Tentang Kisah [1]
“ Viaaaaa…” teriak seorang laki-laki berseragam SMP di depan sebuah
rumah yang cukup besar. Tak perlu menunggu lama, seorang gadis berseragam sama
keluar dan menyambutnya dengan senyuman hangat.
“ Udah siap ?” Laki-laki tadi sedikit mengangkat alis matanya sambil
bertanya menggoda. Gadis yang bernama Via tadi kembali tersenyum.
“ Siap dongg..” Dengan cepat gadis itu menggamit lengan laki-laki
yang menjemputnya, berjalan bersama menuju sepeda motor yang sembarang di depan
rumah itu. Tidak lama, sepeda motor itu pun di jalanan yang masih terlihat sepi.
Sivia Adinda
dan Alvin Praditya, dua orang remaja SMP itu akan mengikuti acara MOS di SMA
Permata, sekolah baru mereka. Dan butuh waktu yang cukup lama untuk sampai ke
sekolah baru mereka. Tapi untung saja mereka bisa belum terlambat. Gak lucu
juga, kalau MOS hari pertama mereka harus dihukum karena terlambat.
Sekarang semua
siswa yang mengikuti MOS sudah berkumpul di lapangan sekolah. Disanan Alvin dan
Sivia tersenyum, mereka baru saja melihat daftar kelas yang akan mereka tempati
selama mereka kelas 10 dan ternyata mereka 1 kelas. Mungkin mereka benar-benar
tidak bisa dipisahkan.
“ Selamat Pagi adik-adik !” sapa seorang laki-laki tampan yang
sekarang berdiri di atas mimbar.
“ Via..” Alvin sedikit menyenggol lengan Sivia, membuat Sivia yang
dari tadi menunduk kini mengangkat wajahnya. Sivia pun melihat ke arah dimana
mata Alvin tertuju. Sivia hanya tersenyum kecut menatap laki-laki yang sekarang
berada di atas mimbar. Berbicara dengan tegas.
“ Gue tau, gue tau apa yang bakal terjadi kalau gue sekolah disini.
Tapi mau gimana lagi, ini sekolah terbaik disini.” jelas Sivia panjang, sebagai
tanggapan Sivia bisa mendengar helaan nafas Alvin yang begitu panjang. Tiga
tahun ia bersahabat dengan Sivia tapi sampai sekarang ada hal-hal yang tidak dia
mengerti dari gadis itu.
“ Saya Cakka Arima, Ketua OSIS Permata. Mulai sekarang kalian semua
harus mengikuti semua aturan yang sudah diterapkan di sekolah ini. Tanpa
terkecuali. Dan selamat datang di Permata.” tutur Cakka tegas.
Alvin memandang sekelilingnya banyak sekali
gadis-gadis yang menatap Cakka dengan tatapan berbinar-binar, seperti
mendapatkan pencerahan, mungkin pesona Cakka mampu menghipnotis mereka semua.
Semua, kecuali Sivia, sahabatnya ini masih asyik memandang langit. Mungkin
masih tidak suka pada laki-laki itu.
----------------------
MOS sudah
berlangsung selama 3 hari, dan untuk Sivia dan Alvin tidak ada hal yang berarti
dalam MOS mereka. Sekarang dua orang sahabat itu sedang duduk santai di rumah
pohon milik mereka. Rumah pohon itu memang sengaja dibuatkan oleh ayah Sivia,
rumah pohon kecil tapi sangat berarti untuk cerita persahabatan mereka.
“ Sampai sekarang gue masih gak ngerti sama apa yang ada dalam
pikirannya.” cerita Sivia, Alvin yang sebelumnya sedang bermain gitar pun
meletakkan gitarnya dan mendengarkan cerita dari Sivia.
“ Siapa ?”
“ Kak Cakka..”
“ Gue kira, dua tahun udah cukup lama buat ngerubah sikap dingin
dia. Cukup lama buat dia sadar kalau bukan papa yang bikin mamanya ngelupain
papanya.”
“ Lo tau kan Vin, dulu waktu kita kelas satu dia baik banget sama
kita, apalagi sama gue. Dia perhatian, sabar, lucu, tapi itu semua berubah
sejak dia jadi kakak tiri gue.”
“ Sebenernya gue punya opini tentang Kak Cakka tapi kalau gue bilang
ke lo, dijamin lo pasti ngakak.” Sivia menatap Alvin bingung, bagaimana tidak
bingung, Alvin belum mencoba bilang apa-apa tapi dia langsung menyimpulkannya
sendiri. Emang……
“ Emang selucu apa opini lo ?” tanya Sivia langsung, sekaligus
melanjutkan apa yang tadi ia pikirkan.
“ Dia suka sama lo.”
“ Hahahahahaha…” terdengar suara tawa Sivia membahana. Alvin sendiri
hanya cemberut, benar kan yang dia bilang. Sivia pasti tertawa bahkan ngakak.
“ Tuh, lo ngakak kan.” kata Alvin dengan sedikit kesal. Sivia
perlahan menghentikan derai tawanya. Menatap Alvin dengan tatapan mata yang
seolah mengatakan - Lo Gila Ya ? -
“ Malah ngatain gila.” Alvin semakin cemberut dan Sivia kembali
tertawa melihat ekspresi wajah Alvin. Sebegitu mudahkah Alvin bisa membaca
pikirannya, atau memang ia punya ekspresi yang begitu mudah dibaca.
“ Dia gak mungkin suka sama gue. Karena dia benci sama gue.” Mata
Sivia menatap kosong ke arah laki-laki yang berjalan masuk ke rumahnya. Rumah
mereka berdua.
“ Tadi gue udah bilang. Karena papa gue, udah gantiin posisi papa
dia. Orang yang paling dia sayangi, setidaknya itu yang gue denger dari dia.
Dari mulutnya.” Alvin masih memperhatikan Sivia, tatapan yang awalnya kosong
itu berubah sedih.
“ Lo gak mikir kalau itu cuma alibi dia ?” Sivia menggeleng.
“ Gue capek ngadepin dia.”
“ Sini gue peluk..” Alvin merentangkan tangannya lebar-lebar,
sementara Sivia menggeleng.
“ Lo bau asem, belum mandi, hahahaha…” belum sempat Alvin membalas
gadis itu sudah turun dari rumah pohonnya.
“ Viaaaaaa…….”
---------------------
“ Gak boleh !! Papa temenin
Via aja, jangan ke Paris.” Sivia mulai merajuk, hari ini orang tuanya bilang
ada urusan yang cukup serius dengan cabang perusahaan mereka di Paris dan
mereka akan menetap disana untuk sementara.
“ Ayolah sayang, kamu kan gak sendirian. Ada kak Cakka. Mau yahh ?”
bujuk Pak Duta, ayah Sivia dan ayah tiri Cakka, Cakka Arima.
“ Karena itu Via gak mau..” lirih Sivia, seseorang yang sedari tadi
diam kini malah menatapnya tajam. Sivia hanya buang muka ketika mendapati
dirinya ditatap begitu tajam.
“ Sayang……”
“ Pokoknya gak mau…” kali ini Sivia berlari menuju pintu rumahnya.
“ Besok papa berangkat.” teriak Pak Duta tidak kalah keras.
“ Bodooooo…..”
-----------------------
“ Kenapa lo kesini ?” tanya Alvin saat melihat Sivia berdiri dengan
wajah kusut di depan rumahnya.
“ Jangan tanya-tanya, bikin tambah bete tau.” Sivia menunjuk
ekspresi yang makin kesal, Alvin terkikik geli. Sahabatnya yang satu ini
benar-benar jutek kalau sedang badmood.
“ Ya udah masuk gih..”
-------------------------
“ Ting..Tong…” Suara bel
rumah membahana, orang-orang yang sedari tadi berbincang dan duduk di ruang tamu pun mengalihkan
perahatian mereka.
“ Biar Cakka yang buka Pa.” Cakka beranjak menuju pintu, tanpa
dilihat pun dia sudah tau siapa yang berada dibalik pintu sekarang. TEPAT !!
Alvin dan Sivia.
“ Masuklah..” Cakka berjalan lebih dahulu, tapi sebelumnya ia sempat
melirik Sivia yang berada di punggung Alvin. Wajahnya terlihat sangat tenang.
Sama seperti dulu, sama seperti saat mereka bertemu dulu, tidak ada yang
berubah. Hanya status mereka yang berubah ! Kakak dan adik.
“ Selamat malam Om Duta, Tante Renata.” Alvin tersenyum manis pada dua
orang dewasa yang sedang berbincang di ruang tamu.
“ Terima kasih Alvin. Dan untuk dua bulan ke depan, titip Sivia ya.”
Alvin mengangguk yakin, tanpa disuruh pun ia akan menjaga Sivia. Sahabatnya
sekaligus gadis yang begitu ia cintai. Walaupun tidak pernah ia katakana tapi
ia begitu menyukai gadis ini.
-----------------------
“ Mama, sarapannya apa ?” Sivia berjalan menuju dapur sambil
berusaha memasang dasinya. Sudah jam 6.20 tapi Alvin belum terlihat
menjemputnya, ia sendiri baru selesai mandi dan mengecek buku yang akan ia bawa.
“ Pagi tadi, mama udah berangkat sama papa.” Sivia tertegun
mendengar suara itu, matanya kini beralih pada Cakka yang sedang memasak di
dapur. Kalau boleh jujur, ia rindu, rindu dengan sikap baik Cakka. Rindu dengan
perhatian Cakka. Rindu dengan segala yang berhubungan dengan Cakka.
“ Ohh..”
“ Kalau gitu gue berangkat.” Sivia sudah menenteng tasnya dan
bersiap berjalan menuju pintu rumah.
“ Makan dulu.”
“ Gak laper.” balas Sivia dingin. Entahlah, setiap berbicara dengan
Cakka sikapnya berubah jadi dingin. Mungkin membalas sikap Cakka yang juga
dingin padanya.
“ Udah gue bilang makan ya makan.” tegas Cakka, dari sudut matanya
Cakka melihat Sivia yang duduk sambil menggerutu di meja makan. Ia sendiri merasa
bersalah, sudah lebih dari dua tahun ia begitu dingin pada gadis itu, gadis yang
sekarang berstatus sebagai adiknya.
Setelah merasa
masakkannya sudah matang, Cakka pun menyajikan nasi gorengnya ke piring dan
memberikannya pada Sivia. Sivia memakannya dengan sedikit tidak ikhlas. Semenjak
Cakka dingin padanya, dia tidak pernah betah berlama-lama dengan kakak tirinya
itu. Dia takut kalau sampai dia menangis di hadapan kakaknya ini. Gengsi dong
!!
“ Viaaaaa……..” mata Sivia berbinar saat mendengar panggilan Alvin.
Saat Sivia ingin beranjak keluar, Cakka kembali menahannya.
“ Lo habisin makanan lo dulu. Alvin biar gue suruh masuk.”
“ Lo terlalu banyak ikut campur urusan gue. Gue bisa urus, urusan
gue sendiri. Jangan sok jadi papa mama gue. Lagian lo bukan siapa-siapa gue.”
balas Sivia dingin.
“ Gue kakak lo.”
“ Kakak ?? Lo yakin lo kakak gue ?” Sivia memandang Cakka dengan
tatapan meremehkan.
“ Duduk gue bilang, habisin sarapan! Gue gak mau repot kalau maag lo
kumat.”
“ BRAAKKK…” Sivia berdiri dengan kasar, kursi yang ia jadikan tempat
duduknya bahkan terjatuh ke belakang.
“ Terima kasih Kak Cakka Arima, tapi kalaupun gue sakit gue gak
bakal minta bantuan lo. Dan mending lo jadi orang yang dingin lagi sama gue.
Gue gak butuh semua perhatian lo. Jangan sok peduli.”
------------------------
Alvin menatap
Sivia yang sedari tadi diam saja. Sebenarnya ia sangat penasaran dengan apa
yang ia dengar di rumah Sivia tadi pagi tapi ia urungkan niat untuk bertanya begitu
melihat wajah Sivia yang asem banget. Sivia sendiri masih duduk diam, terkadang
gadis itu tersenyum saat dipanggil atau diajak kenalan oleh siswa-siswa yang
selama ini membolos MOS.
“ Pulang yuk Vin.” ajak Sivia tiba-tiba, Alvin hanya melotot kaget.
Detik berikutnya dia memandang Sivia dengan tatapan yang mengisyaratkan - Lo
gila ya ? -
“ Iya gue gila.” Sivia
beranjak meninggalkan Alvin yang masih bengong di tempat. Ternyata bukan cuma
dia yang bisa membaca pikiran. Hahaha…
“ Lo gak mau ikut ?” tawar Sivia, wajah gadis itu kembali menyembul
dari balik pintu memandang Alvin yang masih duduk di bangkunya.
“ Gue gak mau dihukum. Lo lupa kalau sekolah ini punya aturan yang
super ketat ?”
“ Nggak, gue gak lupa tuh !! Tapi gue males disini, gue duluan aja
!” Sivia mulai berjalan menjauh dari kelasnya, kini langkahnya menuju ke
belakang sekolah.
“ Lo mau kemana ?”
“ Mati gue..” Sivia menatap takut siapa yang berada dibelakangnya,
ia harap bukan guru. Bisa mati kalau ketauan guru.
“ Ehh, kakak..” Sivia menghela nafas lega. Memandang laki-laki di
depannya dari atas sampai bawah. Tidak lama dia menepuk jidatnya, orang di
depannya ini lebih berbahaya daripada guru.
“ Mau bolos ?” Sivia masih diam, bingung mencari alasan yang tepat.
“ Gak usah cari alasan. Pulang sekolah lo bersihin toilet cewek di
lantai 2. Dan point 5 buat lo, ini cuma peringatan karena lo masih murid baru.
Siapa nama lo ?”
“ Sivia Adinda Kak.” dengan gugup Sivia memberitaukan namanya.
“ Gue Mario Aditya, ketua Komite Kedisiplinan. Gue tunggu laporan lo
nanti sepulang sekolah, di ruang komite kedisiplinan.” Sivia hanya mengangguk
pasrah.
------------------------
“ TOK..TOK..”
“ Masuk..” Sivia melangkah ragu ke dalam ruang komite kedisiplinan.
Kenapa ada ruangan yang begitu mengerikan di sekolah ini.
“ Kak Mario, toiletnya sudah saya bersihkan.” kata Sivia singkat, ia
hanya berharap bisa cepat keluar dari ruangan yang membawa hawa-hawa buruk ini.
“ Ohh..” Rio memandang Sivia dari atas sampai bawah, terlihat baju
gadis itu basah disana-sini. Bukan keringat tapi air. Rio tersenyum pelan, dia
berjalan mendekati Sivia.
Sivia sendiri
melongo menatap Rio yang semakin mendekat ke arahnya. Dan kini Rio sudah ada
dihadapannya, ia melihat laki-laki itu mengambil sesuatu dari kantung
celananya. Fualaaa… Sekarang ada sebuah lollipop di hadapannya.
“ Buat saya ?” terlihat sekali binar di mata Sivia. Rio sendiri
hanya tersenyum melihat ekspresi Sivia. Ekspresi gadis itu selalu berubah-ubah
dan benar-benar menyenangkan untuk diperhatikan.
“ Hmm…” segera Sivia merebut lollipop dari tangan Rio. Membuka
plastik pembungkusnya lalu memasukkannya ke dalam mulutnya.
“ Terima kasih kak. Ternyata kakak baik. Saya kira kakak judes.”
Sivia langsung berlari meninggalkan Rio. Rio sendiri hanya geleng-geleng, ada
juga yang berani bilang kalau dia judes.
“ Gadis yang unik.”
--------------------
“ Alvin….” teriak Sivia pada Alvin yang masih mengikuti pengarahan
di lapangan. Hari ini Alvin memang berencana masuk ke klub futsal SMA Permata.
“ Tunggu dulu Viaaa.”
“ Ehhh.., maaf ya.” Alvin memamerkan deretan giginya yang putih
karena sadar menjadi bahan penglihatan sang pelatih dan calon teman-temannya di
klub futsal.
“ Sialan nih Via.”
“ Lama yaa ?” Alvin menepuk pelan pundak Sivia yang sepertinya
hampir tertidur di bawah pohon mangga sekolah.
“Hahh, Apa ?” Sivia langsung membuka matanya, menguceknya sebentar,
dan bangun dari duduknya.
“ Gak papa kok. Pulang yuk.” ajak Alvin, Sivia hanya mengangguk.
“ Ehh Vi, lo bau deh.” goda Alvin.
“ Iisshh Alvin, gimana gak bau kalau seharian gue bersihin toilet
sekolah. Dan sumpah, anak cewek kelas 2 itu jorok banget. Masak toilet kotor
dimana-mana.”
“ Hahahahahaha, siapa suruh bolos. Dasar.” Alvin mencubit pelan
hidung Sivia.
“ Alvin jelekkkkk…” protes Sivia sambil memegang hidungnya.
“ Biarin, sini deh !” Alvin melambai pelan ke arah Sivia. Sivia
sendiri sedikit mendekat ke arah Alvin.
“ Cuuppp…”
“ Terima kasih telah menungguku.”
“ Alvinnnnnn… Gak pakai cium-cium dong.”
“ Cihh..” umpat seseorang yang sedari tadi memperhatikan mereka.
********
***Terima kasih udah mau baca***
***Buat yang udah baca tinggalkan jejak buat penulis yaa***
_mei_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar