“ Sekarang tugasmu adalah mengawal pewaris tunggal keluarga Sidhunata.” Gadis itu hanya mengangguk mengerti.
“ Kamu siap ??” tanya pria berbadan kekar disana.
“ Siap, ayah !!” jawab gadis itu lantang.
“ Bagus. Tapi tetap utamakan keselamatanmu.” lanjut sang ayah, sang gadis hanya bisa tersenyum mengiyakan.
><><><><><><><><><
Rumah yang ada di depannya ini benar-benar mewah dan besar. Dari luar sudah terlihat begitu banyak pengawal yang berpakaian serba hitam, memang sejak insiden percobaan pembunuhan pada pewaris tunggal Sidhunata’s Group jumlah pengawal diperbanyak dan pengawasan lebih diperketat. Gadis itu menghela nafas panjangnya. Mungkin ia akan menjadi satu-satunya pengawal tercantik disana. Karena sejauh matanya memandang hanya ada sosok-sosok garang dan kekar para lelaki, dan tak ada perempuan sama sekali.
Dengan langkah mantap ia melangkah masuk ke dalam rumah itu. Dengan kartu identitas yang ia pakai dengan mudah ia masuk ke dalam rumah keluarga Sidhunata. Risih rasanya saat semua mata memandangnya, bagaimana tidak, ia seorang gadis yang memakai seragam pengawal lengkap dengan persenjataan tapi sebenarnya bukan itu yang mereka tatap. Mereka hanya berpikir bagaimana mungkin seorang gadis mampu menjadi pengawal, apalagi dengan kejadian yang dulu, 5 orang laki-laki berbadan kekar kalah telak dengan seorang penjahat.
Mereka mulai kasak-kusuk, membicarakan gadis itu. Gadis hanya dapat menghela nafas panjang. Selalu saja begini !! Kemampuannya selalu diragukan hanya karena dia wanita. Memangnya seorang wanita akan selalu lemah !! Yang orang-orang itu tak tau, adalah ia merupakan anak seorang komandan pasukan militer terkuat. Kemampuannya pun tak diragukan lagi. Semua anggota kepolisian sudah mengakuinya bahkan ia mendapat serifikat dari kepolisian internasional.
Hebut bukan !! Itu prestasi untuk seorang gadis yang usianya baru 17 tahun. Gadis itu kembali melanjutkan jalannya menuju ke ruangan Tuan besarnya.
“ Sudah datang kau rupanya.” sambut Pak Antonius, pemimpin Sidhunata’s Group sekarang.
“ Selamat siang Tuan Antonius.” sapa gadis itu sopan.
“ Selamat siang, oh kau rupanya, putri dari Pak Jo. Aku harap kemampuanmu sama dengan ayahmu.” kata Pak Antonius sambil memperhatikan seksama gadis itu.
“ Pasti ! salam kenal nama saya Sivia.” ucap Sivia sambil tersenyum manis.
“ Oh., aku sudah mendengar banyak tentangmu. Kau lihat disini ada banyak sekali pengawal tapi mungkin aku akan menitipkan putraku lebih kepadamu.” tegas Pak Antonius.
“ Saya akan berusaha sebaik mungkin. Karena tugas dan focus saya sekarang adalah melindungi serta mendidik putra bapak.” Gadis itu berkata demikian sambil tersenyum singkat.
“ Baiklah aku percaya padamu dan akan kuperkenalkan kau dengan anakku.” Pak Antonius segera memanggil salah satu pelayannya dan membisikkan sesuatu.
“ Siap laksanakan !!” balas sang pelayan.
Mungkin semua pelayan disini juga pandai beladiri. Tak lama orang yang sedari tadi ditunggu pun tiba. Dimata Sivia laki-laki itu mempunyai kesan pertama yang sangat buruk. Gayanya yang sok keren, angkuh, apalagi tatapan mata meremehkan yang ditunjukkan padanya. Sivia hanya tersenyum kecut, kenapa ia disuruh melindungi orang seburuk ini.
“ Ini anak laki-laki dan pewaris satu-satunya perusahaan saya namanya Alvin, Alvin Jonathan Sidhunata.”
“ Alvin dia adalah pengawal barumu sekaligus putri sahabat papa, Sivia namanya.”
Setelah berkata demikian dengan teganya Pak Antonius meninggalkan Alvin, Sivia, dan beberapa pengawal karena ada rapat besar dengan para pemegang saham. Alvin terus memandangi Sivia dari atas sampai bawah.
“ Gadis kecil sepertimu mana bisa melindungiku.” cerca Alvin, Sivia hanya terdiam karena tak ingin terjadi pertempuran.
“ Cihhh…”
“ Aku gak mau kalau kau yang melindungiku.” Alvin berjalan mendekat ke arah Sivia.
“ Aku memang suka sama yang namanya cewek, tapi kamu itu bukan tipeku banget. Gak Banget !!” lirih Alvin tepat di telinga Sivia.
“ Cewek itu lemah !!” ejek Alvin sambil memegang dagu Sivia.
“ Cewek itu lemah ?? Apa kau yakin ?? Dengan sekali hempasan aku bisa membuatmu mati tak berdaya.” tegas Sivia sambil menepis kasar tangan Alvin dari dagunya.
Alvin hanya ternganga melihat keberanian gadis di depannya. Bukankah gadis didepannya ini hanya berstatus pengawalnya dan dia majikannya. Tapi betapa beraninya gadis ini.
“ Heii kau, aku disini majikanmu dan derajatmu tak lebih dari seorang pembantu.” Alvin berkata seperti itu sambil menatap sinis.
“ Ha..ha..ha. Dasar Bodoh !! Aku bukan pembantumu. Aku pengawalmu dan aku akan melatihmu beladiri.” Sivia membalas perkataan Alvin tak kalah sinisnya.
“ Latihan beladiri ?? Penting gitu. Aku kan udah punya banyak pengawal.” remeh Alvin.
“ Dasar anak manja. Beladiri aja gak bisa. Mau kalah kamu sama cewek. B-A-N-C-I.” Sivia melenggang saja tanpa mempedulikan wajah Alvin yang benar-benar merah karena menahan marah.
“SIIVVIIIAAA..” teriak Alvin keras.
><><><><><><><><><
“ Hei, cowok lemah cepet bangun.” Alvin tak mempedulikan Sivia yang sedari tadi mencoba membangunkannya, sesekali ia hanya menggeliat ke kanan atau ke kiri.
“ Sialan juga nih cowok !!” kata Sivia cukup keras, sebenarnya Alvin mendengar semuanya, ia sudah bangun dari tadi hanya saja ia ingin memberikan pelajaran pada gadis ini. Sivia pun sudah sadar dari tadi kalau dia hanya dikerjai Alvin.
“ BUUUKKK….” Suara benda jatuh atau lebih tepatnya suara Alvin yang jatuh ke lantai karena dibanting Sivia.
“ Ahhh.., Sakit bego. Lagian kamu ini orang apa setan ?? Tenaga kamu itu menjijikkan.” Alvin benar-benar muak dengan tingkah gadis yang sekarang sedang menatapnya sinis. Bukan hanya itu, pantatnya benar-benar sakit karena bertemu dengan lantai.
“ Aku ini setan !! Cepet bangun, mandi, dan kita akan latihan beladiri. Waktu buat mandi cuma 15 menit. Aku tunggu di taman belakang. Kalau kau terlambat hadiah dariku menunggumu.” ucap Sivia dengan nada sinis, kemudian ia berjalan meninggalkan kamar Alvin.
15 menit lewat 10 detik.
“ Terlambat 10 detik, push up 20 kali.” Perintah sivia tegas.
“ Enak saja….”
“ 30 kali.”
“ Tapi….”
“ 40 kali.”
“ oke-oke aku lakuin, dasar cewek setan !!” bentak Alvin sambil menatap Sivia sebal, Sivia sendiri hanya tersenyum puas.
><><><><><><><><><
Sudah beberapa hari mereka bersama. Berlatih bersama, makan bersama, bahkan bertengkar bersama. Tapi mereka sama sekali tak bertambah akrab, yang ada hanya pertengkaran setiap saatnya, walaupun tanpa mereka sadari ada rasa yang mulai tumbuh di hati mereka.
Hari ini Alvin akan bertanding melawan Sivia. Sebenarnya tanpa bertanding pun sudah jelas siapa yang akan menang tapi dasar gengsi Alvin saja yang terlalu besar sampai tak mau mengaku kalah. Mereka sudah berada diposisi masing-masing. Salah seorang pengawal mengangkat tangannya tanda pertandingan dimulai. Alvin segera bergerak ke arah Sivia, bersiap untuk memukulnya.
“ BUKKK…”
“ BAKKK..”
“ BUKKK…”
“ BRAAKKK…”
“ arghhh.. pelan-pelan via. Sakit banget nih.” rengek Alvin saat luka-luka lebam dibadannya diobati oleh Sivia.
“ manja banget sihh..” sinis Sivia sambil menekan keras salah satu luka pada perut Alvin.
“ Aaaaa… sakit bodoh.” protes Alvin sambil memukul kasar tangan Sivia dari perutnya.
“ sorii.. sengaja.” kata Sivia seenaknya.
“ Jadi lo sengaja.” Kali ini Alvin menatap Sivia tajam.
“ Kalau iya kenapa ??” tantang Sivia walau sebenarnya ia begitu gelisah ketika menatap kedua mata Alvin, entah mengapa mata Alvin sekarang begitu terlihat tajam dan menyejukkan, hal yang sama pun Alvin rasakan ketika menatap kedua mata teduh namun kuat milik Sivia.
“ Hooii jangan ngelamun. Dasar !!” umpat Sivia sambil membereskan alat-alat P3Knya, ia berusaha menutupi rasa gugupnya. Sedang Alvin hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“ Lain kali jangan nantangin lagi.” kata Sivia.
“ Oke karena aku kalah, besok malam aku akan mengajakmu dinner.” ucap Alvin seenaknya.
“ ta…” belum sempat Sivia menolak Alvin sudah pergi meninggalkannya.
“huuufftt…” Sivia hanya menghelakan nafasnya.
><><><><><><><><><
Malam ini adalah malam yang ditunggu oleh kedua insan ini. Mereka benar-benar bingung terhadap diri mrereka sendiri. Bukankah mereka berdua saling membenci. Tapi hanya karena sebuah makan malam mereka jadi segugup ini.
“ Hari ini aku tak butuh pengawal.” tegas Alvin, ia kini telah terlihat tampan dengan kemeja yang ia kenakan.
“ Tapi..”
“ Tidak ada tapi-tapian.” tegas Alvin, semua pengawal pun memilih menyetujui perintah Alvin.
Gadis yang sedang turun dari tangga itu benar-benar telah menyita seluruh perhatian Alvin. Sangat cantik !! Sivia yang biasanya pakai seragam pengawal yang iuuhh gak banget. Kini terlihat menawan dengan balutan dress selutut berwarna biru muda. Dress yang sangat sederhana namun terkesan lucu karena pada bagian belakangnya ada pita yang cukup besar. Rambut yang biasanya ia ikat kini ia gerai dengan hiasan bandana berwarna putih.
“ Cantik..” puji Alvin pelan tapi masih cukup terdengar ditelinga Sivia.
“ Baru sadar kalau aku cantik.” Sivia berkata seperti itu dengan pedenya.
“ Cihh..baru dipuji sedikit sudah terbang.” Sivia hanya dapat tersenyum mendengar umpatan Alvin.
“ Ayo jalan !!” kata Alvin sambil mengulurkan tangannya, cukup ragu Sivia menerima uluran tangan Alvin.
><><><><><><><><
“ BAAKKK…”
“ BUKKK..”
“ BRAKKK..”
Apanya yang dinner romantis, yang ada mereka malah diserang para pembunuh bayaran yang mulai bergerak lagi. Untung saja, walau menggunakan dress Sivia masih bisa bergerak bebas. Sedang Alvin hanya dapat menyesal, kenapa ia tadi menyuruh para pengawalnya agar tak mengikutinya. Sekarang yang ia lihat adalah Sivia yang sudah terengah-engah menghadapi 20 pembunuh bayaran di sekelilingnya.
Alvin sendiri hanya bisa terpaku. Ingin rasanya ia melindungi gadis itu tapi ia sadar ia belum kuat bahkan sama sekali tak kuat dan jika ia ikut bertarung segalanya akan lebih rumit bagi gadis itu. Mungkin ia hanya akan menjadi beban bagi gadis itu. Sivia sesekali hanya bisa mengusap darah yang terus mengalir dari sudut bibirnya. Jujur saja tenaganya sudah hampir terbang, pistol yang ia bawa pun sudah habis pelurunya.
Kalau dilihat ia sudah menghabisi 15 dari 20 pembunuh bayaran yang ada didepannya. Sesekali ia menatap Alvin, ia benar-benar bertekad untuk melindungi laki-laki itu. Laki-laki yang entah sejak kapan telah memasuki ruang kosong dihatinya.
“ Heii kau gadis cantik jangan bergerak atau dia akan kubunuh..” entah sejak kapan salah seorang pembunuh bayaran itu berada didekat Alvin. Tangannya kini menodongkan pistol tepat dikepala Alvin.
“ Sialan kau !!” umpat Sivia, ia menyerah karena tak ingin terjadi apa-apa dengan Alvin. Bukan karena tugasnya melindungi Alvin tapi karena ia sadar ia menyayangi Alvin.
4 pembunuh bayaran lainnya mendekati Sivia. Tatapan mata mereka benar-benar tajam. Ngeri juga sebenarnya ditatap seperti itu. Sivia hanya menelan ludahnya, ia tau apa yang akan terjadi pada dirinya.
“ BUKKK…” satu pukulan pertama mendarat tepat di perut Sivia.
“ Arrrgghhh..” Alvin tak tega melihatnya, ia sadar ia telah menyayangi Sivia lebih dari ia menyayangi dirinya sendiri.
“ Jangan lukai dia..” teriak Alvin lantang.
“ Heii.. kau laki-laki lemah jangan sok deh.” kata salah seorang pembunuh sambil memegang dagu Alvin.
“ Kau mau mati HAAHH !!” bentak pembunuh bayaran itu tepat di muka Alvin.
“ Kalian boleh lukai aku asal kalian tidak melukai dia.” teriak Sivia lantang, tenaganya benar-benar ia kumpulkan.
“ Berani juga kau anak manis.” Sinis adalah nada yang tepat saat salah seorang pembunuh bayaran mengatakan kalimat ini.
“ BUKKK…” salah seorang pembunuh bayaran itu memukul Sivia dengan tongkat yang ia bawa. Sivia hanya dapat mengerang dan menahan rasa sakit yang luar biasa. Alvin yang melihatnya pun meneteskan air matanya.
“ Siviaaaa.., lari. Aku menyayangimu. Aku tak mau terjadi apa-apa padamu.” spotan Alvin mengatakan itu, Alvin benar-benar tak rela jika mereka melukai Sivia lebih dari ini. Sekarang Alvin menatap Sivia. Dilihatnya wajah Sivia yang penuh lebam dan begitu pucat. Ia benar-benar tak tega.
“ Kalau begitu kalian mati saja bersama…” Dua orang pembunuh bayaran siap mengacungkan pistol tepat ke kepala Alvin dan Sivia.
“ DOORRR..”
“ DOORRR…”
“ Jadi ditembak itu tidak sakit.” Begitulah pikir Alvin, ia masih terus memejamkan matanya. Dan berharap bisa bertemu ibunya di surga nanti.
“ BUKKK…”
“ BRAKKK…”
“ BUUKKK…”
Mendengar suara ribut Alvin benar-benar membuka matanya. Dilihatnya orang-orang yang berseragam kepolisian sedang menghajar para pembunuh bayaran yang tersisa. Alvin sendiri hanya menghela nafas lega. Tapi tunggu.. Alvin segera berlari ke arah gadis yang tengah terbaring tak berdaya.
“ Siviiiaa bangun vi..” air mata Alvin benar-benar menyeruak ketika memanggil nama Sivia. Gadis itu kini bersimbah darah pada bagian kepalanya. Pelan diangkatnya tubuh Sivia, ia tak ingin menambah luka pada tubuh kecil Sivia. Memanggil salah satu orang berseragam kepolisian dan memintanya mengatar ke rumah sakit secepatnya. Sedang para polisi lain mengikat dan akan melakukan introgasi pada para pembunuh bayaran.
><><><><><><><><><><
Semua berpakaian serba hitam. Air mata mengalir dimana-mana. Alvin benar-benar tak sanggup menerima kenyataan ini.
Alvin kini terpaku ia takut akan mengalami hal yang sama lagi. Dulu ibunya meninggal karena melindunginya dan sekarang ia tak mau gadis yang ia sayangi meninggal karena melindunginya. Dipegang erat tangan gadis itu, kalau boleh ia mau menggatikan posisi gadis ini.
Ia sadar betapa lemahnya dirinya. Dan ia sadar betapa hebatnya Sivia. Dalam keadaan terjepit ia masih sempat menghubungi ayahnya untuk minta pertolongan sedang dia hanya diam terpaku. Matanya sembab, tapi sudah tak ada air mata lagi dari matanya. Air matanya sudah kering memikirkan betapa bodohnya dia sampai tak bisa melindungi gadis yang ia cintai.
Tiba-tiba tangan yang ia genggam bergerak. Alvin tersadar, segera ia pencet tombol panggilan untuk dokter. Ia keluar, dokter sedang menangani Sivia, gadis yang sangat ia sayangi. Tak lama sang dokter keluar dan tersenyum. Buru-buru Alvin masuk ke dalam. Matanya terhenti pada gadis yang kini tengah tersenyum ke arahnya.
“ Mulai saat ini aku yang akan melindungimu..”
Sementara diluar sana ada 3 orang dewasa yang tengah menatap mereka sambil tersenyum manis.
TAMAT
**********
Tidak ada komentar:
Posting Komentar