Selasa, 16 Agustus 2011

Lihat Lebih Dekat Part 5


Lihat Lebih Dekat Part 5
~ Ketegangan dan Perhatian  ~


                Alvin yang baru saja memasuki kelas tepat ketika seseorang menghampirinya. Menatapnya dengan tatapan tajam dan sinis. Alvin yang ditatap seperti itu hanya cuek saja. Toh ia tak pernah punya urusan dengan gadis ini. Sedang Cakka, Shilla, dan Zahra hanya bingung sambil menatap gadis yang sudah berdiri tegak di depan Alvin.

“ Kamu harus minta maaf !!” Gadis membentak Alvin tepat di depan wajahnya, sedang Alvin berpikir sejenak lalu berjalan pergi.
“ Penting gitu !!” remehnya.
“ Lagipula aku gak tau mau minta maaf sama siapa.” Alvin hanya tersenyum meremehkan pada gadis itu.
“ Sivia.” Gadis itu berkata tegas.
“ Ga penting !! Toh aku gak punya salah sama dia.” Alvin berjalan menuju ke bangkunya.

                Kali ini gadis itu benar-benar geram dengan tingkah sombong dan angkuh milik Alvin.

“ Hahaha.., buat minta maaf aja gak bisa. Banci !!” Kali ini Alvin menatap tajam gadis itu, ia benar-benar tak menyangka kalau ia akan diumpat seperti itu.
“ Hahahahaa…” Alvin tertawa keras dan berjalan semakin mendekat ke arah gadis itu. Tangannya kini tepat memegang dagu tirus gadis itu. Mendongakkannya ke atas.
“ Mulut ini yang tadi berbicara seperti itu.” Alvin hanya tersenyum licik sambil menyentuh bibir gadis itu, sedang gadis itu sendiri tetap menatap tajam Alvin tanpa peduli apapun. Walau tak dipungkiri dalam hatinya ia sendiri sudah benar-benar ketakutan dengan apa yang nantinya dapat dilakukan oleh Alvin.

“Hentikan..” Gabriel yang sedari dari diam saja mulai memegang tangan Alvin yang memegang dagu gadis itu.

“ Kau benar-benar akan menjadi banci kalau menganggu seorang perempuan.”


“ BUKKKK…”

               
                Satu pukulan telak mendarat tepat di sudut bibir Gabriel.

“ Gabbb…” gadis itu segera berlari menuju ke arah Gabriel yang kini tengah terduduk karena tak siap menerima pukulan dari Alvin.
“ Siapa yang banci !!” umpat Alvin sembari mencibir Gabriel.
“ Alvin kamu gila yaa..” kali ini Zahra marah, padahal sebelum-sebelumnya tiap Alvin memukul orang Zahra tak pernah marah, bahkan ia sama sekali tak peduli. Alvin hanya mendelik sambil menatap tajam ke arah Zahra. Sebenarnya bukan cuma Alvin yang lainnya pun begitu. Bingung dengan sikap Zahra.

                Zahra berjalan ke arah Gabriel dan memberikan sapu tangannya pada Gabriel. Gabriel pun menerimanya dengan senang hati. Sedang gadis tadi mendelik sambil menatap tajam ke arah Zahra dan Alvin bergantian. Gadis itu mulai berjalan perlahan ke arah Alvin. Langkahnya tehenti ketika seketika ia merasakan sebuah getaran dari salah saku roknya.

                Buru-buru ia ambil handphonenya dan melihat nama yang tertera di sana. Buru-buru ia mengangkatnya tapi suara sang penelepon berbeda. Bukankah ini nomer sahabatnya, Sivia. Tapi kenapa suara lembut gadis itu berubah menjadi suara baritone seorang cowok. Ia tertegun sejenak, tapi setelah ia terlibat dalam pembicaraan yang cukup singkat dan ia pun paham apa yang sedang terjadi.

                Ia tak lagi berjalan ke arah Alvin. Ia kembali lagi ke arah Gabriel. Membantu Gabriel berdiri, ia tatap mata Gabriel cukup lama. Akhirnya Gabriel mengerti, dengan gerakan perlahan Gabriel merengkuh kepala gadis itu.

“ Tenang Ify, dia gadis yang kuat. Dia takkan kenapa-napa.”

                Yang lain hanya bingung menatap kedua orang itu. Ify yang tadi terlihat buas pun sudah duduk di bangkunya tanpa mempedulikan yang lainnya. Ia kembali fokuskan pada buka matematika tebalnya. Sedangkan Gabriel hanya berjalan mendekati Alvin. Semua yang awalnya cukup tenang kini mulai menarik nafas dalam-dalam, mereka kembali terbawa dalam hawa ketegangan.

                Cakka sang sahabat sebenarnya ingin ikut membantu, tapi ia tak bisa. Bukan karena ia tak pandai bertengkar atau yang lainnya. Tapi karena tangan gadis yang ia sayangi sedari tadi menggenggam tangannya. Gadis itu hanya tak ingin masalah semakin rumit. Cukup Gabriel dan Alvin yang menyelesaikan masalah mereka berdua.

“ Jangan kesana.” ucap gadis itu pada Cakka, sedang Cakka hanya terdiam.

                Gabriel mendelik dan menatap tajam ke arah Alvin. Semua agaknya sedikit terkejut melihat tatapan Gabriel. Memanglah Gabriel dikenal sebagai seorang yang baik dan ramah. Gabriel terus berjalan mendekati Alvin. Zahra sendiri sudah bersiap melindungi Gabriel dikala nanti Alvin mengamuk karena perkataan atau perbuatan Gabriel.

                Kini kedua orang itu tepat berhadapan. Semuanya mengatur nafas agar tak menganggu, mereka diam menunggu yang akan terjadi.

“ Satu menit…” mereka masih saling menatap sinis.

“ Dua menit..” Gabriel mulai menggerakkan tangannya.

“ Tiga menit..” Gabriel mengulurkan tangannya pada Alvin, mengajaknya bersalaman.


“ Maaf jika kata-kataku atau kata-kata Ify menyinggungmu atau membuatmu tak nyaman.” Senyuman manis kembali terkembang dibibir Gabriel. Semua yang ada disana hanya menghela nafas lega. Pantas ia terpilih menjadi ketua OSIS, walaupun masih muda ia begitu bijaksana dan manis.

                Sejujurnya Alvin ragu untuk menyambut uluran tangan Gabriel tapi karena dorongan Zahra, Alvin pun akhirnya menerima uluran tangan Gabriel.

“ Sudahlah, kemarilah jangan berlama-lama didekat dia.” Dengan sinisnya ia berbicara seperti itu. Gabriel hanya menurut dan tersenyum.

“ Tapi aku ingatkan. Kalau kau memang tidak suka sama Sivia, jauhi dia dari sekarang. Dan jangan pernah mengejak segalanya yang ia buat. Kau tak tahu apa-apa.” Semuanya tercekat mendengar penuturan Gabriel.


><><><><><><><><><>< 


“ Halo, disini rumah keluarga Karisma !! Ada perlu apa ??”
“ Hari ini guru melukis Acha sedang sakit, jadi maaf, pelajaran melukis hari ini ditunda dulu.”
“ Baiklah, terima kasih informasinya.”


><><><><><><><><><><>< 

Di Kediaman Karisma

“ Zahra tadi kenapa kau membela Gabriel ?” pertanyaan telak dari Alvin, Cakka dan Shilla hanya mengangguk, mereka ingin tau.
“ Aku tak tau, tapi mungkin aku telah terpesona padanya. Aku menyukainya.” ungkap Zahra dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya.
“ Aku akui, dia begitu dewasa dan bijaksana.” jujur Cakka dan Shilla.
“ Dia itu sok dewasa dan sok bijaksana.” Alvin menatap deretan anak tangga di rumahnya. Matanya terhenti pada sosok cantik yang kini berjalan ke arah dapur.
“ Acha, bukannya kau ada les melukis ?” Acha yang mendengarnya hanya tertunduk sedih.
“ Kak Sivia sedang sakit jadi lesnya diliburkan dulu.”

                Ke empat orang itu terdiam, bukannya gadis itu tadi disekolah baik-baik saja. Tapi tunggu !! Sejak kejadian di kantin tadi, gadis itu sama sekali tak terlihat batang hidungnya di kelas atau di sekolah. Malahan waktu pulang sekolah tadi, dua sahabatnya, Gabriel dan Ify keluar kelas dengan tergesa-gesa.

“ Ohh, iya. Aku ingat sesuatu tentang Sivia.”
“ Apa, Zah ?” Shilla bertanya dengan raut wajah bingung. Sedang Alvin sudah sangat tak sabar menunggu apa yang akan Zahra katakan.  
“ Tadi aku denger dari anak-anak, katanya waktu istirahat pertama hampir selesai tadi, anak-anak ngelihat kalau Sivia itu digendong sama Kak Rio.”

                Alvin tertegun, Sivia digendong Kak Rio. Tapi kenapa ?? Apakah karena sakit ?? Atau karena dirinya ??  Bukankah ia tadi sehat-sehat saja. Sialnya Alvin tak tau apa-apa tentang gadis itu. Ia begitu buta tentang gadis yang entah sejak kapan memasuki hatinya.

“ Kau tak ingin menjenguknya, Cha ?” tanya Alvin yang sukses membuat yang lainnya tersentak kaget. Kenapa Alvin jadi begitu peduli pada Sang Putri Es bukankah Alvin tipe orang yang cuek.

                Sakit, setidaknya itu yang dirasakan Shilla ketika ia merasa Alvin begitu peduli pada Sivia. Hatinya benar-benar tak rela jikalau laki-laki yang ia sukai peduli atau bahkan terlalu peduli kepada seseorang yang baru dikenalnya, bahkan seseorang yang Alvin anggap musuhnya.

“ Mau sih kak, tapi gak ada yang ngantar.” tutur Acha sambil menyendok es krim yang baru saja ia ambil dari kulkas.
“ Mau kakak kantar.”

                Kali ini bagai disambar guntur siang bolong. Ia benar-benar terkejut, laki-laki yang ia tau tak pernah peduli dengan orang lain bisa begitu peduli dengan seorang gadis. Sahabat-sahabatnya sendiri pun juga ikut bingung dengan tingkah Alvin.

“ Kakak beneran mau ngantar Acha ?” tanya Acha dengan semangat, ia bertambah semangat dikala sang kakak menganggukkan kepalanya. Dengan segera Acha mengembalikan es krimnya dan berlari ke kamarnya untuk mengganti pakaian.

                Sementara kini Alvin seperti dihakimi oleh berpasang-pasang mata yang menatapnya.

“ Gak usah tanya apa-apa.” Mata-mata yang sedari tadi menatapnya kini menghilang seiring dengan kata-kata Alvin.
“ Kalau gitu kita pulang dulu.” Pamit mereka.


><><><><><><><><>< 

“ Kka, apakah kamu punya pikiran sama denganku ?” Cakka hanya melirik ke arah Shilla yang kini memandangnya meminta jawaban.
“ Iya, Alvin dan Sivia bukan.” Shilla hanya mengangguk.
“ Tapi kenapa harus Sivia, kenapa bukan aku.” Tak terasa air mata Shilla menetes, Cakka menghentikan mobilnya sejenak lalu menghapus air mata Shilla.
“ Aku sudah lama menyukainya kka.” tutur Shilla lirih.
“ Berusahalah, mereka belum jadian dan Alvin masih belum sadar akan perasaannya.”

                Shilla sedikit tenang mendengar penuturan Cakka. Melihat itu Cakka hanya tersenyum, senyum pahit.  Ia terlalu menyayangi gadis disebelahnya ini. Tak lama ia kembali melajukan mobilnya.

“ Kita sama Shil, Alvin tak pernah menatapmu seperti kamu tak pernah menatapku.” Batinnya.
“ Walau begitu, aku akan tetap menyukaimu.”

**********

*** Terima kasih udah mau baca ***
*** Yang udah baca harap tinggalin jejak biar yang nulis semangat ***



_mei_










Tidak ada komentar:

Posting Komentar