio sembari mengenggam lembut tangan sivia, matanya pun tak lepas menatap mata sivia.

            Sivia hanya bungkam, hatinya masih deg-degan. Tapi tak lama pula ia berikan sebuah anggukan. Kenapa ?? Karena ia terlalu malu untuk bilang aku mau jadi pacar kamu. Rio sangatlah senang mendapat jawaban dari sivia. Segera ia putarkan tubuh sivia ke udara. Mereka berdua kini dapat tersenyum dengan status baru mereka. Hubungan itu terus berjalan dengan baik, sampai pada suatu hari sivia, kehilangan senyum dan keceriaannya.
************
Biarlah Ku Simpan Sampai Nanti Aku Kan Ada Disana
Kenanglah Diriku Dalam Kedamaian
Ingatlah Cintaku Kau Tak Terlihat Lagi
Namun Cintamu Abadi

            Air mata semakin banyak menetes dari mata rio. Mengingat semua manis dan pahit yang telah ia lalui bersama sivia. Mengingat gadis itu rasanya sangat menyesakkan. Ingin sekali ia marah pada Tuhan kenapa Tuhan begitu tidak adilnya pada dia dan sivia. Kenapa awal yang baik harus diakhiri dengan tangis yang begitu menusuk.

            Tangan rio sedari tadi tak henti mengelus batu nisan itu. Air mata sudah membuat aliran sungai di pipinya. Rasanya sakit, mengingat semua kejadian di masa lampau.

“ Sivia.. Sivia.. Sivia..”

            Nama itu memenuhi pikirannya sekarang.

~ 1 Januari 2011 ~

            Ini tahun baru pertama rio dan sivia sebagai sepasang kekasih. Hari ini rio sengaja mengajak sivia pergi ke bukit di ujung kota mereka. Bukit itu jika malam hari selalu bertaburan bintang-bintang indah. Rio dan sivia kini tengah menikmati hangatnya malam bersama.
“ kak rio, maksih buat semuanya.” lirih sivia.
“ sama-sama sivia.” kata rio lembut sembari mengecup lembut kening sivia.
“ kak rio, jangan sedih kalau nanti via ninggalin kak rio yaa..” kata sivia pelan.
“ kamu ngomong apa sih !! Kamu kan gak bakal ninggalin kak rio.” kata rio pelan sembari menggengam tangan sivia, sivia hanya tersenyum kecut.
“ kak rio, kalau nanti via pergi. Via akan tetap jaga kak rio. Via akan jadi bintang paling terang buat kak rio.” kata sivia sambil tersenyum lirih.
“ kenapa kamu ngomong aneh kaya gitu.” kata rio sambil membenarkan poni sivia yang tersibak angin.
“ via sayang sama kak rio.” lirih sivia.
“ kak rio juga sayang banget sama sivia.” kata rio sambil menatap sivia dalam.
“ kak dingin..” lirih sivia sambil memeluk lengannya.
“ pake jaket kakak ya..” kata rio sembari memakaikan jaketnya pada sivia.

            Kini mereka berdua tengah terdiam. Rio pun hanya diam dan begitu terkejutnya dia saat menoleh ke arah sivia.
“ sivia, kamu kenapa ??” Tanya rio panik, jemarinya kini berada di hidung via.
“ darahh..” lirih rio.
“ via., kamu kenapa ??” Tanya rio yang semakin panik.

            Karena via yang tak kunjung sadar, akhirnya rio memutuskan untuk membawa sivia ke Rumah Sakit terdekat. Dan betapa terkejutnya rio saat ia tau kalau sivia seseorang yang sangat ia sayangi ternyata mengidap kanker otak. Kedua orang tua sivia pun menangis di sebelah tempat duduk rio.

Biarlah Ku Simpan Sampai Nanti Aku Kan Ada Disana
Kenanglah Diriku Dalam Kedamaian
Ingatlah Cintaku Kau Tak Terlihat Lagi
Namun Cintamu Abadi

~ 14 Februari 2011 ~

            Sudah satu bulan lebih, sivia koma di rumah sakit. Walau begitu dengan sabar rio tetap menunggu sivia. Tak hentinya ia panjatkan doa untuk sivia. Hari ini sivia berulang tahun ke 16. Rio datang membawa sebuah kue tart dengan lilin, walau lilin itu tidak ia nyalakan. Ia datang dan masuk ke dalam kamar rawat sivia.
“ha..ppy birth..day..happy..birth..day..happy...birth..day to you.." rio bernyanyi buat sivia, namun lirik lagu menjadi tersenggal-senggal karena air matanya yang terus berlomba keluar susah untuk dibendung.

            Perlahan rio berjalan mendekati tempat tidur sivia dan meletakkan kue tart itu di salah satu meja disana.
“ sadar dong vi., aku kangen banget sama kamu.” kata rio sambil menggenggam lembut tangan sivia.
“ sivia., sadar dong !!”  kata rio, kali ini air matanya sudah meluap keluar.
“ kenapa Tuhan begitu tak adil sama kita.” marah rio pada Tuhan.
“ Viaaaaa….” tangis rio kali ini pecah, Alvin, ify, dan semua sahabat sivia dan rio yang kini ada di Rumah Sakit entah mengapa juga ikut menangis. Mereka seperti merasakan apa yang rio rasakan.

            Perlahan rio merasakan gerakan jari-jemari via dalam dekapan tangannya.
“ viaa..” lirih rio sambil mengusap air matanya.
“ kak rio…” panggil sivia sangat pelan.
“ apa sayang ?? kak rio panggil dokter dulu yaa.” kata rio tapi tangan sivia masih menggenggam erat tangan rio yang membuat rio batal memanggil sang dokter.
“ kak rio, via minta maaf. Vi.. a.. U..dah.. bu..at kak ri..o se..dih.” kata sivia yang mulai terbata-bata.
“ via., diam aja ya. Kak rio panggilkan dokter.” kata rio, air matanya mulai menetes lagi dari matanya.
“ gak.. kak.. vi..a ma..u pa..mit sa..ma kak.. ri..o.. vi..a sa..yang.. banget.. sama.. kak.. ri..o.” kata sivia tersengal, jarinya yang indah ia gerakkan ke arah mata rio, mengusap tetesan air mata yang jatuh dari sana.
“ kamu ngomong apa via.” kata rio lembut sambil mengusap kepala sivia.
“ Vi..a Lo…ve.. Rio Forever.” kata sivia sekuat tenaga, setelah berkata seperti itu yang terdengar hanya hembusan nafas panjang dari sivia.
“ Rio LOVE Via Forever.” balas rio ditelinga sivia, air matanya sudah meluap. Rio hanya berharap sivia dapat mendengar balasan kata-kata terakhirnya.
********
Biarlah Ku Simpan Sampai Nanti Aku Kan Ada Disana
Kenanglah Diriku Dalam Kedamaian
Ingatlah Cintaku Kau Tak Terlihat Lagi
Namun Cintamu Abadi

“ sivia., aku harap kamu bahagia disana.” kata rio sambil memandang langit.
“ semoga bahagia.., RIO LOVE SIVIA FOREVER.” kata rio sambil meneteskan air matanya dan berharap ini air matanya yang terakhir buat sivia karena rio tau sivia paling tak suka pada lelaki cengen.
“ AKU BAKAL KUAT BUAT KAMU SIVIA !!!” teriak rio.

~ TAMAT ~

New People in Her Life


Gadis itu kini masih menangis tersedu-sedu, matanya sudah sangat sembab, orang-orang disekitarnya pun terlihat sama seperti dia. Gadis itu kini terduduk lemah di tanah, memegang nisan sembari mengelusnya perlahan. Air matanya terus menyeruak tanpa henti. Disana terlihat sosok laki-laki yang bingung dengan sikap gadis itu. Tak lama gadis itu pun tak sadarkan diri disana.

********

                Semua yang ada disana sedang berduka cita, orang yang sangat mereka cintai baru saja meninggalkan mereka karena sebuah kecelakan tragis yang tiba-tiba. Gadis tadi berjalan perlahan menuruni tangga, ia mendekat ke keluarga orang yang sedari tadi ia tangisi.

“ Tante, om..” panggil gadis itu pelan, wajahnya terlihat sangat pucat dan acak-acakkan.
“ Sivia..” kaget Bu Ika dan Pak Indra ketika melihat gadis itu sudah disana.
“ Om., tante maafin sivia ya, sivia sudah menyusahkan kalian. Sivia mau pamit pulang.” lirih sivia, sedang Bu Ika berjalan pelan mendekat ke arah Sivia.
“ Kamu sudah gak papa kan sayang ??” tanya Bu Ika sambil mengelus kepala sivia pelan.
“ Jangan sedih lagi, kalau kamu sedih terus menerus Cakka gak akan bisa tenang disana.” Bu Ika mengatakan itu sambil meneteskan air matanya.
“ Tante juga jangan nangis, dulu Kak Cakka pernah bilang ke Sivia kalau dia paling gak suka lihat Tante Ika nangis.” lirih Sivia sambil memeluk erat Bu Ika.

“ Dia siapa yah ??” tanya seorang laki-laki yang ada disana dialah laki-laki yang memandang Sivia bingung ketika di pemakaman tadi.
“ Dia Sivia, dia adalah pacar kakakmu, vin.” jelas Pak Indra.
“ Pacar Kak Cakka ??” tanya Alvin, Pak Indra hanya mengangguk.
                Tak berapa lama Sivia pun pergi meninggalkan rumah orang yang paling ia sayangi tanpa memperhatikan sosok laki-laki yang sangat mirip dengan Cakka, sang kekasih.

“ Vin, kamu mau kan jaga Sivia.” lirih Bu Ika.
“ Mama apa-apaan sih, Alvin kan gak kenal dia. Lagian Alvin juga udah punya pacar.” tolak Alvin tegas.
“ Tapi vin, kakak kamu itu sangat sayang sama Sivia.” kata Bu Ika lagi.
“ Iya, tapi tak ada hubungannya dengan Alvin.” tegas Alvin sambil memandang sang bunda.
“ Lagian pacar Alvin juga bakal pindah ke Indonesia untuk menemani Alvin.” cuek Alvin, sebenarnya Bu Ika dan Pak Indra agak sedih mendengar penuturan Alvin itu karena mereka sudah terlalu sayang kepada Sivia.
“ Ya sudahlah tapi bunda tetap dalam hati bunda tetap ingin kamu jadi pacar Sivia.” kata Bu Ika cukup keras karena Alvin sudah masuk ke kamarnya.
“ Tapi aku gak kenal dia.” batin Alvin.

***********

                Rasa sedih kini masih menyelimuti gadis itu. Sahabat-sahabatnya yang berusaha menghibur pun tak dihiraukannya. Sepulang dari rumah Cakka ia hanya terdiam di tempat atas tempat tidurnya sembari memandang sebuah foto besar yang ada di langit-langit kamarnya. Foto dirinya dan Cakka, foto itu sengaja Cakka pasang sebagai hadiah ulang tahun, selain itu Cakka bermaksud agar Sivia sang kekasih selalu mengingatnya. Disetiap bangun atau akan tidur.

“ Kak Cakka..” lirih sivia, tak terasa bulir-bulir air matanya mulai mengalir lagi dengan derasnya.

                Jujur saja Sivia sama sekali tak pernah menyangka akan ditinggalkan secepat ini oleh kekasihnya. Ia benar-benar tak siap. Ia benar-benar sayang kepada Cakka. Setiap detail hidupnya sudah terisi oleh Cakka walau mereka baru pacaran selama 6 bulan. Tapi mereka sudah sangat saling menyayangi.

*************

                Laki-laki itu baru saja turun. Pakaian sekolahnya sama sekali tak rapi karena ujung-ujung seragamnya keluar dari celana yang ia kenakan. Walau begitu entah kenapa ia terlihat begitu mempesona, dengan gayanya yang cool dan tanpa seulas senyum pun yang terukir. Memang cowok cuek itu menarik.

“ Hai, sayang !! Bagaimana tidurmu ??” tanya Bu Ika.
“ Gak terlalu nyaman. Tadi malam Alvin mimpi ketemu Kak Cakka. Tapi dia diam aja tanpa bicara apa-apa.” jelas Alvin sembari mengingat mimpinya semalam.
“ Mana tatapannya naeh lagi.” lanjut Alvin.
“ Ya sudah, cepat makan nanti terlambat.” nasehat Bu Ika, Alvin hanya menuruti saja karena ia memang setuju dengan ucapan bundanya itu.

***********

                Capek. Mungkin itu yang dirasakan gadis itu. Setiap orang yang bertemu dengannya mengucapkan bela sungkawa bukannya tidak suka tapi jujur saja ia tak mau mendengar kata-kata yang akan membuat kesedihannya melambung tinggi. Rasanya sakit. Rongga dadanya pun masih dipenuhi dengan kesedihan yang mendalam.

*************

                Gadis itu benar-benar terjekut ketika laki-laki yang akan menjadi teman barunya itu memperlihatkan wajahnya. Wajah itu benar-benar mirip dengan wajah sang kekasih.

“ Dia siapa ??” tanya Sivia pada Shilla sahabatnya.
“ Dia murid baru dan dia adik dari Kak Cakka, namanya Alvin.” lirih Shilla karena ia takut akan melukai hati Sivia.
“ Ohh, adik yang sering diceritakan oleh Kak Cakka.” batin Sivia.
“ Darimana kamu tau dia adik Kak Cakka ??” tanya Sivia lagi.
“ Dari gosip yang beredar.” jawab Shilla sambil nyengir.
“ Dasar Miss Gosip.” ejek Sivia.
“ Biarin..” kata Shilla sambil mengedikkan bahunya.

“ Ok, Alvin sekarang kamu duduk disebelah Gabriel.” perintah Bu Guru sambil menunjuk sesosok laki-laki manis yang duduk di bangu di pojok kelas, Alvin pun mulai berjalan ke arah laki-laki itu.
“ Hai.. aku..” kata laki-laki itu terpotong.
“ Gabriel kan.” kata Alvin singkat, Gabriel hanya tersenyum.
“ Yoi, vin.. Boleh aku tanya sesuatu ??” tanya Gabriel.
“ Boleh, mau tanya apa ??” tanya Alvin balik.
“ Kamu aiapanya Kak Cakka ya ??” tanya Gabriel, sebenarnya Alvin sudah bisa menebak apa yang akan ditanyakan Gabriel karena mereka kemarin sempat bertatapan di pemakaman Cakka dan saat mereka bertatapan Alvin sedang dalam kondisi menangis.
“ Aku adiknya Kak Cakka.” Jawab Alvin singkat.
“ Ohhh.. pantass” lirih Gabriel.
“ Gabriel, Alvin ngobrolnya nanti aja.” kata Bu Icha guru fisika mereka. Gabriel dan Alvin pun tak melanjutkan perbincangan mereka.

Tak terasa bel tanda istirahat pertama sudah berdering.

“ Sivia sayang.” Kata seorang cowok sambil mendekati Sivia, cowok itu tak sendiri karena dibelakangnya ada 2 orang temannya yang mengikutinya.
“ Mau apa Kak Sion.” jutek sivia.
“ Biasa aja dong manis !! Lagian sekarang udah gak ada yang jagain kamu.” kata Sion sambil memegang dagu sivia.
“ Hei kakak jangan ganggu Sivia.” kata Gabriel dan Shilla bersamaan.
“ Sok kalian, udah gak usah sok sekarang kan si Cakka itu udah gak ada.” kata-kata Sion itu sukses membuat Alvin yang akan keluar kelas berhenti berjalan.
“ Apaan kakak Sion.” kata Gabriel yang sudah mengepalkan tangannya.
“ Bener kan, cowok brengsek kaya Cakka itu memang pantasnya mati.” Kata Sion dengan keras, Alvin yang sedari tadi mendengar ocehan Sion pun sudah sangat panas dan saat ia akan member pelajaran pada laki-laki itu…

“ PLAAKKKK…”

“ aduh..” rintih Sion yang mendapatkan tamparan telak dari Sivia.
“ Jangan pernah kamu hina Kak Cakka, kamu pikir kamu itu sempurna HAAHHH..” bentak Sivia sambil mendorong Sion.
“ Anak manis jangan marah dong..” kata Sion sambil memegang dagu Sivia.
“ Leapass…” kata Sivia sambil berusaha menepis tangan Sion.
“ Wooii.., lepasin gak.” kali ini Shilla dan Gabriel selaku sahabat Sivia sudah sangat geram dengan perbuatan Sion.
“ Weeittss.., tenang dong.” kata Sion, dua sahabatnya kini malah memegangi Gabriel dan Shilla.

Beberapa orang di kelas sebenarnya ingin menolong Sivia tapi rasa takut menguasai mereka, Sion dan kedua sahabatnya adalah preman sekolah ini lagipula posisi Sion yang juga sebagai kakak kelas membuat mereka lebih tak bisa membantu lagi. Selama ini yang bisa menghentikan Sion hanyalah Cakka. Karena jujur saja Sion itu takut pada Cakka entah dari mana setiap Sion memandang Cakka rasa takut selalu muncul.

                Dan kalau boleh jujur sebenarnya sejak awal masuk sekolah Sion itu sudah tertarik kepada Sivia. Gadis manis yang kini ada dihadapannya.

“ BUUKKKK…” tiba-tiba saja pukulan telak mengenai wajah Sion.
“ Ehh.. kamu siapa ?? Berani sama aku.” bentak sion sambil memegang ujung bibirnya.
“ Aku Cuma gak terima kamu menghina kakak aku, Kak Cakka.” kata Alvin tegas, kali ini nyali Sion ciut lagi, mata Alvin sangat mirip dengan mata Cakka yang dulu sukses membuatnya diam.
“ Sialan..” kata Sion yang langsung meninggalkan kelas Sivia bersama kedua temannya.
“ thanks bro.” kata Gabriel.
“ Makasih vin. Sivia kamu gak apa kan ??” tanya Shilla.
“ Kamu benar-benar mirip dengan Kak Cakka ya.” lirih Sivia dan langsung meninggalkan kelasnya.

Alvin sendiri hanya tertegun baru kali ini ia dibilang mirip dengan Cakka, kakaknya. Selama ini orang-orang disekitarnya hanya membanding-bandingkan dirinya dengan Cakka, apalagi mereka selelu memuju Cakka dan hal itu pula yang dulu membuat Alvin memilih meninggalkan Indonesia. Tapi entah kenapa kata-kata Sivia tadi mulai menumbuhkan sedikit ketertarikan dalam dirinya terhadap gadis itu.

*************

                Sejak saat itu Alvin mulai dekat dengan Sivia, Shilla, dan Gabriel. Sion pun kini sudah tak mengganggu Sivia lagi. Tapi jujur Alvin kadang masih merasa canggung bila didekat Sivia. Setiap kali dia melihat Sivia ia selalu ingat bahwa Sivia dulu adalah kesayangan Cakka begitu pula sebaiknya.Tapi masalah mulai muncul saat pacar Alvin yang bernama Oik mulai datang.

Setiap hari disekolah kerjaannya hanya mengikuti Alvin kemana saja ia pergi. Setiap Alvin ingin berbicara dengan Sivia pun selalu diganggu. Shilla dan Gabriel hanya geleng-geleng melihat tingkah mereka bertiga. Sivia yang tetap cuek pada Alvin walau sebenarnya tak ada yang tau tentang hati Sivia, Alvin yang terihat mulai menyukai Sivia, dan Oik yang selalu menempel Alvin kemana pun Alvin pergi. Toh memang Oik adalah pacar Alvin.

“ Heii, Sivia !! Jangan ganggu pacar Oik dong.” Protes Oik pada suatu hari, Alvin, Shilla, dan Gabriel yang mendengarnya hanya terbelalak.
“ Siapa juga yang ganggu pacar kamu.” kata Sivia dingin sembari meneruskan makan semangkok baksonya.
“ Bener kamu gak ganggu pacar Oik.” kata Oik, yang lain hanya diam mendengarkan.
“ Gak tuh tapi kalau dia yang suka atau ganggu aku gimana ??” tanya Sivia polos, hal itu sukses membuat Alvin malu, apakah semudah itu perasaannya ditebak.
“ Vin, muka kamu kok merah ??” tanya Sivia polos.
“ Kamu demam ya ??” tanya Sivia sambil meletakkan punggung tangannya di kening Alvin.
“ Atau jangan-jangan kamu suka sama aku.” Lanjut Sivia
“ Gak mungkin lah. Alvin sukanya kan sama cewek cantik.” kata Oik sambil mengibaskan rambutnya, Gabriel dan Shilla yang melihat itu hanya geleng-geleng sambil menahan tertawa.
“ Emang aku gak cantik ya ??” tanya Sivia pada siapapun yang mau menjawab.
“ Kamu itu gak cantik Via tapi manis.” puji Shilla, Alvin, dan Gabriel.
“ Ehh.. Oik tau gak. Kalau orang cantik itu ngebosenin kalau dipandang beda kalau sama orang manis yang gak bakal ngebosenin dipandang.” Oik kalah telak dengan perkataan Sivia barusan.

*************

                Berkali-kali Alvin mencoba putus dengan Oik. Setiap Alvin ingin bertemu dan meminta putus Oik selalu menggunakan ide-ide briliannya agar tak bertemu. Entah pura-pura sakit, pergi, ataupun ke salon. Jadilah mereka tidak putus-putus. Sebenarnya Oik itu tidak jahat mungkin ia hanya terlalu sayang kepada Alvin. Dan satu-satunya alasan kenapa Alvin ingin putus dari Oik karena Alvin sadar kalau ia sudah terlanjur sayang kepada Sivia. Gadis yang dulu mengisi ruang hati sang kakak.

*************

                Gadis itu kini tengah berdiri di sebelah makam laki-laki yang dulu ia sayangi. Kenapa dulu ?? Itu karena perlahan gadis ini telah sadar bahwa hatinya mulai tertarik dan dimiliki oleh sang adik dari laki-laki di makam itu.

“ Maaf kalau aku menyayangi adikmu.” lirih Sivia sembari menatap makan Cakka.
“ Kak Cakka asal kakak tau walau sekarang via sadar kalau via menyukai Alvin tapi kakak akan tetap menempati ruang spesial di hati via. Dan kakak mungkin takkan kesepian lagi karena kakak akan ditemani oleh Alvin di hatiku.” kata Sivia sambil menyentuh dadanya.
“ Kakak akan selalu dihatiku.” kata Sivia sambil mencium nisan Cakka.
“ karena kakak adalah yang pertama mengajariku soal cinta dan kasih sayang.” lanjut Sivia sambil menaburkan bungan dan menyiramkan air ke makam Cakka.


“ Siviiaaa…” panggil Alvin yang sedang berjalan pelan ke arah Sivia..


“ Kenapa kamu ada disini ??” tanya Sivia.
“ Aku mencarimu dan aku ingin memberi taukan satu hal.” kata Alvin kini ia duduk disebelah sivia, disebelah makam Cakka.
“ Apa ??” tanya Sivia.
“ Aku akan kembali ke Jerman.” kata Alvin, jujur saja ia ingin Sivia mencegahnya pergi tapi yang ia dapatkan hanya sebuah senyuman dan kata-kata yang sukses merontokkan semua keinginannya.
“ Kalau itu yang terbaik, kembalilah kesana, aku akan selalu mendukungmu.” kata Sivia sambil berdiri, sesekali ia mengibaskan rok abu-abu panjangnya karena terkena tanah. Walau pun jujur Sivia mengatakan semua itu hanya dengan otaknya bukan hatinya.
“ Bukan itu yang aku harapkan.” lirih Alvin.
“ Lalu ??” tanya Sivia.
“ Sudahlah, aku lupa kalau kamu terlalu menyayangi kakakku. Dan aku lupa kalau sama sekali tak ada aku dihatimu.” kata Alvin yang segera pergi meninggalkan Sivia.
“ Kamu salah vin, sekarang kamu lah yang mengisi relung hatiku.” lirih Sivia saat Alvin telah pergi meninggalkannya.
“ Kak Cakka, aku gak tau harus bagaimana lagi.” Kata Sivia kali ini pandangannya mulai kabur karena tertutupi air mata yang mulai menggenangi matanya.

*********

“ Jaga diri kalian berdua.” pesan Gabriel pada Alvin dan Oik.
“ Hati-hati disana ya sayang.” pesan Bu Ika pada Alvin.
“ take care.. Aku pasti kangen, apalagi centilnya kamu.” kali ini shilla yang berkata sambil memeluk Oik.
“ Aku juga.” balas Oik.
“ Jangan lupakan aku ya.” kata Sivia sambil tersenyum manis. Tapi entah kenapa air matanya turun perlahan.
“ Ehhh…” kaget yang lain.
“ Maaf, aku gak tau kenapa aku menangis.” kata Sivia sambil menyeka air matanya. Disekanya terus menerus pun air matanya itu tak mau habis. Ia malah terus menangis malah semakin lama semakin ditambah oleh isakan darinya.
“ Sivia..” lirih Alvin yang langsung memeluk Sivia. Mau tak mau Sivia pun menangis dalam pelukan Alvin.
“ Kenapa kamu menangis ??” tanya Alvin sambil mengusap air mata sivia.
“ Aku tak tau, padahal aku rela kamu pergi.” jawab Sivia.
“ Apakah kamu tau arti kata rela ?? Tapi jika kamu menangis itu berarti kamu tak rela aku pergi.” kata Alvin lagi sambil memandang mata indah milik Sivia.
“ Aku tak tau., tapi vin kemarin saat kamu bertemu aku di makam Cakka. Saat itu aku sedang bercerita kepada Cakka, aku bilang kalau aku mulai menyayangimu. Tapi kamu malah bilang kalau kamu akan meninggalkanku.” kata Sivia pelan, yang lain hanya tertegun mendengar ucapan sivia itu.
“ Dasar bodoh kenapa baru bilang. Aku juga sayang kamu !!” kata Alvin lalu memeluk Sivia lagi.
“ Sudah dong mesranya, ya udah Oik ngalah nih. Oik balik sendiri ke Jerman. Bye semua.” pamit Oik yang lalu meninggalkan semuanya.
“ Kamu gak jadi berangkat ??” tanya Sivia.
“ Gak karena cintaku ada disini.” kata Alvin sambil mencium kening Sivia.
“ Ciiieee…” sorak yang ada disana.


“ Terima kasih Kak Cakka karena kau telah mempertemukan kami.” batin Alvin.
“ Terima kasih Kak Cakka untuk semua waktu yang kau berikan untukku dan sekarang kaua takkan kesepian lagi dihatiku karena ada Alvin yang akan menemanimu.” batin Sivia.



~ TAMAT ~





Senin, 08 Agustus 2011

Lihat Lebih Dekat Part 4


Lihat Lebih Dekat Part 4
~ Bangau Kertas Itu ~

Tuhan punya jalan,
Tuhan punya cara,
Dan percayalah pada Tuhanmu masing-masing..
Tuhan kan selalu berikan yang terbaik..
Terbaik untuk kita…

                Sejak kejadian semalam ‘tragedi antar orang tuanya’ Sivia menjadi malas berbicara. Memang dia tipe orang yang jarang berbicara tapi kali ini diam yang Sivia tunjukkan sangat berbeda. Diamnya adalah diam dengan segala pikiran dihati maupun otaknya. Tanpa ada kata tanya ada apa atau kenapa, Ify dan Gabriel pun langsung tau apa yang sedang dialami sahabatnya itu. Sejanak ini mereka takkan berusaha mengusik Sivia.

                Sivia sedari tadi hanya diam tanpa memperhatikan penjelasan guru Bahasa Inggrisnya sama sekali. Pikirannya kemana-mana, ia sama sekali tak bisa konsentrasi. Ketika bel tanda pergantian pelajaran berbunyi, Sivia dengan tergesa-gesanya keluar dari kelas. Murid yang lain hanya memandang heran, apalagi Alvin. Rasa penasarannya semakin besar terhadap gadis itu. Sedang ify dan Gabriel hanya saling melemparkan tatapan penuh makna.

                Disana, di taman yang sepi, jelas saja sepi karena semua murid sedang terlibat dalam proses belajar mengajar yang memang belum diberi jeda istirahat. Terlihat seorang gadis yang sedang menerawang ke luasnya langit biru. Matanya yang bening kini penuh dengan kristal-kristal yang mengambang tepat di pelupuk matanya. Sedari tadi yang ia lakukan hanya menatap langit dan memikirkan segala hal buruk yang mungkin terjadi ke depannya nanti.

“ Jangan simpan semua bebanmu sendiri.” Seorang laki-laki dan perempuan kini berada tepat di depannya.
“ Kami selalu ada untukmu.” ungkap mereka lagi.

                Sivia mendongakkan kepalanya, menatap ke arah dua sahabatnya yang kini berada tepat di depannya. Tatapannya begitu nanar, kristal bening yang sedari tadi mengambang di pelupuk matanya akhirnya tumpah tak terkira, membuat aliran sungai kecil di kedua bagian pipinya. Dua orang yang semula hanya berdiri dihadapannya kini tengah memeluknya hangat. Pelukan seorang sahabat ‘Mungkin’.


“ Jangan nangis lagi yaa..” Gabriel sang sahabat memeluk sembari mengusap kepala Sivia, sedang Ify hanya mengangguk dan mengeratkan pelukannya pada Sivia. Jujur saja hatinya ikut terasa sakit dan pilu dikala melihat sahabatnya seperti ini. Tak jauh beda dari dirinya.


                Sivia mendongakkan kepalanya, lalu melepas pelukan kedua sahabatnya.


“ Memang mereka terbiasa bertengkar setiap waktunya tapi aku tak pernah terbiasa melihat semua itu !!” Sivia berkata demikian sambil menatap nanar ke arah langit.
“ Kami akan selalu ada untukmu.” Gabriel dan Ify tersenyum sembari berkata seperti itu.
“ Selalu..”
“ Percayalah.”
“ Ayo, kita lakukan seperti biasa.” Gabriel menampakkan sesuatu dari salah satu bagian tangannya. Sivia dan Ify yang melihat apa yang dibawa Gabriel hanya tersenyum tipis.

                Mereka mulai melakukan sesuatu pada barang yang dibawa Gabriel. Hanya butuh sekitar 5 menit, mereka tersenyum senang. Dan yang ada di tangan mereka adalah bangau-bangau kertas yang begitu indah. Setiap bangau mereka tulisi inisial nama mereka dan dalam setiap lipatannya mereka sisipkan keinginan-keinginan kecil mereka. Dan berharap itu akan terwujud, memang terlalu childish tapi itu yang akan mereka lakukan setiap kali mereka mendapat masalah.

                Tapi itu semua tak berarti mereka tak percaya pada tangan Tuhannya. Mereka tetap yakin Tuhan punya jalan sendiri untuk mereka. Tuhan punya cara. Walau begitu, tak salah pula jika mengucapkan sebuah keinginan kecil.

                Mereka kini tengah berjalan beriringan meninggalkan taman itu. Saat mereka benar-benar hilang dari taman itu, seorang  laki-laki berjalan mendekat ke arah bangku yang tadi mereka duduki bersama. Tangannya terulur ke arah salah satu bangau disana. Bangu kertas yang cantik. Itu adalah bangau kertas berwarna biru cerah dengan inisial S di dua bagian sayapnya.

“ Sungguh aku tak mengerti dengan apa yang ada di hatimu.”  Laki-laki itu terdiam sambil berjalan menjauhi taman, walau begitu ia tetap membawa bangau biru tersebut.
“ Walau begitu aku lebih tak mengerti dengan apa yang terjadi pada hatiku.” Ungkapnya dalam hati sambil memegang dadanya.


><><><><><><><><><>< 


“ Ahhhhh…, sorry !!!” ucap gadis itu karena secara tak sengaja ia menumpahkan cola dingin yang ia bawa ke arah kemeja sekolah berwana putih yang dipakai laki-laki yang baru saja ia tabrak itu.
“ Gak apa-apa kok. Tenang saja.” Dengan tenangnya laki-laki itu membersihkan kemejanya dengan tisu yang diberikan gadis tadi tak lupa ia kembangkan senyum manisnya.
“ Sekali lagi maaf ya ketua OSIS.” Kata gadis itu dengan malu-malu, mungkin karena sang ketua OSIS telah memberikan senyuman yang memang sangat menawan.
“ Jangan terlalu kaku, lagian kita tadi pagi sudah berkenalan. Benarkan, Zahra ?” Gabriel berkata demikian sembari mengembangkan senyumnya lagi.
“ Ternyata kamu masih ingat dengan aku.” kata Zahra malu-malu.
“ Mana mungkin aku lupa dengan gadis secantik kamu.” canda Gabriel yang sukses membuat muka Zahra menjadi merah.


“ Gab..” panggil Sivia sambil berjalan melewati Gabriel dan Zahra.
“ Aku kesana dulu yaa.” pamit Gabriel sambil berjalan mensejajari Sivia.
“ Dasar cewek aneh, mana ganggu lagi.” umpat Zahra walau hanya dalam hatinya.


><><><><><>><>< 


“ Alvin dari mana kau ?” tanya Shilla yang baru saja bertemu dengan Alvin di dalam kelas.
“ Hanya berjalan-jalan mencari udara segar.” jawab Alvin santai.
“ Dimana Zahra dan Cakka ?” tanya Alvin ketika ia tak melihat kedua sahabatnya yang lain.
“ Ke kantin, aku tadi balik kesini karena lupa tak membawa dompet.” terang Shilla.
“ Ohhh…”
“ Itu bangau kertas buatan siapa ?” tanya Shilla saat melihat Alvin membawa bangau kertas yang ia ambil tadi.
“ Ohh.., bukan buatan siapa-siapa kok.” Jujur dalam hati Alvin sangat gugup mengatakan ini semua, tapi pada akhirnya ia berhasil mengatasi rasa gugupnya.
“ Ohhh..” Shilla memandang bangau itu sejenak saat matanya berhenti pada kedua belah sayap bangau tersebut .


“ S” batin Shilla bingung.

><><><><><><><>< 


                Saat ketiga sahabat itu sedang asyik makan, mereka diusik oleh kedatangan 2 orang yang sangat mereka tau atau lebih tepatnya baru mereka tau.

“ Boleh gabung ?” pinta sang gadis, laki-laki yang disebelahnya hanya mengangguk. Dua orang gadis disana sama sekali tak menjawab permintaan sang gadis tapi lelaki manis itu hanya mengangguk dan tersenyum.
“ Tumben gak dapat tempat, biasanya aja ngusir orang seenaknya.” Ify mencela mereka berdua yang baru saja duduk. Mereka berdua hanya saling pandang dicela seperti itu.
“ Kan sang Bos gak ada.” Dengan dinginnya Sivia berkata demikian. Sedang kedua orang tadi hanya merutuki perkataan kedua gadis itu. Tapi itu semua memang benar, mereka terlalu tak berdaya jika tak ada ‘Bos’ yang dimaksudkan. Bukan tak berdaya tapi tak mau berbuat semena-mena.


“ Husss…” Gabriel mulai memperingatkan kedua sahabatnya.


                Kedua orang itu berjalan dengan tenangnya. Mereka bahkan tak menyadari terjadi kasak-kusuk disekitarnya. Bukan karena mereka berjalan berdua dengan mesra ataupun cocok tapi yang mereka perhatikan adalah benda kecil yang ada di tangan sang lelaki. Masa The Trouble Maker SMA Swasta Higashi membawa benda lucu seperti itu. Tidak Pantas !!

“ Kenapa kalian duduk disini ?” Laki-laki itu bertanya dengan gayanya yang cool.
“ Gak ada tempat tersisa.” balas laki-laki yang sedang menikmati semangkok bakso lezat miliknya.
“ ohhh…” sambil duduk laki-laki dan perempuan yang baru datang tadi berbincang dengan kedua sahabatnya.

“ berisik.” Kalimat itu meluncur saja dengan bebas dari mulut Sivia dan Ify, Gabriel sendiri hanya menepuk jidatnya. Ke empat sahabat yang mendapat sindiran itu hanya mendelik menatap kedua orang yang mengucapkan kata yang bagi mereka sangat tidak sopan.
“ Apa kalian bilang ?” salah satu gadis disana mulai mengeluarkan suara dengan nada yang cukup tinggi.
“ Be-ri-sik.” Sivia dan Ify malah mengejakan kata tadi, hal itu sukses membuat gadis itu naik pitam.
“ hehh., dasar Putri Es diem aja deh kamu !! Dan kamu, dasar cewek aneh !! Tolol !!” gadis itu malah balik mengejek Sivia dan Ify.
“ Zahra sabar yaa…” kali ini gadis yang satunya mencoba menenangkan.
“ Gak ada kata sabar buat cewek macam mereka, Shil !!” kata Zahra tegas sambil menunjuk ke arah Ify dan Sivia, yang ditunjuk hanya calm down saja.

                Sedangkan para cowok di meja itu terus saja makan. Mereka sama sekali tak mempedulikan gadis-gadis yang adu mulut di depannya. Toh mereka akan berhenti jika mereka sudah merasa lelah. Memang benar, tak berapa lama mereka berhenti berdebat. Sebenarnya tak ada yang berdebat, karena cuma Zahra yang mengeluarkan suaranya. Kemudian salah satu dari gadis-gadis itu memandang sebuah benda yang terletak tepat dihadapan seorang laki-laki.

“ Kenapa kamu ambil bangau buatanku.” Perkataan telak itu membuat laki-laki yang tadinya santai makan menjadi tersedak.


“ Uhhuukkk…uhhuuukk….”


“ Kau ingin membunuhku.” Umpat laki-laki itu sambil mengelap mulutnya dengan tisu.
“ Jangan alihkan pembicaraan, kau belum menjawab pertanyaanku, Alvin Adhika Karisma.” Sivia mulai bersikap dingin dan angkuh lagi.
 “ Ohh.., itu bangau buatanmu.” Dengan gayanya yang sok cool walau sebenarnya ia takut ketahuan mengambil bangau itu diam-diam.
 Ku kira sampah..”
“ Jaga mulutmu !!” Semua siswa mulai memandang meja itu.
“ Kalau tak tau apa-apa diam lah !! Stupid !!” Sivia berlari meninggalkan meja itu, tapi semua orang disana masih dapat melihat jelas Kristal-kristal bening yang mengambang di pelupuk mata gadis itu.

“ Dasar Tolol !!” umpat Ify dan segera menarik Gabriel pergi dari meja itu.

                Sedangkan ke empat sahabat itu hanya diam dan terpaku. Alvin sendiri masih terlalu syok melihat kristal yang menggenang dipelupuk mata tadi. Dan itu karenanya !!

><><><><><><><><>< 

                Gadis itu duduk disana sambil memeluk erat laki-laki berwajah manis. Terdengar isakan kecil dari gadis itu, sedangkan sang lelaki hanya mengusap-usap perlahan punggung gadis itu. Berusaha menenangkannya. Ia tak tau apa-apa, tiba-tiba saja gadis ini menabraknya di koridor dekat kantin sambil menangis kecil.

                Isakan itu kini sudah tak lagi terdengar tapi berganti dengan cengkraman erat dari tangan gadis itu. Laki-laki yang memang sudah berpikir apa yang bisa terjadi jika gadis ini terus-menerus seperti ini, segera ia mengambil sesuatu dari saku rok gadis itu.

                Diambilnya sebuah botol kecil, di dalamnya terdapat butir-butir obat yang mempunyai warna dan bentuk yang sama. Perlahan ia mengambil sebutir obat dari sana, meraih air mineral yang tadi ia bawa lalu melepas perlahan pelukan gadis itu.

                Wajahnya pucat, segera laki-laki itu memasukkan obat itu ke mulut sang gadis, setelahnya baru ia minumkan air mineral yang ia bawa. Selesai itu, segera ia gendong gadis itu menuju ke salah satu mobil yang terpakir di tempat parkir SMA Swasta Higashi. Ia tak peduli dengan tatapan beberapa siswa yang memandang penuh kebingungan ketika melihat siapa yang ia gendong. Kemudian ia melajukan mobil itu membelah padatnya arus lalu lintas.

**********


*** cerita ini just for fun ***
*** Kasih komentar bisa lewat fb m3i_poe3@yahoo.com atau twitter @memei_mei ***
*** terima kasih udah mau baca ***



_mei_









Kamis, 28 Juli 2011

Lihat Lebih Dekat Part 3

Lihat Lebih Dekat Part 3
~ Sivia Imelda Puri., apa yang kau sembunyikan ~

                Sekarang yang ada dipikiran seorang Alvin Adhika Karisma hanyalah Sivia Imelda Puri seorang. Bukan karena ia mencintainya atau sejenisnya tapi karena rasa penasaran yang begitu besar pada gadis itu. Alvin sangat tau adiknya Acha takkan mungkin berbohong tapi ia juga sangat tau sikap Sivia selama ini. Sikap yang begitu dingin dan sangat tidak bersahabat.

“ Sivia Imelda Puri, apa yang kau sembunyikan.” Alvin terus berpikir tapi sama sekali ia tak menemukan titik terang, ia pun akhirnya tertidur dengan lelapnya.

                Hari ini adalah hari Minggu yang cerah. Semula hari ini akan menjadi hari yang baik bagi Alvin karena hari ini ia berencana pergi bersama ketiga sahabatnya. Tapi semua rencananya itu gagal saat adik kesayangannya merengek-rengek untuk ditemani ke taman karena janji dengan sang guru melukis. Tapi mau bagaimana lagi ia takkan mungkin menolak permintaan adik kecilnya itu. Walau dengan begitu ia akan bertemu dengan sang Putri Es.

                Mobil yang ia kendarai mulai melaju dipadatnya kota Jakarta. Kira-kira butuh sekitar 20 menit untuk sampai ke taman yang dimaksud. Disana sudah terlihat seorang gadis manis yang tengah duduk didepan sebuah kanvas yang masih putih bersih. Kali ini dia lebih terlihat cantik dan manis dengan pakaian casual yang ia kenakan.

“ Kak Sivia…”

Acha terlihat begitu bersemangat memanggil gadis itu, gadis yang selama beberapa hari terakhir ini telah menjadi musuhnya. Gadis yang membuat tidurnya semalam sangat tidak nyenyak. Rasanya cukup heran memnadang gadis itu tersenyum. Apa ?? Sekali lagi ?? Sivia tersenyum !! Tersenyum. Alvin mengedipkan matanya beberapa untuk kembali menatap Sivia, memastikan apa yang ia lihat. Tapi benar !!! Sivia tersenyum !! Omaigott.. Sivia tersenyum.. Dan yang mengherankan senyumnya benar-benar menawan. Senyum yang dulu sempat ia lihat untuk seorang laki-laki di kantin sekolahnya. Senyum tulus yang sangat manis. Dan yang lebih parahnya, senyum yang bisa membuat dirinya tak berhenti memujanya.

“ Kak Alvin jangan diam aja, kemari !!” Acha memanggil Alvin yang terdiam sembari memandang senyum Sivia yang mungkin sangat langka ia pertontonkan di sekolah. Sayang sekali ketika Sivia melihat Alvin ada disana, senyumnya itu langsung memudar dan berubah menjadi raut wajah sinis. Alvin sendiri hanya tersenyum geli melihat perubahan ekspresi Sivia.

                Alvin sesekali memperhatikan Sivia yang sedang mengajari Acha melukis, sebenarnya bukan Acha yang ia perhatikan tapi Sivia. Dan ia sendiri tak tau kenapa ia terus memperhatikan Sivia. Sesekali ia mengabadikan momen-momen berharga itu dengan SLR yang ia bawa. Momen saat Sivia dan Acha tersenyum tapi entah kenapa yang paling banyak ia abadikan adalah foto saat Sivia tersenyum. Senyum yang tak pernah gadis itu tunjukkan selama ini. Alvin sendiri pun tak tau kenapa setiap ia melihat senyum itu, seperti ada yang menggelitiki perutnya. Ada rasa membuncah di dadanya.

“ Manis..” hanya kata-kata itu yang dapat terucap dari mulut Alvin ketika senyum Sivia terlukis tipis dibibirnya.

                Tak lama Sivia pun berhenti melukis dan memilih berjalan-jalan ke sekitar taman. Acha sendiri masih asyik dengan lukisannya sementara Alvin malah tertidur di bangku taman.

“ Jangan tidur disini.” Selain suara itu yang Alvin dapati adalah kaleng Cola dingin yang menempel di dahinya. Alvin pun mendongakkan kepalanya untuk memandang siapa yang memberikan minuman itu. Pandangan matanya jatuh tepat pada Sivia yang kini berada didepannya. Hanya yang ia sayangkan Sivia sama sekali tak memandangnya. Pandangan Sivia tetap lurus ke depan.

“ Kak Sivia, bagaimana lukisan Acha ??” Acha yang berteriak senang sambil melambai-lambaikan tangannya. Sivia pun berjalan mendekat ke arah Acha.
“ Lukisanmu sudah jauh lebih bagus.” Sivia memuji lukisan Acha dengan sepenuh hatinya.
“ Makasih kakak, ini semua juga berkat latihan dari kakak.” Acha berkata seperti itu sambil memamerkan deretan giginya yang putih dan rapi.
“ Kak Sivia, Acha boleh melihat lukisan kakak..” Acha sudah memintanya dengan wajah yang sangat memelas, Sivia hanya membalas dengan senyum serta anggukan. Acha pun bersorak riang. Didorong rasa penasaran, Alvin pun ikut melihat hasil lukisan Sivia.

                Lukisannya benar-benar indah. Seperti hidup. Lukisan yang sebenarnya cukup simple itu begitu menarik perhatian Alvin, Alvin pun sampai memotret lukisan hasil karya Sivia. Entah untuk apa.

“ It’s very beautiful.” Puji tulus dari Alvin, Sivia yang mendengar hanya mendelik sebentar lalu kembali menatap Acha yang masih terkagum-kagum pada lukisannya.


“ Alvinn….” Panggil beberapa orang yang secara tidak sengaja lewat disana. Sedangkan Alvin sendiri pun cukup kaget.


><><><><><><><><><><>< 

“ Oh jadi dia guru lukis adikmu.” Cakka berkata demikian sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.
“ Mungkin kalian memang jodoh ya..” Zahra mengatakan hal itu dengan santainya, ia sama sekali tak menyadari perubahan wajah salah satu sahabatnya, Shilla.
“ Hmmm… Idon’t know and I don’t care.” Alvin berkata seperti itu dengan tenangnya tanpa menyadari ada perubahan dalam hatinya.

><><><><><><><><><><><><>< 

“ Jodoh ya !!”
“ Aku hanya bisa berdoa., semoga mereka bukan jodoh.”
“ Karena jika mereka jodoh aku takkan tau apa yang akan terjadi pada hatiku.” Sambil berkata dalam hatinya, Shilla itu terus menerus menatap wajah tampan Alvin.

><><><><><><><><><><><>< 

“ mungkin memang tak lagi ada kesempatan untukku mendapatkan hatimu.”
“ tapi aku sadar, aku terlalu mencintaimu.”
“ yang ku inginkan sekarang adalah…, agar kau tak terluka.” Laki-laki itu menatap sendu wajah cantik gadis di dekatnya.

><><><><><><><><><><><><>< 

Berjuta perasaan tumbuh diantara mereka
Sejujurnya agak tak wajar jika tak ada perasaan yang tumbuh diantara mereka
Toh mereka sudah bersama dalam jangka waktu lama
Cinta pada pandangan pertama, aku tak percaya
Yang aku yakini..,
Cinta itu ada karena terbiasa

“ Siviaa…” Alvin memandang Sivia hanya untuk menanyakan suatu hal. Tapi tanpa ada rasa peduli Sivia tetap melenggang dengan nyamannya.
“ Aku benar-benar tak tau isi hatinya.” Alvin hanya dapat mengatakan itu dalam pikirannya, rasanya sulit mengungkapkannya.
“ Hei aku memanggil kamu !!” Alvin bebas berteriak tanpa mempedulikan pandangan bingung para siswa-siswi disekitarnya.
“ Kemana Sivia yang ramah.” Teriakan Alvin itu jelas-jelas mengundang perhatian siswa-siswi disekitarnya.
“ Apa Sivia ramah ?”
“ Tak mungkin diakan Putri Es.”
“ Alvin salah orang kali.”
“ Dasar, mana mungkin seorang Putri Es menjelma menjadi Putri Ramah.”
“ Mana mungkin gadis itu ramah, it’s very imposible.” Kasak-kusuk pun terjadi diantara murid-murid yang mendengar teriakan Alvin.
“ Kamu dengar sendiri kan..”Sivia berkata sebentar lalu meninggalkan Alvin. Alvin hanya dapat mengumpat kecil.

 ><><><><><><><><><><><

“ Sivia, sedekat apa kamu sama Alvin ?” Gabriel bertanya langsung pada Sivia saat dia, Sivia, dan Ify sedang makan malam bersama di sebuah cafĂ© yang cukup unik.
“ Aku dan Alvin ??” Sivia bertanya dengan tatapan bingung.
“ Iya, tadi aku dengar Alvin bilang kalau kamu ramah.” Ify ikut menyambung sambil memakan-makanan yang ia pesan.
“ Ohh.., tidak. Aku hanya guru melukis adiknya.” Sivia berkata seperti itu dengan santainya.
“ What…” Gabriel spontan berteriak, teriakan yang sukses membuat makanan yang akan Ify telan salah masuk ke rongga pernafasan, dan alhasil Ify pun tersedak.
“ Uhuuukk… Uhhhuukkk…”
“ Gab, kamu jahat sama aku.” Dengan sedikit mata basah dan tangan yang masih memegangi dada, ify berkata demikian.
“ Maaf, Fy. Lagian kita kan lagi bicara, kamu malah enak-enak makan.” Gabriel berkata seperti itu sambil terkekeh sedang Sivia sudah tertawa keras. Catat ‘Tertawa Keras’.
“ Buset, Vi. Tega banget kamu sama aku.” Ify berkata demikian sambil manyun.
“ Hahahaha…” Gabriel dan Sivia pun malah tertawa melihat ekspresi Ify.
“Jadi Acha itu adik Alvin.” Gabriel berkata lagi, setelah berhasil menghentikan tawanya.
“ What..” Kali ini Ify yang kaget.
“ Lola..” hanya kata-kata itu yang terlontar dari mulut Sivia dan Gabriel sebagai respon kekagetan Ify, sedang Ify hanya dapat mencibir keduanya.
“ Tapi sifat mereka begitu berbeda.” Kata Gabriel yang diikuti anggukan Ify.
“ But it’s the fact.”

><><><><><><><><><>< 

                Sivia kini sudah tiba di rumahnya, mobil Gabriel yang mengantarya pun sudah melaju dan pergi menuju rumah Ify. Sivia terlihat sangat ceria, memang hari-harinya terasa indah jika ia bersama kedua sahabatnya. Karena menurutnya hanya kedua sahabatnya dan kakaknya yang sangat mengerti dirinya. Apabila ia sedang bad mood tak pernah ada kata tanya ‘kenapa’ yang terlontar dari mulut mereka bertiga. Yah., karena mereka sudah saling mengerti.

                Tapi kebahagiaan itu terasa begitu singkat saat ia tiba di dalam rumah. Terlihat jelas, di ruang keluarga kedua orang tuanya asyik bertengkar. Kakaknya sendiri hanya duduk di depan televisi tanpa mempedulikan pertengkaran orang tuanya.

“ Bertengkar aja terus.” Sivia dengan sinis berkata demikian lalu segera naik ke kamarnya.

“ Itu dia anakmu !!”
“ Bukankah sikapnya lebih mirip dengan sikapmu.”

                Rio yang tau adiknya pasti sekarang sedang sangat sedih pun memutuskan untuk pergi ke kamar adiknya.

“ Tuan Fred dan Nyonya Melda, saya mohon ijin pergi ke kamar.” Kata-kata Rio yang sangat ‘sopan’ sukses membuat ke dua orang tuanya bungkam.

><><><><><><><><>< 

“ Sayang, jangan sedih.” Rio kini telah mengelus kepala Sivia.
“ Kakak..” Sivia membalikkan tubuhnya yang terkelungkup tadi, menatap dalam mata Rio, dan memeluk kakaknya dengan erat.
“ Huaaaa….” Sivia hanya dapat menangis hebat di dada Rio. Rio tau adiknya berpura-pura dingin hanya untuk menutupi segala ketakutan dan kegelisahan dalam hatinya.

><><><><><><><><>< 

“ BRUUKKKKK…”

                Hari yang begitu cerah mereka awali dengan wajah tanpa senyuman. Hanya ada tatapan sinis dari orang-orang yang tadi bertabrakan. Ini sangat berbeda dengan wajah orang-orang yang ada disekitar mereka. Walaupun ada yang memang datar tapi lebih banyak yang mengembangkan senyum mereka.

“ Sini..” Laki-laki yang tadi jatuh bersama gadis itu mengulurkan tangannya untuk membantu gadis itu berdiri.
“ Gak usah.” Gadis itu hanya menepis tangan laki-laki itu sambil berdiri.
“ Kalian teman Sivia juga.” Rio berkata demikian dengan semangat, sedangkan Sivia sudah memelototi Rio dengan mata besarnya yang indah.
“ Emm..” Cakka hanya dapat menggaruk kepalanya.
“ Bukan, aku musuhnya.” Dengan santai Alvin berkata itu sambil memandang Rio, dia kan laki-laki yang dulu membuat Sivia tersenyum.
“ Wooww..” Rio hanya terkejut dan kemudian tersenyum kecil.
“ Kalau gitu perkenalkan aku Mario Praditya Putra, kalian boleh panggil aku Kak Rio.”
“ Kenapa aku harus panggil kamu dengan sebutan kak.” Alvin berkata sinis, sahabatnya hanya dapat menepuk jidat sedang rio hanya terkekeh kecil.
“ Karena aku adalah kakak kelasmu sekaligus kakak dari musuhmu.” Rio berkata demikian sambil merangkul pundak Sivia, Alvin hanya terbelalak, sedang Sivia mencibir sang kakak.
“ Kalian begitu berbeda, ternyata Sang Putri Es punya kakak yang begitu ramah.” Alvin berkata demikian sambil menyembunyikan rasa malunya.
“ Kalau begitu boleh aku berkenalan dengan kamu, musuh Sivia dan kalian sahabat musuh Sivia.” Rio berkata demikian sambil tersenyum bijaksana, senyum yang sukses membuat mereka mengangguk.
“ Alvin.” Raut wajahnya tetap datar.
“ Shilla.” Kali ini Shilla mengembangkan senyum yang menawan.
“ Cakka.” Dengan gayanya yang cool dan senyum manisnya.
“ Zahra.” Tetap dengan gayanya yang centil, namun tetap terlihat cantik dan anggun.
“ Boleh kalian memperkenalkan diri.” Zahra meminta sambil memandang seseorang disana.
“ Hahaha.. ayo kalian juga perkenalkan diri kalian.” kata rio bijaksana.
“ Kamu dulu Fy.” Rio berkata sambil menyenggol bahu Ify, Ify hanya tersenyum kecil, senyum yang selama ini jarang ia perlihatkan ketika di sekolah. Senyum yang cukup membuat Shilla, Alvin, Cakka, dan Zahra terkejut.
“ Ternyata bisa tersenyum juga.” batin mereka.
“ Aku Alyssa panggil Ify.” Dengan raut wajah yang datar Ify memperkenalkan dirinya, wajah yang sangat berbeda dari saat ia tersenyum tadi.
“ Aneh..” cibiran itu terlontar saja dari bibir Zahra, Ify hanya dapat memandang Zahra sinis.
“ Aku Gabriel, kalian pasti tau.” Gabriel berkata demikian sambil memamerkan deretan giginya yang rapi.
“ Sudahlah ayo pergi !!” Sivia sudah akan beranjak dari sana saat Rio menahan lengannya.
“ Kau belum memperkenalkan dirimu..” Rio berkata dengan lembut dan sabar kepada adik semata wayangnya.
“ Buat apa lagi kakak, toh mereka tau siapa aku.” Dengan sinis dan dinginnya Sivia berkata itu.
“ Ayolah !!” kali ini Gabriel yang bicara sambil menggenggam tangan Sivia, hal itu sukses membuat salah seorang dari mereka menahan gejolak dari hatinya yang sebenarnya ia sendiri pun tak sadar.
“ Oke !! Sivia Imelda Puri.” Setelah berkata demikian ia langsung berjalan meninggalkan kumpulan orang itu.
“ Dingin banget sih..” omel Shilla dan Zahra walaupun dengan nada yang begitu lirih.
“ Kalau kalian sudah mengenalnya, mungkin kalian akan sayang padanya.” Kata-kata itu telontar saja dari mulut Rio, Gabriel, dan Ify secara bersamaan. Sedang Cakka, Zahra, dan Shilla hanya berkerut tak mengerti, sedang Alvin semakin menahan rasa penasaran dan bingung.

**********

*** The story jus for fun ***
*** Bagi yang mau komentar ke blog ini langsung, fb : m3i_poe3@yahoo.com atau twitter @eimeinar ***